KEZAN | [4]

4.7K 272 25
                                    











Masih setia nunggu cerita ini?










Terima Kasih! ^^










Siapa yang udah vote?!










"Anak-anak, bapak mau memberikan pengumuman." Sontak siswa siswi yang ribut sedari tadi menjadi diam. "Besok sekolah libur satu hari karena ada rapat antar semua guru di sekolah ini," ucap pak Arsa setelah memasuki kelas mereka.

Banyak teriakan dan sorakan gembira dari para siswa siswi di sini seketika setelah mendengar ucapan pak Arsa yang membuat kelas mereka langsung kegaduhan. Entahlah, kenapa isinya anak IPA-1 pada seperti ini? Maksudnya bukan tipe kelas yang kalem dan adem. Malah kelas mereka juga sama gaduhnya seperti kelas yang lainnya.

"Jeanetta Adysta," panggil pak Arsa.

"Iya pak?" tanya Jea bingung.

"Tolong ke ruangan saya sebentar," ucap pak Arsa setelah memberikan pengumuman tersebut.

****

Jea sudah berada di depan ruang guru. Dengan ragu, dia perlahan membuka pintu tersebut. Dia segera berjalan menuju ruang meja pak Arsa di sisi kanan. "Ada apa ya Pak?" ucap Jea sopan.

"Kamu adalah murid dengan NEM tertinggi di sekolah ini, jadi bapak boleh minta tolong kan?"

Jea tidak berfikiran yang aneh kala itu, dia lantas mengangguk. "Iya pak, boleh, ada apa ya pak?"

"Bapak minta tolong supaya kamu mau membantu Kezan dalam meningkatkan nilai akademiknya," ujar pak Arsa bersungguh-sungguh.

"Maaf Pak, tetapi apa bapak boleh minta dengan murid yang lain saja pak?"

"Lho, tadi katanya kamu mau membantu bapak?" ucap pak Arsa.

"Saya dijebak nih pak?"

Pak Arsa terkekeh kecil. "Bapak nggak jebak. Kamu tahu ayahnya Kezan?" Jea menunjukkan raut wajah mengerti. "Nah, dia sudah menanggung jawaban ini ke kamu, padahal imbalannya setelah tamat SMA, kamu mendapat beasiswa full di Universitas Indonesia," ucap pak Arsa.

Jea awalnya benar-benar menolak karena mana ada waktu untuk mengurusi cowok nakal ini, bisa-bisa dia yang setres duluan. Tetapi, setelah mendengar ucapan pak Arsa yang terakhir, membuat Jea tak bisa menolak tawaran yang menurutnya mewah itu.

Jea tersenyum manis. "Saya mau kok pak bantuin Kezan buat menaikkan nilai akademiknya."

"Ajarkan Kezan dengan baik, untuk semester kali ini jika nilai Kezan buruk, kamu yang akan disalahkan Jea," ucap pak Arsa memperingati.

"Iya pak, saya pasti akan berusaha semaksimal mungkin. Terima kasih pak," ucap Jea kemudian berjalan keluar dari ruang guru.

Langkah Jea sekarang menuju kantin tempat Kezan berada di sana. Dia yakin seratus persen.

Benar kan apa yang Jea katakan. Kezan memang berada di sana. Tak ingin berlama-lama berdesak desakkan, dia berjalan cepat menuju tempat duduk paling pojok di sebelah kanan. Selain terdapat Kezan, juga terdapat ke empat temannya yang Jea tidak tahu namanya siapa.

Jea menunjuk wajah Kezan. "Kamu udah tahu kan mulai sekarang aku yang akan mengajarimu memahami pembelajaran?"

"Gue tahu," ujarnya.

"Jadi ... besok setelah kita mampir dulu ke perpustakaan umum buat belajar, oke?" ucap Jea sabar.

"Gue nggak mau," ucap Kezan, berlalu pergi meninggalkan Jea yang melotot tajam ke arah Kezan.

"Baru aja mulai, udah bikin aku setres!"

****

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu, siswa siswi di kelasnya sudah beranjak pergi, menyisakan Jea dan Kezan di kelas ini.

"Cepat bangunlah," ucap Jea kesal.

"Lima menit lagi," ucap Kezan yang masih memejamkan matanya.

"Ya ampun Kezan!" Alhasil Jea meneriakinya agar Kezan terbangun.

"Bisa diem nggak?" ujar lelaki itu, sangat kasar.

"Ayo ke perpustakaan!" pekik Jea.

Kezan langsung berdiri, menenteng tasnya dan beranjak keluar kelas, meninggalkan Jea sendirian dan membuat perempuan itu kesal setengah mati dengan tingkah Kezan.

Mereka sudah berada di perpustakaan sejak dua jam yang lalu.

"Cepat ulangi lagi apa yang aku ajarkan padamu barusan," titah Jea dengan menyiapkan selembar kertas double folio dengan satu pulpen ke hadapan Kezan.

"Gue nggak ngerti," ujarnya santai.

"Ya ampun Kezan, kita udah ngulangin materi ini sampai tiga kali lho? Masa masih belum paham?"

"Gue. Nggak. Ngerti," ulangnya, penuh penekanan.

"Kamu niat belajar nggak, sih?!" seru Jea kesal.

"Nggak."

"Ya sudah pergi sana!" usir Jea.

Kezan beranjak dari duduknya lalu mengambil tas dan berjalan keluar perpustakaan.

Jea melotot tajam ke arah Kezan. "Kamu beneran mau pergi?!" Kezan tak menjawabnya, tetap berjalan menuju pintu perpustakaan. "Kezan! Duduk nggak?!" sengit Jea.

"Baik, asal lo nggak usah marah-marah," ucap Kezan tajam.

"Oke. Fine!" seru Jea menghentakkan kakinya menuju perpustakaan.

"Jadi belajar atau tidak?" desak Kezan setelah mereka berdua kembali duduk di kursi belajar ruang perpustakaan.

Jea ingin sekali memukul Kezan. Tapi dia urungkan, takut jika Kezan akan pergi lagi seperti tadi dan berakhir nilai akademiknya tidak membaik, dia jadi tidak akan bisa mendapat beasiswa di universitas favoritnya. Dengan terpaksa, Jea berusaha memendam amarahnya. "Pelajari ini lagi, kali ini sungguh-sungguh, ya," ucap Jea yang menyodorkan buku paket matematika itu di hadapan Kezan.














Scene tambahan.

Hari ini adalah hari pembersihan kelas wajib yang di adakan dua Minggu sekali. Jadi, semua murid di kelas wajib ikut serta membersihkan kelasnya karena akan ada nilai pembersihan kelas dari guru atau kadang anak OSIS itu sendiri.

Ketua kelas yang sedang mengkoordinasi satu satu murid yang ditugaskan dalam hal apapun, misalnya dua orang disuruh menyapu, tiga orang di suruh mengepel, dan lima orang di tugaskan untuk membersihkan tiap tiap ventilasi atau jendela kelas.

"Dan Jea ... bisa tolong hapusin papan tulis itu kan? Nyampe nggak?" ucap Afri, ketua kelas IPA-1.

Kok denger dua kata terakhirnya agak mencelos dikit ya? Aku kan nggak sependek itu kali buat di bilang 'nyampe nggak?'

"Nyampe kok!" ucap Jea antusias lalu segera mengambil penghapus papan tulis di meja guru yang terdapat di pojok kiri.

Jea segera menghapus papan tulis yang besar itu, lalu dia loncat-loncat kecil karena papan tulis itu yang menurutnya tinggi dan dia tidak bisa menggapainya. Jea menghela nafas kencang, lalu wajahnya kembali senang saat ia menemukan ide, segera dia mengambil satu kursi di salah satu meja lalu ia menaiki kursi tersebut.

Kursi ini sedikit bergoyang kala dia menggerakkan tangan kanannya untuk menghapus tulisan-tulisan dari spidol hitam bermerk snowman. Saat hendak turun, Jea lantas terpeleset dengan penghapus yang ia hempaskan ke atas. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain memejamkan matanya, entah bagaimana dia akan di tertawakan nanti karena terjatuh ke lantai yang begitu keras.

'Lho, kok nggak sakit?'

Jea membuka matanya perlahan, saat merasakan tubuhnya tidak merasakan sakit dan mendengar sorakan yang begitu keras menggema di kelasnya.

Jea tersentak kaget saat melihat Kezan—ternyata kini tengah menggendongnya ala bridal style.

KEZAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang