KEZAN | [11]

3K 190 7
                                    













Jangan lupa vote dan coment biar author semangat buat nulis!















Terimakasih. Selamat membaca!💜












"Makanannya tiba!" Alen tiba dengan membawa makanan yang Vika dan Jea pesan, tapi kok-banyak sekali gitu lho?!

Vika tertegun. "Alen?"

"Kenapa, sih?" ucap Alen tanpa menoleh, masih fokus menaruh semua makanan ke meja.

"Lo yang pesan makanan sebanyak ini?" ucap Vika yang melihat Alen menaruh makanan makanan itu ke meja.

"Ya terus siapa lagi dong kalau bukan gue? Gue pesan seafood, mie ayam, sandwich, kentang goreng, ayam goreng, burger, spaghetti, dan hot dog!" serunya senang.

Vika memutar bola matanya. dia lupa bahwa Alen memang sangat suka makan. Tapi kok, aneh gitu ya Alen tetap kurus padahal tiap menit selalu makan.

Alena dan Vika terdiam. Jea yang sibuk menyantap nasi gorengnya pun terheran dan melihat mereka secara bergantian. "Kalian main patung-patungan, ya?" lalu dua orang itu hanya berisyarat melalui kedua bola mata mereka yang menunjuk kearah sampingnya, karena di rasa oksigen tempatnya berada semakin menipis, Jea pun menoleh dan dia terlonjak kaget, karena di sampingnya terdapat lelaki itu,

Kezan.

"Kenapa disini?!" ucap Jea yang masih membatu. Untuk apa cowok itu kemari?

"Kata lo jam istirahat kita belajar kan? Lo pikun?" jawabnya.

Jea lupa dengan hal itu, Jea mengatakan bahwa jam istirahat harus ke perpustakaan untuk belajar karena ia ingin ke perpustakaan sekalian mengajari Kezan belajar agar tidak bodoh-bodoh amat. Tapi tumben sekali Kezan rajin sampai menghampirinya, bisa saja kan Kezan berpura-pura tidak mengingat hal yang dia katakan tadi pagi.

"Baiklah," ucap Jea segera berdiri.

Kezan menarik tangan Jea untuk duduk kembali. "Habiskan makan lo dulu."

Jea mengangguk dan kembali duduk dengan segera menyantap Nasi goreng karena dia memang lapar.

"Kami duluan ya, bye! ucap Alen yang menarik lengan Vika dan segera berdiri dan berjalan pergi.

"Kita enggak mau ganggu kalian!" Vika berdadah-dadah dengan satu tangan yang sedang Alen geret pergi.

Jea mendongkol dalam hati. Kenapa mereka tega meninggalkannya disini, semeja makan berdua dengan Kezan Alen dan Vika sialan!

Jea sudah selesai menghabiskan nasi gorengnya, lalu meminum es apel untuk sentuhan terakhirnya. Selesai, dia telah kenyang sekarang. "Sudah, ayo!" semangat Jea kepada Kezan yang masih setia menunggunya.

Kezan berdecak. "Lo nggak bisa makan dengan benar ya?" ucap Kezan memajukan tangan kanannya ke arah Jea. Sontak Jea tertegun, karena Kezan membersihkan sisa makanan di dekat bibirnya dengan tangan kanan Kezan.

Bukankah jantung Jea benar-benar dalam bahaya kali ini?

Setelah menyadari apa yang sedang dia lakukan sekarang, Kezan berhenti, dan dengan cepat menarik tangannya dari wajah Jea. "Cepatlah, gue enggak mau buang-buang waktu berharga gue buat nunggu lo makan kayak siput."

Jea mendelik. "Bentar lagi juga selesai kok! sensi amat jadi cowok."








Bentar-bentar. Ada scene tambahan lagi buat kalian!

"Kezan, kamu kenapa? Sini, aku obati lukanya." Hana menggenggam pergelangan tangan Kezan. Lalu berusaha memegang luka Kezan untuk mengobatinya.

"Lepas." Kezan menyentakkan pergelangan tangan Hana yang memegangnya.

Refleks Jea mencari sumber suara itu. "Kezan?" gumamnya yang melihat Kezan memasuki kelas dengan wajah yang sudah tak karuan itu, dan disampingnya ada Hana?

"Kezan, tapi lukamu itu—" Hana masih berusaha menghadang Kezan dengan berjalan cepat ke arah depannya. Kezan menatap ke arah Hana, sekilas tapi tajam, dan cukup membuat Hana tersentak lalu segera minggir dari hadapan Kezan.

Kezan berjalan menuju meja. Membuat seisi kelas menatap Kezan dengan pandangan yang berbeda beda.

Jea melepaskan kacamata bulatnya, beranjak dari aktivitasnya yang tengah membaca buku Sejarah. Segera ia berlari menghampiri Kezan, tak perduli dengan Kezan yang akan menatapnya lebih tajam lagi, atau seisi kelas yang menatapnya sinis. Sekarang yang terpenting adalah luka di kening Kezan yang tergores hingga berdarah sampai terkena seragamnya dan luka ditangannya.

Jea melirik Kezan sebentar yang juga menatapnya balik. Segera ia memegang pergelangan tangan Kezan dan menariknya. "Ayo," ucap Jea.

"Kemana?" tanya Kezan yang masih diam ditempat. Tidak bergerak sedikit pun. Tentu saja, bagaimana Jea bisa menariknya dengan tubuhnya yang kecil ini?

Sebentar, tapi anehnya Kezan tidak menyentakkan tangan Jea seperti Hana. Masih tetap membiarkan Jea memegang lengannya. Aneh saja kan?

"Ayo, cepatlah, kita ke UKS," ucap Jea memberi penjelasan.

"Nggak perlu," katanya dengan nada yang seperti biasa, datar.

"Kamu terluka ... dan itu harus di obati," ucap Jea penuh penekanan.

"Ini nggak parah," ucap Kezan yang lebih penuh penekanan.

Jea menghembuskan nafas jengah. "Sini."

Kezan masih terdiam, seperti tidak tahu apa yang Jea maksud.

"Menunduk lah," kata Jea.

"Untuk?" katanya datar dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Cepat sedikit!" seru Jea karena kesal dengan Kezan.

Kezan akhirnya menurut, menunduk ke arah Jea, walaupun hanya sedikit, yang terpenting Jea bisa menggapai luka di dahi sebelah kiri Kezan. Maklum, dia pendek.

Jea segera mengambil Plester dalam saku seragamnya, dan memelototkan mata seketika.

Oke. Plester bermotif kucing. Ini membuat Jea meringis karena tidak membawa yang polos saja, kesannya akan membuat Kezan menjadi sangat manis! Itu melenceng jauh dari kepribadiannya yang suka berkelahi.

Jea berjinjit, kemudian menempelkan plester bermotif kucing pada kening Kezan yang berdarah itu. Dia juga memakaikan beberapa plester pada tangan kanan Kezan yang benar-benar tergores banyak sehingga mengeluarkan darah. "Sudah," kata Jea selesai. Setelah melihat plester yang sudah melekat sempurna di kening Kezan dan tangan kanannya yang terdapat beberapa plester. Membuat Kezan benar-benar terlihat orang yang tidak pantas dengan kepribadiannya yang suka berkelahi, suka bolos sekolah, dan dingin, memakai plester dengan motif kucing yang di kenakannya.

Apa Kezan bertengkar? Tapi karena apa? Banyak pertanyaan timbul di benak Jea, tapi ia tanyakan nanti saja jika situasi sudah membaik.

Jea sudah tahu pasti Kezan tidak akan mengucapkan 'Terimakasih'. Dan ia tidak akan berharap lebih. Maka dari itu, Jea segera berbalik hendak menuju mejanya. Jea tidak mau berdebat dengan Kezan, yang ada ia menjadi semakin jengkel dengan manusia kurang ajar itu.

Kezan berdehem. "Terima kasih."

Satu kata yang Kezan lontarkan itu seketika membuat langkah Jea mendadak terhenti, berusaha mencerna perkataan Kezan barusan. Sebentar, itu yang mengucapkan Kezan, kan? bukan setan?



****

Tetep usahain capai target chapter walaupun pembacanya bisa di hitung pakai jari. Tapi nggak apa-apa. Masih bersyukur ada yang setia sama cerita ini! Makasih!❤️

Love you all, Lala.

KEZAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang