KEZAN | [31]

2.1K 118 0
                                    

"Aduh, kenapa sakit banget sih nih perut," keluh Jea sembari memegangi perutnya yang sangat sakit akibat kedatangan tamu di hari ini.

"Tau deh aku tidur sebentar aja kali ya, tiga puluh menit aja gapapa deh kayaknya, belum bel masuk juga," gumam Jea.

Karena tak tahan lagi akhirnya ia menaruh kepalanya di meja dengan kedua tangannya yang ia jadikan sanggakan. Dan berhasil membuat perutnya sedikit lebih nyaman.

Kezan memasuki kelas tepat setelah bek masuk berbunyi. Ia menduduki kursi tepat di samping Jea. Kezan beralih menatap ke arah Jea, "Lo kenapa?"

"Ini urusan perempuan, kamu nggak akan tau dan nggak akan ngerti," ucap Jea tanpa minat.

Jea membuka matanya, mengintip Kezan di sampingnya. Jea lalu berdecak kecil saat melihat kedua mata Kezan berkedip dua kali tanda ia tak paham. "Ini hari pertama aku," jelas Jea.

Kezan semakin bingung. "Hari pertama?"

"Red days!" sebal Jea.

Kezan mengangguk paham.

Sampai bel istirahat berbunyi, Jea akhirnya sudah tertidur nyenyak.

Kezan melirik sebentar ke arah Jea sebelum akhirnya ia melangkah keluar kelas dan menuju kantin.

Heza menepuk bahu Kezan. "Eh, lo udah di kantin aja! Mau beli apa lo?" ucapnya saat melihat Kezan sudah mengantri untuk memesan minuman.

"Teh," ucap Kezan singkat.

"Tumben, biasanya juga kopi."

"Bukan buat gue."

"Terus buat siapa?"

"Netta," ucap Kezan keceplosan.

"Netta?" Heza tampak berfikir  "Oh!Perempuan itu?" Heza kemudian menutup mulutnya. "Kok di lihat-lihat lo makin perhatian aja sama tuh anak?"

Kezan menatap dengan tatapan permusuhan, seolah tak terima dengan apa yang dikatakan Heza barusan. "Perhatian? Siapa? Gue?"

"Eh nggak kok, orang kayak Lo mah mana ada perhatian," ucap Heza penuh damai.

Setelah menunggu beberapa menit, tibalah Kezan yang memesan. "Satu teh hangat," ucap Kezan datar.

Ibu kantin tersenyum, "tunggu sebentar ya."

"Ada obat Bu?"

"Obat seperti apa?"

Kezan berdehem singkat. "Obat pereda nyeri di perut."

Heza mendelik tajam ke arah Kezan yang berada disampingnya. 'Ini apa kalau bukan perhatian? Kezan tolol' batinnya.

Ibu kantin berfikir sebentar sebelum akhirnya kembali menatap Kezan. "Oh untuk pacarnya ya?" tebak ibu kantin itu, kemudian tertawa saat melihat ekspresi Kezan yang hanya diam. "Nah kan bener tebakan ibu. Biasanya perempuan kalau lagi haid tuh minum obat Ferminax, sebentar ibu ambilkan dulu."

Kezan berdehem, lalu menatap kanan dan kiri Heza. "Mana anak yang lain?" ucap Kezan setelah mendapati Heza sendiri mengantri disini.

"Lah itu, di sana, meja paling pojok di sebelah kiri!" ucap Heza seraya menunjuk meja yang di tempati Rakan, Dean, dan Galang.

****

Kezan menaruh sebuah teh hangat serta obat Ferminax ke meja Jea dengan pelan agar tidak membangunkan Jea yang masih tertidur nyenyak.

Kezan tersenyum tipis saat melihat wajah Jea yang sedang tertidur pulas di meja. Ia lalu melepas jaket yang dia kenakan dan menyelimutinya ke tubuh Jea.

Setelah di rasanya selesai, Kezan segera kembali keluar kelas dan menuju kantin tempat teman temannya berkumpul.

Jea membuka mata perlahan saat kelasnya sangat gaduh membuat Jea terbangun, dia mengucek mata perlahan dan ia melihat sebuah jaket milik Kezan ada di tubuhnya. Apa Kezan yang memakaikannya?

Lalu netra Jea tanpa sadar melihat sesuatu yang menarik perhatiannya. Teh hangat dan Paracetamol yang terbungkus plastik itu.

Jea terdiam cukup lama, memikirkan siapa yang memberinya teh hangat dan obat yang terdapat di mejanya. Tidak mungkin jika Kezan? Oke, ini terlalu berharap yang berlebihan. Masalahnya mana mungkin. Kalau untuk jaket, Jea masih bisa percaya bahwa Kezan yang menyelimutinya. Tapi apa benar Kezan yang melakukan sebuah perlakuan yang menurutnya sangat manis? Oh ayolah, love language nya adalah ACT OF SERVICE!

Jea segera mengambil teh hangat dengan kedua tangannya. Tetapi matanya masih memandang ke kanan kiri untuk melihat siapa yang membawakannya teh hangat dan obat. Lalu netra Jea terhenti saat melihat gerombolan laki laki dan yang pasti terdapat Kezan di sana.

Kezan melihat Jea saat ia rasa Jea sedang menatapnya. Kezan menunjuk teh yang ada di tangan Jea saat ternyata teh tersebut belum di minum sama sekali oleh Jea. "Di minum," ucapnya tanpa suara.

Jea memutar kedua bola matanya malas, dia langsung menghirup teh hangat yang sudah berada di kedua tangannya. Kezan selalu saja perhatian tanpa dia sadari, dan tanpa Kezan sadari juga bahwa perasaan di hati Jea akan tumbuh kalau seperti ini terus.

Mungkin baginya ini bukan perhatian atau hanya sebagai bentuk kemanusiaan. Tapi bagi Jea, ini adalah perhatian. Jadi, bisakah Kezan berhenti untuk selalu perhatian kepadanya?

KEZAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang