KEZAN | [5]

4.3K 238 14
                                    












Absen dulu yok💜💜💜












Warna kesukaan kalian apa? Komen dong. Kalau author sendiri sih, pink peach kayak Alen, xixi.












Selamat membaca!💜












"Lo pada tau nggak minuman kesukaan Rakana Wijayanta itu apa?" tanya Alen, serius.

"Cowok mana lagi sih itu," ujar Jea, jengah.

"Di kata gue playgirl apa gonta-ganti cowok!" Alen mendengus.

"Lho, yang kemarin kamu ceritain itu siapa coba? Yang bantuin kamu bawa buku banyak-banyak itu," tanya Jea.

"Itu Rakan, Jeaaa," sahutnya kesal.

"Rakan ... ?" Vika tengah menimang. " "Ketua OSIS?"

Alen menjentikkan jarinya. "Iya!"

"Kamu beneran suka ... Rakan?" Jea memastikan.

"Nggak ada alasan buat gue nggak suka sama dia kan?" jawabnya.

"Emang Rakan suka sama lo?" ucap Vika yang di setiap katanya mengandung unsur tertawa.

"Ya pasti dong, kan kemarin aja dia bantuin gue bawa buku setumpuk," jawab Alena dengan sangat percaya diri.

"Baru segitu aja belum ada apa-apanya." Vika berucap malas. "Tapi kita-kita dukung aja, sih. Apapun keputusan lo. Kalau lo sakit hati kita tinggal party!" seru Vika.

****

Ini pertemuan yang ke 4 kalinya, juga sudah ke berapa kalinya Jea setres dengan sifat ngeselin Kezan yang selalu membolos sekolah membuat Jea harus mencarinya dan menghentikan aksi membolosnya itu. Sangat susah di atur deh pokoknya.

Jea mencekal pergelangan tangan Kezan yang hendak keluar kelas. "Kamu mau kemana?! Ayo ke perpustakaan!" ucap Jea kesal.

Kezan menyentak tangan Jea. "Gue mau pulang, besok aja bisa kan."

Jea menggeleng cepat. "Nggak. Nggak bisa. Harus hari ini." Jea langsung menarik kuat tangan Kezan dan membawanya menuju ke perpustakaan.

Kezan berdecak, lalu melepaskan tangan Jea yang dengan beraninya menyentuhnya. "Gue bisa jalan sendiri."

Jea menatap kesal Kezan yang sudah berjalan duluan dihadapannya, dengan hati yang dongkol ia menghentakkan kaki berusaha menjajarkan dirinya dengan langkah Kezan yang terkesan cepat dan lebar.

"Kezan, kamu bisa nggak sih jangan cepat-cepat jalannya!" ucap Jea yang berlari kecil mengejar Caka didepannya.

"Lo nya aja yang lambat," ucap Kezan datar tanpa menoleh ke arah Jea di belakangnya.

Jea menatap Kezan dengan emosi yang sudah memuncak. Ingin ia segera mengejar langkah Kezan dan memukul tubuhnya sekuat tenaganya, tetapi tentu dia tidak lakukan. Yang ada dia yang akan kena

Kezan membuka pintu perpustakaan dan segera menyusuri rak buku pelajaran tersebut seperti mencari sesuatu.

"Mau belajar apa kali ini?" ucap Kezan saat dirasanya Jea sudah masuk ke perpustakaan.

"Hari ini kamu belajar Sejarah. kamu itu bodoh banget deh di mapel ini. Sejarah Indonesia aja nggak tahu! Padahal mudah banget kalau kamu baca-baca atau hanya sekedar nonton film tentang Sejarah gitu," omel Jea.

Jea menatap Kezan yang masih sibuk menyusuri lorong rak buku di perpustakaan, lalu Jea berdecak pelan. "Kamu dengerin aku nggak, sih?"

"Dengar," ucap Kezan datar.

Jea menghela nafas pasrah. Akhirnya dia memilih untuk mengambil buku penjelasan sejarah tentang G30S PKI, dengan buku tebal berhalaman lima ratus lebih, juga terdapat penjelasan mengenai sejarah lainnya.

Netra Jea berbinar saat buku sejarah itu dia temukan di rak paling atas. Jea langsung menjinjit dan berusaha meraih buku sejarah tersebut, tetapi dia tidak bisa menggapainya membuatnya menoleh ke arah Kezan dan tersenyum hangat. "Kezan, bisa tolong ambilin buku di atas ini nggak?" pinta Jea dengan nada yang 'terpaksa' melembut.

"Punya tangan kan lo?" ucap Kezan tanpa menoleh sedikit pun.

"Tapi itu di rak paling atas, tinggi banget, aku nggak nyampe!" ucap Jea mengeluh.

"Ambil sendiri, jangan manja," ucap Kezan sinis.

"Cuma minta tolong doang kok! Kalau nggak mau ya udah!" marahnya.

Lalu Jea melirik ke kanan dan ke kiri berusaha mencari kursi untuk membantunya naik, dan dapat! Ia menemukan kursi kayu berwarna coklat tua itu di pojok kanan belakang. Dengan cepat ia mengambil kursi tersebut dan meletakkannya tepat di mana arah buku sejarah itu berada.

Jea perlahan naik dan berjinjit sedikit untuk bisa mencapai buku sejarah tebal itu. Tetapi belum sempat mengambil tiba-tiba kursinya bergerak tak seimbang membuat Jea terpekik kaget dan kaki kanannya sudah terlepas dari kursi membuat ia segera memejamkan matanya sudah pasrah apa yang akan di dapatkannya kemudian.

Sebentar? Kenapa dia masih belum merasakan sakit juga? Apakah dia sudah berada di surga?

Jea membuka matanya perlahan dan tersentak saat melihat Kezan yang ternyata sedang menggendong Jea dan menyelamatkannya dari rasa sakit yang hampir saja tertimpa pada dirinya. Jantungnya tiba-tiha mulai berdegup cepat saat tatapan matanya pada mata tajam Kezan bertahan begitu lama.

"Lo bisa nggak sih nggak usah ngerepotin orang mulu? Jatuh terus kerjaannya," ucapnya ketus, memecahkan keheningan yang begitu lama.

Jea menatap kesal Kezan, setelah ucapannya barusan membuat ia tak akan pernah berdetak cepat lagi saat di hadapan manusia ini. "Kan ini juga gara-gara kamu nggak mau ngambil nih buku!"

Kezan berdecak lalu segera menjatuhkan Jea begitu saja yang berada di tangannya. Jea yang langsung dijatuhkan begitu saja oleh Kezan langsung merintih kesakitan dan mengumpati Kezan dengan suara yang keras, beruntung tidak ada orang selain mereka berdua di perpustakaan.

"Kamu niat nolongin nggak, sih?!" teriak Jea kesal.

Kezan mengulurkan tangan kanannya di hadapan Jea. "Gitu aja sakit," remehnya.

Jea menatap ragu tangan tersebut, tetapi kemudian dia mengambil uluran tangan Kezan untuk membantunya berdiri, tapi sebelum itu, Kezan kembali melepaskan tangan Jea yang hendak berdiri membuat Jea kembali terduduk dan merintih kesakitan.

Jea menatap Kezan dengan emosi yang sudah memuncak. "Kamu itu bangsat banget tau nggak!" teriak Jea dengan mengumpat keceplosan dan raut wajah yang sangat kesal.

"Gue tahu," ucap Kezan lalu berbalik dan kembali duduk di kursinya dan membuka halaman halaman buku paket tersebut, meninggalkan Jea yang masih mengumpatinya.

KEZAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang