Enam.

665 79 17
                                    

Pakaian itu memang kebesaran, tapi dia menyukainya. Aroma kayu manis bercampur bunga-bungaan, masih sesekali menyapa penciuman. Seperti merasakan kehadiran empunya. Langit sudah keemasan saat dia selesai membasuh diri menggunakan handuk dan air hangat, berhubung belum diizinkan melangkah ke kamar mandi menggunakan kaki pincang. Namjoon yang melarangnya.

Dan, soal Namjoon, Seokjin belum ingat dia pernah mendengar atau mungkin membaca namanya di mana. Barangkali dia hanya kena halusinasi dari tragedi nyaris mati, atau juga tidak. Dia berharap dapat mengingatnya nanti.

Pemuda itu, telaten mendatangi Seokjin. Memberi semangkuk ramuan obat untuk dibalur ke luka dan memar di beberapa bagian tubuhnya. Juga mengompres bengkak di pergelangan kaki kanannya yang memprihatinkan. Sambil melakukan itu semua, Namjoon suka mengajaknya berbincang. Walau lebih sering didiamkan, dia tidak keberatan untuk melanjutkan bercerita mengenai apa saja. Seokjin sendiri, sudah nyaman dengan keadaan berat sebelah seperti itu.

Dia bukan tidak mau menanggapi, hanya saja, rasanya jauh lebih menyenangkan untuk mendengar sekaligus mengamati, dari pada menyela. Entahlah.

Malam itu, Jungkook tertidur di pangkuan Seokjin. Wajahnya damai. Seolah berlipat lebih menggemaskan setelah sepanjang hari tak bosan memberinya senyum dua gigi depan. Si bocah lima tahun itu betah di sekitarnya walau sekadar menatap saja. Seperti yang dilakukan Seokjin pada Namjoon saat dirawat kakinya. Jungkook bahkan antusias menunjukkan coretan-coretan gambarnya ke Seokjin. Tersenyum, tertawa dan menatap memuja tanpa bosan.

Anak itu mengingatkannya pada diri sendiri di masa lalu, tapi disia-siakan. Seokjin tahu rasanya dan takkan melakukan hal yang sama.

"Dia tertidur, ya?" sapa dari balik pintu. Seokjin mengangguk. Namjoon mendekatinya, "kurasa dia menyukai Anda. Jarang ada yang cepat akrab karena anak itu sangat pemalu."

"Syukurlah." Seokjin mengusap helaian rambut hitam Jungkook, menyisir dari kening ke belakang telinga. "Adikmu begitu menggemaskan. Sampai ingin menculiknya untukku sendiri."

Namjoon terkekeh. "Ah, tentu. Semua yang melihatnya punya keinginan yang sama dan aku akan sangat kebingungan jika dia diambil dariku. Maaf atas kekacauan tadi. Air mandinya sampai tumpah ke mana-mana. Anak ini, suka sekali main, tapi sekarang sudah harus kembali ke kamar. Anda juga perlu istirahat, bukan?"

Seokjin menengadah alih-alih membiarkan Namjoon menarik pelan Jungkook dari pangkuan, merengkuhnya dengan tepukan pelan di punggung agar tidak terbangun.

"Hei," cegah Seokjin setengah berbisik.

"Ya? Anda ingin sesuatu?"

Seokjin tampak memikirkan sesuatu sebelum menjawab, "Aku tahu, kau melarang, tapi, aku sangat ingin buang air kecil dan jangan menyuruhku menggunakan botol atau semacamnya."

.

"Besok, akan kubuatkan sebuah tongkat yang nyaman untuk Anda, kalau memang enggan kusentuh sedemikian. Apa, tanpa sengaja memarnya kutekan? Maaf, ya?"

Seokjin menggeleng, berdeham sejenak. "Tidak apa-apa. Terima kasih." Dia merapal dalam hati agar rona merah di telinga, tidak sampai ke tengkuknya. Karena, jemari juga sekeliling pinggulnya masih ingat, bagaimana otot keras itu berkontraksi untuk menopangnya dari nyaris tersungkur ke lantai.

Bahu tegap juga lengan di sana, bukan main solid juga meliuk bagus. Harusnya, Seokjin tidak begitu memikirkannya kalau saja dia tidak sadar belum mengenakan celana dengan baik.

Tadi, saat hendak mengancing, pergelangan kakinya berdenyut menyakitkan secara mendadak dan dia mungkin saja jatuh kalau Namjoon tidak peka langsung buka pintu saat Seokjin memekik naluriah. Dia harus dibantu mengenakan celana agar menutup bokongnya kembali. Kaki bengkaknya sungguh sialan. Namun, Namjoon segera tanggap untuk menetralkan rasa malunya dengan mengatakan jika tidak perlu demikian. Mereka sama-sama lelaki yang punya isi sepadan, toh itu bukan kali pertama Seokjin dilihat tanpa celana. Baju yang dikenakannya setelah siuman, adalah hasil bantuan Namjoon karena pakaian Seokjin sendiri telah koyak dan kotor. Tak layak pakai.

.Cafuné. | NJ √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang