KEZAN | [27]

2.2K 120 0
                                    

Jea melirik Kezan disampingnya, sekilas. Tiba-tiba pikirannya mengingat kata-kata yang Kezan ucapkan kemarin. Jika mengingatnya—Seketika pipi Jea mendadak memanas.

Jea berdecak sebal. Karena dia tidak fokus belajar, dan fokusnya sekarang hanya pada lelaki itu! Bagaimana ini, dia tidak bisa konsentrasi sama sekali. Kalau begini caranya, dia bisa-bisa kehilangan beasiswa yang sudah dicapainya dengan susah payah.

Kalau begitu, mulai sekarang misinya adalah dia harus menjaga jarak dengan Kezan

"Aku harus fokus belajar!" ucap Jea seru lalu menggembungkan pipiku.

"Lo kenapa? Sakit?" ucap Kezan yang sepertinya terganggu dengan teriakkan refleks Jea tadi.

"Eh? Aku nggak apa-apa kok," ucap Jea yang mengibaskan kedua tangannya cepat.

Baiklah, bagaimana Jea mau menghindar jika Kezan saja masih perduli dengannya melalui hal-hal kecil seperti ini.

****

"Jea! Vika!" seru Alen melambaikan kedua tangannya dan segera bergegas menuju meja kantin di depan yang terdapat Jea dan Vika disana.

"Sini cepat duduk!" ucap Vika berteriak kepada Alen.

Jea memakan makanannya, dan tanpa sengaja dia melihat Kezan yang sedang menuju kantin dengan Heza, Rakan, Galang, dan Dean juga.

Jea berdiri, membuat Alen dan Vika menatap Jea.

"Kenapa Jea?" ucap mereka berdua.

"Oh iya, aku baru ingat! Aku dipanggil ke ruang guru! Bye!" ucap Jea segera melangkah cepat keluar kantin. Sungguh, dia tak ingin berpapasan atau menatap wajah Kezan. Cukup dikelas dia berdetak cepat karena Kezan yang berada disampingnya. Jangan juga saat istirahat.

"Tapi makanannya belum habis! Gue habisin ya!" teriak Alen girang.

"Jea! Tunggu dulu!" teriak Vika kesal.

****

Jea segera berdiri dan hendak keluar kelas karena melihat Kezan dengan satu tangannya yang ia masukkan di celana berjalan menuju meja kelas.

Belum sempat melakukan hal untuk mengindari Kezan, karena Kezan yang sudah lebih dulu meriah lengan Jea dan mencekalnya, membuatnya berbalik dan menatap Kezan dengan terkejut.

"Kenapa?" ucap Jea yang sebenarnya ingin keluar dari kelas dan ingin menghindari Kezan.

"Lo kayak ngehindarin gue?" tuding Kezan.

Jea terbelalak. Kok lelaki itu menyadarinya? Jea mau buat alasan apa?

"Aku tidak menghindar kok." Ya hanya ini jawaban yang terbesit diotak Jea. Setidaknya ini jawaban yang lumayan.

Kezan berdecak. "Lo bohong," ucapnya dengan masih menggenggam pergelangan tangan Jea kuat.

"Beneran tidak kok!"

Kezan tanpa aba-aba menarik lengan Jea keluar kelas, membuat Jea sedikit tersentak kaget. "Mau kemana?" ucapnya.

Kezan tidak menjawab pertanyaan Jea. hanya terus menarik lengannya. Setelah beberapa menit, dia tersadar bahwa Kezan membawanya menuju Rooftop, tempat Jea dan Kezan dulu belajar bersama saat kelas sebelas.

"Ngapain ke sini?"

Bukannya menjawab pertanyaannya, Kezan malah berlalu pergi. "Sebentar," ucapnya.

Jea memilih mengangguk dan segera duduk di pinggiran atap. Mungkin ngeri jika untuk sebagian orang, tetapi Jea tidak takut jika dia terjatuh. Karena menurutnya dia tidak akan terjatuh. Ya mungkin minimal hanya akan patah kaki jika terjatuh. Dibawahnya terlihat jelas gerbang sekolah dan parkiran sekolah dengan tinggi yang sangat.

"Lo nggak berniat bunuh diri kan?" ucap Kezan yang ternyata sudah berada di sampingnya.

"Ya tidak lah!" seru Jea karena Kezan mengatakan hal yang tidak masuk akal.

"Jangan duduk dipinggiran atap, duduk di sana saja," ucap Kezan menunjuk kursi panjang dengan dagunya.

"Nggak, disini lebih bagus," tolak Jea.

"Nanti lo jatuh," ucap Kezan.

"Aku akan hati-hati," kata Jea seraya mengayunkan kakinya pelan.

Kezan menaruh es apel itu ke pipi Jea membuat Jea memekik. Tetapi Kezan terkekeh kecil melihat Jea yang terlihat kesal.

"Buat aku?" tanya Jea.

Kezan mengangguk. Setelah itu Jea tersenyum sumringah dan segera mengambil es apel yang disodorkan Kezan kepadanya.

"Tumben baik, tapi makasih," ucap Jea sebelum meminumnya.

Kezan tidak menjawab ucapannya, dia hanya tersenyum tipis dan memilih duduk disamping jea.

"Ngapain ke sini?" tanya Jea karena ia sedikit bingung.

"Melihat pemandangan," jawabnya.

Bukankah itu jawaban yang sangat klise? Tapi jika dilihat dari atap, pemandangannya memang begitu indah. "Iya sih, pemandangan dari sini bagus banget! Harusnya sebentar lagi bel pulang sekolah kan?"

"Iya, lo benar."

Jea mengernyit kebingungan dan menatap Kezan. Tidak tau maksud perkataanya. Lalu Jea mendengar suara keramaian, segera matanya memandang ke bawah, dan benar saja, siswa siswi dengan seragam yang sama sepertinya—berhamburan keluar menuju gerbang sekolah karena bel pulang sekolah sudah berbunyi.

"Oh, iya," ucap Jea tersenyum tipis, lalu kembali melihat ke bawah, melihat siswa yang berhamburan menuju gerbang sekolah, tentunya dengan meminum es apel yang diberikan Kezan tadi.

Jea tertegun sesaat, setelah Kezan membentangkan jaket miliknya di pangkuan Jea, menutupi rok sekolahnya yang pendek.

Jea's mission failed!

KEZAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang