59

6.1K 351 22
                                    

"Emangnya Rei nakal ya makanya mami pergi?"

"No..." Abim menggeleng. "Mami pergi tuh karena takdir."

Amorei menangis pelan. "Tapi Rei butuh mami."

Cara apalagi yang harus Abim lakukan untuk menenangkan Amorei. Abim tahu bahwa Amorei tidak mungkin secepat itu ikhlas atas kepergian maminya. Tapi cewek itu juga tidak boleh terus larut dalam kesedihannya.

"Mami masih ada di deket lo terus sayang." Ucap Abim sambil menyelipkan rambut Amorei ke telinganya. "Kalo kayak gini mami pasti sedih banget liat lo."

"Mau mami Abim." Amorei berkata disertai tangisan. "Rei mau mami hiks..."

"Gue ngerti, bayi. Tapi lo mau nangis bagaimanapun mami gak bakal balik Rei." Abim menahan rasa kesalnya sedikit saat Amorei tidak bisa mementingkan dirinya sendiri. Saat ini saja Amorei sedang demam tinggi. Dari bangun tidur dia langsung menangis kembali.

"Rei sedih, Abim."

"Semua sedih Rei. Gue juga sedih. Bahkan papi sedih banget tapi dia gak mau nunjukinnya takut lo tambah sedih." Jelas Abim.

Amorei menatap Abim dalam diam, kemudian menundukkan kepalanya. Bahunya bergetar seiring tangisnya yang terdengar.

Abim menarik Amorei kepelukannya. Ia mengelus kepala Amorei dengan sayang. "Semuanya pasti udah jadi yang terbaik Rei. Ini semua pasti yang terbaik."

Perkataan Abim membuat Amorei semakin bersedih. "Rei gak bisa."

"Lo bisa." Kekeh Abim menguatkan Amorei.

"Coba sekarang lo fikir sisi positifnya, mami pergi udah kehendak Tuhan. Pasti Tuhan tau apa yang paling terbaik buat mami. Mungkin dengan kepergian mami, mami jadi gak merasakan sakit lagi. Dan pasti disana mami berharap lo bisa menjalani hari lo lebih baik lagi walau gak ada mami disini." Lanjut Abim.

Amorei bungkam. Otaknya mencoba mencerna perkataan Abim. Semua yang dikatakan Abim adalah kebenaran. Tapi mengapa dia masih belum bisa ikhlas. Dia masih sangat butuh maminya.

Tangis Amorei perlahan mereda, dia masih terdiam didalam dekapan Abim. Amorei memejamkan matanya saat pusing kembali melandanya.

"Rei." Panggil Abim lembut saat merasa tubuh Amorei melemah di dekapannya. "Sayang." Panggil Abim kembali khwatir. Cowok itu langsung merebahkan tubuh Amorei dikasur.

Abim mengoleskan minyak telon pada Amorei. "Hey sayang."

"Pusing Abim."

"Iya istirahat aja ya, tadi kan udah minum obat."

"Jangan pergi." Amorei mengeratkan genggamannya pada tangan kekar Abim.

Abim menangguk. "Gue disini."

Amorei memejamkan matanya berharap pusing yang melandanya segera menghilang.

Sambil terus menggenggam tangan Amorei, Abim mengetikkan sesuatu pada hpnya. Abim kembali memasukkan ponselnya ke saku saat sudah selesai.

"Gue khawatir jangan gini." Tutur Abim.

Amorei menghapus air matanya saat tidak sengaja melihat foto di dinding yang berisi Rio, Gina dan Amorei.

"Mami Rei gak bisa." Amorei berujar sangat lirih.

.....

Tepat pada pukul sembilan malam, beberapa orang mulai berpamitan pulang setelah mendoakan Gina. Banyak sekali yang datang dan tidak akan melewatkan acara itu untuk menghargai dan ingin mendoakan Gina bersama.

Semasa Gina hidup selalu berlaku baik terhadap semuanya. Gina meninggalkan kenangan yang sangat berbekas untuk semuanya. Kebaikannya tidak akan pernah dilupakan oleh siapa pun.

Sekarang hanya tersisa kerabat terdekat kembali. Karin terlihat merangkul Amorei dan mengelus rambut keponakannya itu dengan sayang. Karin menatap Amorei sendu, jika boleh Amorei ingin sekali dia bawa ke rumahnya. Tapi dia tidak boleh egois pada Rio. Pria itu sekarang hanya memiliki Amorei didekatnya.

Dari Amorei kecil, Karin selalu senang berdekatan dengannya. Bahkan hampir setiap hari datang hanya untuk bermain dengan gadis itu. Maka dari itu dia selalu menganggap Amorei adalah putrinya juga.

"Masih ada tante sayang." Ucap Karin.

Amorei menangguk samar. Amorei melihat papinya yang sedang memperhatikannya. Dia memberikan senyuman kecil untuk papinya. Rio yang melihat itu langsung membalasnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Rio segera mendekat ingin memeluk Amorei. Dengan peka Karin melepaskan rangkulannya membuat Amorei langsung memeluk papinya erat. "Jangan tinggalin papi ya." Lirih Rio.

Amorei mengiyakan. "Papi juga jangan tinggalin Rei."

"Promise." Rio mencium puncak kepala Amorei sambil meneteskan air mata.

Amorei dan Rio sama-sana menangis dalam diam. Keduanya seolah menyalurkan kesedihannya masing-masing.

"Sekarang gak ada yang masakin Rei makanan kesukaan Rei lagi." Ucap Amorei menangis. "Nanti gak ada yang nyambut Rei kalo habis pulang sekolah."

Rio meneteskan air matanya sesak. Pria itu mengusap sudut matanya yang terus menerus menitikkan air mata.

"Papi bisa jadi mami." Ujar Rio melepaskan pelukannya dan beralih menegang pundak Amorei.

Amorei menatap dalam papinya. "Gak perlu papi. Nanti Rei juga bakal terbiasa."

"Ya, Rei dan papi harus mulai terbiasa sekarang."

Amorei menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyuman. "Rei sayang papi."

"Papi lebih sayang Rei." Balas Rio.

"Kakak cantik." Teriak Bumi berlari kearah keduanya. Bocah laki-laki itu memberikan Amorei pelukan saat Amore berjongkok menyambutnya.

Bumi memeluk Amorei erat dan memberikan senyuman pada Rio yang menatapnya dari arah belakang tubuh Amorei. Rio mengusap puncak kepala bocah itu pelan.

"Oma mana, Bum?" Tanya Rio.

"Didepan Om." Jawab Bumi sambil mengusap rambut Amorei pelan. Bocah itu seakan ingin menenangkan Amorei.

Bumi melepaskan pelukannya saat Rio sudah pergi dari sana. Tangan kecil Bumi menangkup wajah Amorei yang menatapnya sendu. "Bumi udah tau semuanya, soalnya Bumi diceritain Oma."

Amorei terdiam menunggu kelanjutan ucapan bocah itu.

Terlihat Bumi sedikit ragu mengatakannya. Bumi mengusap bawah mata Amore pelan. "Jangan nangis kakak cantik. Disana pasti tante Gina lagi main bareng bidadari. Jangan-jangan tante Gina juga lagi ketemu sama papa dan mama Bumi."

"Tante Gina pasti udah di surga. Lagi jadi bidadari sambil liatin kakak cantik yang daritadi nangis terus." Hibur Bumi.

Bibir Amorei terdiam kelu. "Mami seneng ya disana?"

Bumi menangguk. "Pasti tante Gina seneng kalo kakak seneng. Kalo kakak sedih nanti tante Gina ikutan sedih juga."

Sekarang tampak berbalik. Amorei bagaikan anak kecil yang sedang mengadu dan Bumi sudah terlibat sebagai orang dewasa yang menenangkannya.

"Tapi Rei mau deket mami terus."

Bumi menarik tangan Amorei untuk menaruh dibagian tepat hati Amorei berada. "Mami kakak kan selalu disini. Jangan takut."

TBC

AMOREI (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang