Namjoon sungguhan hanya memeluknya sampai pagi tiba. Semalam, dia juga memasak seperti yang dia katakan sebelumnya sembari menyilahkan Seokjin mandi juga bebersih. Dia sama sekali tidak menyinggung kembali peristiwa nista yang telah dialami Seokjin dan hanya terus memberinya senyum juga topik lain sepanjang makan malam mereka.
Seokjin bersyukur karena tak perlu membuat Namjoon ingat seberapa murka dirinya kala itu. Tak pernah dilihatnya mata indah yang berpendar penuh puja, bisa gelap dan cuma tertuju untuk mengamuk.
Seokjin dipeluk erat. Hangat. Bahkan saat dirinya terbangun, lengan keras di perut tak kunjung lepas dari terakhir kali terlelap. Seokjin pun serasa tak pernah tidur senyenyak itu sebelumnya. Padahal, barusan terguncang harga dirinya, tapi presensi Namjoon jauh lebih besar dari semua itu. Seokjin sampai menyangka, sosok terlelap nan tampan di depan hidungnya hanya mimpi.
Dia perlu menepuk hidung bangir dan pipi yang mengguratkan lesung kala tersenyum itu. Juga, hal yang disukainya, cafune. Helai rambut yang pendek itu malah menimbulkan kesan tak puas sampai Seokjin ingin terus meraba juga merenggutnya. Erangan pelan sekalian tubuh menggeliat dari empunya, membuat Seokjin merasa gemas.
" ... pagi, Cantik," sapa berat Namjoon seraya merapatkan tubuh mereka yang sudah lekat. Kaki keras di sana melingkari paha Seokjin dengan defensif. Kepala ngantuk itu menelusup ke leher Seokjin, mencari posisi nyaman yang menimbulkan rasa geli.
"Kubuatkan sarapan dulu." Erangan berat sekalian gesekan wajah di atas kulit leher terbuka sebagai jawaban. Seokjin perlu mencubit lengan telanjang empunya karena merasa makin geli. "Ayo, bangun. Apa kau tak kerja hari ini, Sajangnim?"
" ... lima menit ...."
"Sudah pukul sembilan."
" ... sepuluh menit ...."
Seokjin menampar bahu telanjang itu dengan keras sampai Namjoon berjengit. Wajahnya menekuk setengah ngantuk. "Sayang ...."
"Kerjaanmu bakal menumpuk dan aku akan lebih keras mencerca agar semua itu kelar tepat waktu. Sana, pindah dari tubuhku. Lepas dan - umh!" Ciuman pagi diterima. Sebelum-sebelumnya memang pernah, tapi semenjak ingat pengakuan semalam, rasanya berbeda saat bibir mereka bertaut.
Itu pagi pertama mereka sebagai kekasih, Seokjin menyadari. Wajah dan dadanya serasa hangat nyaman. Apalagi Namjoon bergerak untuk menindih sekalian memeluknya.
Bibir saling mengecup tak puas. Lidah bermain basah lalu kembali menggulum seolah tak ada hari esok. Menimbulkan suara kecup lirih yang manis sedikit erotis di kamar lenggang itu. Sepasang lengan ramping pucat melingkari leher keras. Sesekali empunya mengerang lalu mencakar otot punggung yang bagus itu sebagai pelampiasan. Paha jenjang ditarik membuka hanya untuk mematenkan posisi. Selangkangan yang saling bertemu pun, diajak bergesekan.
Namun, Seokjin mulai kesulitan mengambil napas. Sensasi di mulutnya, teralihkan oleh tangan besar panas yang meraba perut dan mulai meremas dada. Bahkan, sesekali sengaja menyenggol puncaknya dan itu cukup membuat jantungnya melompat kaget.
" ... mhaa .... Namjoon," lirih Seokjin saat kecupan Namjoon berpindah ke rahang lalu mulai menyesap leher. Tepat di bawah telinga yang seketika meloloskan pekik merdu empunya.
"Kamu yang jadi sarapanku saja, ya?"
Seokjin menggigit bibir. Jemari Namjoon memainkan puncak dadanya sementara mulut lihai itu menyesap bertubi lehernya yang peka. Tak lupa selangkangan mereka yang diajak bergoyang di bawah sana, cakaran di lengan dan punggung itu jadi jawaban.
"Sekretaris Kim?" sapa berat sialan itu membuat Seokjin mencelat. Meloloskan pekik merdu lain. "Salahmu karena sudah membangunkanku. Wajahmu kelewat cantik untuk didiamkan tanpa sentuhan. Kamu bilang harus kembali kerja, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
.Cafuné. | NJ √
Fanfiction[BTS - NamJin] Perjalanan untuk memenuhi ambisi sekaligus pembuktian kemampuan diri, tetapi siapa sangka malah menemukan tambatan dari jalinan asmara yang nyaris tak bisa dipungkiri? . . . Desclaimer : BTS milik HYBE Labels dan diri mereka sendi...