50

6.5K 331 2
                                    

"Rei gak suka dibohongin."

"Emang siapa yang bohongin Rei?" Tanya Gina lembut dengan senyuman yang selalu menenangkannya. Sementara Amorei tersenyum kecut saat mendengar perkataan maminya.

Amorei memalingkan wajahnya, ia tidak ingin menatap wajah maminya karena saat ini dia sangat menahan tangisnya.

"Mami sebenarnya sakit apa?" Amorei tidak tahan lagi dengan semuanya. Sudah cukup kedua orang tuanya menyembunyikannya selama ini.

Usai mengatakan itu Amorei menangis dengan kencang. Air matanya terus mengalir semakin deras. Matanya memerah karena sedari tadi menangis.

"Maksud—" Ucapan Gina terputus karena Amorei menatapnya dengan tatapan kecewa.

"Mami gak usah bohong lagi sama Rei. Mami sama papi bohongin Rei, padahal mami sama papi ngajarin Rei untuk gak pernah bohong kan. Rei emang senyusahin itu ya makanya jadi gak dianggep?" Lirih Amorei diakhir ucapnya.

"Rei ngomong apa sih sayang. Rei sama sekali gak nyusahin. Kan princess kesayangan mami sama papi. Jangan nangis dong sayang." Gina ikut menangis sambil mengusap air mata Amorei yang terus mengalir.

Amorei memeluk Gina kencang. Bahunya bergetar seiring dengan tangisnya yang semakin kencang. "Rei boleh marah gak sih?"

Mendengar keluh kesah Amorei membuat Gina semakin menangis.

"Mami mau tinggalin Rei ya?" Kalimat itu begitu menyayat baginya.

"Rei masih jadi bagian dari hidup mami juga kan?" Tanya Amorei lagi seakan tidak memberikan maminya menjawab dengan kebohongan lagi.

"Maaf ya mami selama ini Rei nyusahin. Mungkin itu salah satu hal yang bikin mami sembunyiin semuanya sama Rei. Sekarang jujur semuanya sama Rei, kita berobat ya mami ke rumah sakit."

Gina menangis tanpa suara sambil memeluk Amorei erat. Mendengar semua yang Amorei katakan membuatnya merasa semakin bersalah. Sekarang percuma untuk menyangkal dan berbohong lagi kepada putrinya.

Amorei merasa tubuhnya lemas setelah mengetahui semuanya. "Maaf mami."

Wanita yang memeluknya itu menggeleng dengan cepat untuk membalasnya. "Mami yang minta maaf." Gina memejamkan matanya sesaat. Saat membuka matanya kembali, tatapannya bertabrakan dengan tatapan Rio yang berada di ambang pintu.

"Princess papi kok nangis?" Rio mendekat. Mencoba memeluk Amorei juga tapi yang dia dapatkan malah penolakan secara halus.

Bibir Amorei bergetar berusaha meredakan tangisnya. Amorei melepaskan pelukan dari tubuh maminya. Gadis itu menatap Rio sayu.

Segara saja Rio memaksa Amorei untuk terus menatapnya. "Maafin papi princess." Rio sudah tidak sanggup menahan semuanya. Keluarga kecilnya tidak boleh penuh dengan tangis seperti ini.

"Kita berdua terus dukung mami ya." Semangat Rio dengan mata yang berkaca-kaca. "Kita berdua bakal dukung kamu terus sayang. Jangan sedih ya." Kali ini Rio menatap Gina dengan tatapan penuh cinta.

"Sayang papi sama mami." Amorei memeluk kedua orang tuanya bersama-sama. Sekuat tenaga dia menahan agar tidak menangis lagi.

Rio dan Gina memandang sesaat. "Sayang Rei lebih." Ucap mereka berdua bersama.

Mereka bertiga tertawa dengan sisa-sisa kesedihan yang masih melekat.

Amorei tersenyum sendu. Harapannya sekarang hanya agar papi dan maminya selalu bahagia bersama.

.....

Keluar dari kamar papi dan maminya, kini Amorei duduk merenung di depan rumahnya. Baru-baru ini dia sering merasa cemas. Matanya menyusuri halaman rumahnya yang tampak sepi.

"Bum Bum!"

Amorei berteriak. Melambaikan tangannya semangat saat menemukan anak lelaki yang baru keluar dari rumah yang berada di sampingnya.

"Kak Rei!" Balas Bumi meloncat-loncatkan badannya.

Amorei berdiri dari duduknya. "Papi, mami Rei main tempat Bumi dulu ya." Pamit Amorei pelan. Entah cewek itu pamit kepada siapa karena dia hanya berbicara di depan pintu rumahnya. Yang kemungkinan besar sangat tidak mungkin Rio dan Gina mendengar suaranya yang sangat pelan.

Amorei berlari keluar dan meminta izin dibukakan pagar kepada satpam yang berjaga dirumahnya. Amorei berjalan beberapa langkah menuju rumah Bumi. Dia menunggu Bumi yang sedang berusaha membuka gerbang rumahnya sendiri.

"Cepet dong Bum. Panas nih." Amorei kesal melihat Bumi yang lelet. Apalagi anak itu sedang memakai baju yang terbalik.

"Bantuin dong." Bumi masih berusaha.

"Oma lo kemana emang?"

"Oma tidur."

Pasrah menunggu Bumi yang sangat lama. Amorei meminta tolong satpam rumahnya untuk membantu membukakan gerbang rumah Bumi.

"Makasih mang Ujang."

"Sama-sama non."

Bumi menggandeng tangan Amorei untuk masuk ke rumahnya. Amorei memerhatikan beberapa foto yang terpajang di dalam sana.

"Itu papa sama mama lo ya, Bum?" Tanya Amorei menunjuk satu foto yang berukuran besar.

Bumi membalasnya dengan polos. "Kata oma iya."

"Kok katanya sih."

"Soalnya Bumi gak inget wajahnya pas kecil. Bumi lupa kayak mana, tapi dulu kata oma Bumi pernah bareng kok sama papa dan mama."

"Emang sekarang mereka kemana?" Tanya Amorei pelan.

Bumi menatap Amorei yang lebih tinggi darinya. "Kata oma, papa sana mama udah di surga duluan. Jadi Bumi udah gak bisa ketemu deh." Ucap Bumi santai. Tapi tatapan Bumi tidak bisa berbohong bahwa dia sedang sedih.

"Bum." Lirih Amorei.

"Kadang Bumi sedih sih. Tapi kata oma, papa sama mama bahagia disana. Jadi Bumi harus bahagia juga."

"Jangan sedih. Maaf Bum." Amorei memeluk Bumi.

"Kok minta maaf. Kata oma, minta maaf itu kalo kita salah. Kan kakak cantik gak salah. Bumi senang tau pas liat kak Rei sama papi dan maminya kakak barengan. Bumi jadi bayangin itu Bumi sama papa dengan mama." Amorei bertambah sedih mendengarnya. Rupanya bocah didepannya ini sangat kuat melebihinya, jauh.

"Ajarin gue kuat kayak lo juga dong, Bum."

TBC

AMOREI (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang