Dua puluh.

563 78 15
                                    

Suasana berubah tegang begitu Hoseok menyingkir ke sebelah kiri. Sosok yang muncul dari belakangnya seketika membuat senyum salah satu karyawan di balik bilik paling depan, menghilang. Dia otomatis berdiri untuk memberi salam dan membungkuk hormat. Yang akibatnya, refleks ditiru oleh dua tiga karyawan lain yang kebetulan melihat sosok tegap bersetelan licin dengan tatanan rambut klimis pamer jidat.

"Lanjutkan. Aku hanya ingin melihat-lihat." Suaranya tenang nan jelas, tidak ada nada ancaman apa pun, tapi sepertinya tidak begitu yang ditangkap oleh seluruh penghuni lantai dua.

Seokjin selalu melewati bilik lantai kerja para karyawannya saat menuju ruangan sendiri di lantai atas, tapi hanya beberapa kali sampai masuk dan menyapa. Selebihnya, berhubung kerjaan harus memburu waktu, dia cuma sekelebat sosoknya. Langkah kaki yang khas bak model, mudah didengar dan diwaspadai oleh karyawan, tapi tidak hari itu.

Mereka tegang. Seiring tiap langkah yang mendekat atau menjauh dari satu bilik ke bilik lain, satu meja ke meja lain, keringat dingin siap menetes kapan saja.

Dan, Yoo Yesung sedang beruntung.

Seokjin berhenti di biliknya. Hoseok seperti burung hantu yang mengawasi dari tempat pertama dia berdiri. Pembawaannya yang ceria, disimpannya rapat saat Seokjin dalam mode serius. Dia berpihak pada atasannya itu dan mengabaikan tiap tatapan memelas dari karyawan yang diinspeksi.

Mungkin mengharapkan sebuah keajaiban bahwa Hoseok akan mendadak memberitahu jadwal darurat yang harus dihadiri si Bos mereka, yang otomatis membuat Seokjin pergi dari sana.

Namun, tentu saja tidak. Hoseok telah mengatur jadwal sedemikian rupa dan Seokjin punya waktu selama tiga puluh menit penuh melakukan apa pun di lantai dua, sebelum pertemuan dimulai.

Kembali pada Yesung. Seokjin hanya diam saat dia berada di bilik rapi itu. Membiarkan Yesung bekerja. Bukan berada di depan agar bisa dibaca air mukanya, tapi tepat di samping Yesung. Menjulang bergeming. Baru setelah dirasa sangat lama, suara merdu terdengar.

"Kau seorang pemuda yang luar biasa dan pintar. Kurasa kau sanggup memisahkan mana urusan pribadi dan kerjaan. Aku suka dirimu yang teliti. Buatlah suatu pencapaian baik hari ini. Untukmu, juga untukku." Seokjin menepuk pelan bahu Yesung. Membuat empunya terkejut.

Setelah menerima kalimat itu, Yesung berdiri, tapi Seokjin menggeleng halus, memintanya melanjutkan kerjaan dan sapa sopan Yesung mengantar Seokjin ke bilik selanjutnya. Entah disadari atau tidak, hanya Yesung yang diberi kalimat panjang itu sedari tadi. Karena saat selesai menilik semua bilik, Seokjin berjalan ke sebelah Hoseok, menghadap ke arah semua karyawan yang otomatis berdiri untuk menatapnya.

"Terima kasih sudah menyediakan waktu untukku. Sekarang lanjutkan."

"Baik, Sajangnim!" balas mereka serempak seraya menunduk hormat. Seokjin mengangguk lalu berpaling pergi dengan Hoseok yang mengikuti.

Mereka menggunakan tangga menuju lantai tiga.

"Apa Yesung putus dari kekasihnya?"

"Eh? Bagaimana ...."

"Bukankah dekat komputer dan rak penanya ada sebuah foto jemari mereka yang pakai cincin sama? Aku tidak melihatnya tadi."

"Oh. Benar, Bos. Saat kau tak di tempat, mereka terlibat masalah dan selama beberapa hari, Yesung agak lamban dalam bekerja. Kesalahan kemarin itu, sudah terbilang mendingan." Hoseok menaiki dua tangga sekaligus untuk membukakan Seokjin pintu, mereka sudah di koridor.

Seokjin tengah memperbaiki dasinya, saat bertanya, "Kenapa tidak bilang padaku? Apa kau mau tunggu sampai kinerjanya lebih parah?"

"Maaf, Bos. Aku akan lebih waspada lain kali."

.Cafuné. | NJ √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang