Empat Puluh : Tentang Kehilangan

2.7K 232 95
                                    

BISMILLAH...

HAII SEMUANYAAA...

BETRAND ANNETH IS BACK! <3

AKU KANGEN BANGEEETTT HEYYY, YANG BIASANYA UPDATE SEMINGGU SEKALI JADI SEBULAN SEKALI HUAAAAAA :'( GAPAPA YAAA? MAKLUMIN AJA KARENA EMANG REAL LIFE AKU SEDANG SANGAT-SANGAT MENYIBUKKAN :)

SEMOGA KALIAN SEMUA SELALU SEHAT, DAN SELALU JAGA KESEHATAN YAA SEMUANYA! MAKASIH UDAH SUPPORT CERITA INI, YANG SELALU NGIRIM SEMANGAT LEWAT DM VIAA WATTPAD. MAKASIH BANYAK BANYAK BANGET :*

"DISCLAIMER KHUSUS UNTUK PART INI : TIDAK ADA MOMEN BETRAND ANNETH"

SEMOGA TETAP MENIKMATI CERITA INI YAA TEMAN-TEMAN :3

HAPPY READING <3

***

Now Playing :
Agnes Monica - Tanpa kekasihku

"Thalia itu kebiasaan deh, kalau naroh jepit rambut itu selalu aja sembarangan. Padahal kan udah ada tempatnya sendiri. Ntar giliran hilang aja nanya nya pasti ke bunda." Sarwendah geleng-geleng kepala mendapati keteledoran Thalia dalam menyimpan barang. Dengan rapi Sarwendah menyusun jepitan rambut milik Thalia. Anaknya itu meskipun sudah mau SMA tetap aja masih suka pake jepitan rambut.

"Eh? Apa nih?" Sarwendah merasakan tangannya menyentuh sesuatu dari sela-sela ruang kotak jepitan rambut. Wanita itu menarik benda itu, sebuah amplop berwarna putih polos.

"Surat apa nih? Kok cici gak pernah kasih ke aku ya?" Tanya Sarwendah bingung seraya membolak-balikkan amplop putih itu.

"Anak-anak gue gak pernah bermasalah, jadi gak mungkin ini surat pemanggilan orang tua." Pikir Sarwendah. Akhirnya wanita itu membuka amplop putih itu, penasaran sekali apa isinya sampai-sampai Thalia menyembunyikannya dengan begitu rapi. Surat cinta kah?

Bukan..

Ini bukan surat pemanggilan orang tua..

Ataupun surat cinta seperti pemikiran Sarwendah..

Ini adalah..

Surat bukti hasil tes DNA !

Tubuh Sarwendah seketika menegang membaca tiap-tiap kalimat dalam surat pada genggamannya. Tubuhnya bergetar, apalagi ketika membaca kesimpulan yang menyatakan kalau Betrand bukanlah anak kandungnya.

Sarwendah kembali merasakan dunianya serasa runtuh, hatinya terluka ketika kembali dihadapkan kenyataaan.

Tiba-tiba surat dalam genggaman Sarwendah direbut oleh Thalia yang entah sejak kapan berada di depannya.

"Bu..nda.. ngapain di kamar cici?" Thalia bertanya dengan nada bergetar, apalagi ketika melihat sang bunda memegang surat hasil DNA.

Sarwendah mengusap air matanya, wanita itu menarik nafasnya dalam-dalam kemudian berdiri.

"Cici yang ngelakuin tes DNA itu?" Tanya Sarwendah, nada bicaranya bergetar menahan isak tangis nya.

Thalia diam.

Sarwendah mencengkram kedua bahu putrinya, "JAWAB BUNDA CII! CICI YANG UDAH NGELAKUIN INI SEMUA? IYA?" Seru Sarwendah seraya mengguncangkan tubuh Thalia. Thalia memalingkan wajahnya, kedua matanya tak bisa lagi menyembunyikan air matanya.

"Cici.. jawab bunda.." Lirih Sarwendah, Thalia menguatkan hatinya. Memang dia yang melakukan ini semua, apalagi yang bisa ia jadikan alasan?

"Iya bunda.. cici yang udah ngelakuin ini. Diam-diam cici ambil rambut ayah, bunda dan Onyo."
Cengkraman tangan Sarwendah pada bahu Thalia merosot. Wanita itu begitu terpukul mendengar pernyataan Thalia.

NyamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang