28

7.8K 346 1
                                    

Abim diam tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Bagai patung yang tak bergerak, dia terus memusatkan pandangannya untuk Amorei dan menggenggam tangan dingin milik gadisnya. Matanya masih memancarkan emosi.

Abim memandang Amorei yang masih terlelap dengan wajah yang pucat. Abim khawatir sekali melihat keadaan Amorei tadi. Setelah dia menggendong Amorei tadi tiba-tiba hidung Amorei mengeluarkan darah. Dengan panik cowok itu membawa Amorei untuk pulang dan memanggil dokter untuk memeriksanya.

"Gino." ucap Abim dingin. Semua orang yang berada di ruangan kamar Amorei langsung menoleh menatap Abim yang sedari tadi diam.

Dani mengusap bahu sang anak. "Udah biar papa aja yang urus. Kamu jaga Rei aja." Lelaki itu tadi diajak Riska untuk melihat keadaan Amorei saat mendengar kabar.

"Maaf Abim lalai jaga Rei." Abim menatap kedua orang tua Amorei.

Gina menggeleng. "Ini kecelakaan jadi gak usah nyalahin diri sendiri." nasihat Gina.

"Semua biar papi dan papa kamu aja yang urus masalah ini. Biar dia gak bisa macam-macam lagi." ucap Rio tegas. Pria itu terlihat sangat marah melihat keadaan anaknya. Gina mengelus tangan Rio untuk menenangkan suaminya.

Amorei mengerjapkan matanya, menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Kepalanya sakit luar biasa, seperti sedang dipukul. "Abim hiks sakitt." Amorei menangis menatap Abim yang berada di sampingnya.

Abim langsung memeluk Amorei dan mengusap rambutnya menenangkan. "Apanya yang sakit?" tanya Abim khawatir.

"Kepala aku Abim sakit hiks..." ucap Amorei dengan tangisnya.

Gina yang melihat anaknya menangis dengan segera mendekat berusaha menenangkan juga. "Ke rumah sakit ya?" Gina mengusap-usap punggung Amorei.

Amorei menggeleng di pelukan Abim. "Gak mau mami." tangisnya masih belum berhenti, membuat Gina menatap Rio dengan sendu.

"Rei makan abis itu minum obat ya." ucap Rio mengecup kepala anaknya dengan sayang. Kemudian merangkul Gina agar wanita itu tidak menangis.

"Sakit banget kepalanya hikss." Amorei mendongak menatap Abim membuat cowok itu bisa melihat matanya yang merah.

"Yang mana aja yang sakit hm? Jangan buat gue khawatir terus sayang." Abim terus mengusap lembut rambut Amorei.

Amorei menggeleng pelan. Kepalanya sangat sakit membuat dia bingung ingin membalasnya.

"Rumah sakit aja ya?" tawar Gina. Amorei menoleh kearah maminya dan memeluknya dengan erat. Gina mencium kening anaknya sambil menangis.

"Gak mau mami." ucap Amorei serak.

"Rei makan dulu nih. Biar minum obat." ucap Riska. Tadi dia ke bawah membuatkan Amorei makanan. Gina meraih mangkuk yang berisi bubur itu.

"Makasih ya." ucap Gina kepada Riska.

"Iya sama-sama." balas Riska tulus.

"Gue keluar bentar ya." izin Abim mulai bangun dari duduknya.

Amorei menahan tangan Abim dan menggeleng. "Disini aja."

"Udah kamu diem aja Abim." ucap Rio menatap Abim tajam. Ia tahu bahwa Abim pasti tidak akan tinggal diam dengan hal ini walaupun dia dan Dani sudah mengurusnya.

Abim menghela nafas. "Oke, makan sana yang banyak. Gue temenin." ucap Abim. Kemudian tangannya menggenggam tangan Amorei.

"Kamu tenang aja Abim." bisik Riska saat melihat anaknya gusar. "Papa sama papinya Rei pasti gak akan diem gitu aja." lanjutnya.

Ya benar, siapa yang akan hidup tenang setelah melukai putri semata wayang keluarga itu.

...

Anna memeluk Amorei erat. Kemudian mencium pipi Amorei sekilas. "Baru aja tadi pagi kita ketawa-ketawa. Eh sekarang lo malah sakit." ucap Anna lirih.

Anna dan kedua teman Abim datang untuk melihat keadaan Amorei sehabis mereka pulang dari sekolah. Mereka tidak ikut Abim dan Amorei tadi karena ketahuan oleh guru ingin bolos.

Dan disinilah mereka sekarang.

Setelah Anna memeluk Amorei, Abim langsung mengangkat cewek itu dan membawa kepangkuannya. Tangan Abim melingkar di perut Amorei.

"Nih Rei kami bawain kue kesukaan lo." Vino memberikan Amorei kue coklat kesukaannya.

"Makasih semua." ucap Amorei senang.

"Mau makannya?" tanya Abim. Kepala cowok itu menyelip diantara leher Amorei.

Amorei mengangguk.

Abim menyuapi Amorei dengan telaten sembari mengobrol dengan mereka. Vino menjahili Amorei sampai membuatnya kesal.

Amorei menatap tajam Vino dan dengan jahil Vino menoel-noel tangan Amorei. "Vino ih nakal banget." teriak Amorei. Teriakan Amorei malah membuatnya semakin semangat menggoda cewek manja itu.

"Abimmm. Vinonya itu nakalin aku" rengek Amorei mengadu kepada Abim.

"Nakal ya?" tanya Abim yang diangguki Amorei. Abim menjitak Vino dengan keras agar Amorei puas.

"Sakit woi." eluh Vino mengusap dahinya.

Amorei tertawa dengan keras disusul Abim, Anna dan Leo. Mereka semua tertawa melihat Vino yang menderita. Sedangkan Vino tersenyum tipis melihat Amorei yang tertawa. Tidak apa dia sedikit sakit akibat jitakan dari Abim yang penting dia berhasil menghibur Amorei. Memang itu tujuan mereka menjenguk Amorei. Amorei itu sudah dianggap adik olehnya.

"Aduan lo bayi." ucap Vino.

"Iri gak ada yang belain ya." ucap Amorei.

"Abim lo belain gue dong." ucap Vino mencari pembelaan.

Abim mengecup pipi tembam milik Amorei. "Udah ah nanti Vino nangis sayang."

Menyesal. Itu yang Vino rasakan. Dia rupanya salah orang untuk diminta bantuan. Orang bucin malah disuruh belain dirinya ya mana bisa.

Mereka terus tertawa dan membuat Amorei kembali ceria.

...

Amorei mengerang kecil saat merasakan elusan di pipinya. Abim mencoba membangunkan kekasihnya karena dia harus makan malam. Ekspresi Amorei sekarang membuat Abim terkekeh.

"Bangun sayang." ucap Abim.

Amorei membuka matanya pelan. Pertama kali yang dia lihat adalah Abim yang sedang memeluknya.

"Makan dulu yok." Abim mencium kening Amorei.

Bukannya menjawab Amorei malah memeluk tubuh Abim. Abim tertawa geli melihat kelakuan Amorei. Pada akhirnya dia mengusap punggung Amorei sambil membujuk cewek itu.

Amorei menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Abim, menghirup wangi tubuh Abim yang selalu candu baginya.

"Cuci muka dulu sini biar gak ngantuk." ucap Abim. Ia menggendong Amorei ke kamar mandi, setelah itu turun ke bawah untuk makan.

"Udah baikan sayang?" tanya Gina yang duduk di ruang makan.

"Iya mami." jawab Amorei. Kemudian dia menatap semua makanan yang tersaji di meja. "Ih makanan kesukaan aku." tunjuknya.

Gina tersenyum kemudian mengambil nasi dan  lauk kesukaan Amorei. Sengaja dia memasaknya agar nafsu makan anaknya itu naik. "Makan yang banyak nih." ucap Gina. Kemudian dia menatap Abim. "Mami ambilin juga ya."

"Gak usah mami. Nanti aku ambil sendiri aja." tolaknya halus.

"Tapi harus makan ya." ucap Gina.

"Iya mih."

Rio geleng-geleng kepala saat Abim malah menyuapkan Amorei terlebih dahulu. Rio tersenyum tipis beruntung anaknya memiliki Abim.

TBC

AMOREI (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang