KEZAN | [29]

2.3K 136 2
                                    

"Lo kok demam parah gini sih, panas banget buset dah!" seru Dean setelah memeriksa kening Kezan tetapi tangannya langsung di sentakkan oleh Kezan.

"Bentar-bentar, gue chat temennya Vivi dulu suruh dia kesini." Heza mengambil handphonenya di nakas kemudian mengotak-atiknya. "Eh siapa sih namanya?"

"Jea!" ujar Galang cepat.

"Lo mau ngapain chat Netta?" ucap Kezan menatap tajam Heza.

"Ya suruh ke apartemen lo buat rawat lo lah!" seru Heza tak berdosa.

Dengan kesal, Kezan mengambil handphone Heza pada tangannya. "Ngapain lo chat dia segala sih, dia nggak ada hubungannya sama gue sampai mau repot ngurusin gue segala. Ngerti kan lo pada?"

Mereka berempat-Rakan, Galang, Dean, dan Heza menggeleng dengan tatapan polos yang di buat-buat. "Nggak," katanya serempak.

Dean menaruh telunjuknya tepat di bibir Kezan. "Sssttt, orang sakit tuh diem aja, oke?!" ucap Deano tak berdosa.

Heza tertawa kemudian mengambil handphonenya kembali di tangan Kezan, lalu menghubungi nomor Jea dengan cepat.

Selang beberapa menit kemudian, Jea sudah tiba di apartement Kezan, dia segera memencet pin di kenop pintu, dan terbuka! Ini membuat Jea mengerutkan keningnya karena pin apartemen Kezan sama sekali belum diganti.

"Gimana keadaan Kezan?!" panik Jea menatap mereka berlima yang tengah menatap Jea.

"Lo chat apaan sih sampe Netta panik begitu?" Kezan menatap sinis Heza.

"Gue bilang kalau lo kecelakaan," ucap Heza kelewat santai.

"Lo gila ya?!" ucap Rakan menggelengkan kepalanya.

"Lo bener-bener pinter banget, Eja!" ucap Galang mengacungkan kedua jempolnya.

Jea segera menghampiri Kezan dan melihatnya dari bawah sampai atas. Lalu dia mengerutkan kening. "Kezan nggak ada luka tuh?"

Dean menepuk keningnya kencang. "Kezan demam, Jea!" seru Dean.

"Kita mau beli obat demam untuk Kezan, jadi lo rawat Kezan dulu ya!" ucap Heza menarik mereka keluar.

"Iya, kita bakalan kembali lagi kok. Nggak lama!" teriak Galang mengikut lalu segera pergi.

"Eh! Masa aku?!" Jea berucap sedikit panik.

Seolah tidak mendengar perkataan tak terima Jea, mereka berempat malah melambai lambaikan tangannya sampai mereka menghilang dari bilik pintu, membuat Jea mendengus kesal. Baiklah, hari ini ia akan jadi dokter dadakan.

Jea melihat Kezan yang masih memejamkan matanya dengan kepalanya yang menyender pada kursi sofa.

"Tidur di kamar saja, jangan disini," ucap Jea yang menarik lengan Kezan agar ia segera berdiri.

"Nggak perlu," ucap Kezan yang masih terduduk.

"Keras kepala banget jadi anak! Nurut napa?!" Jea berkacak pinggang.

"Ini hanya demam, Jea," ucap Kezan frustasi.

"Cepat!" tegas Jea.

"Nggak perlu," ucap Kezan lebih tegas.

"Diamlah!" Jea memegang tangan kanan Kezan dan menyeretnya menuju kamar lelaki itu di lantai dua.

"Dimana kamarmu?" tanya Jea bingung.

Kezan menghela nafas. Lalu berjalan duluan dengan tangan mereka yang masih bergandengan, dan Kezan membuka pintu sebelah kanan dengan pintu yang ber-cat dark gray.

Lalu saat Kezan membukanya, Jea melihat sekeliling. Ternyata kamar Kezan lebih parah lagi. Sangat amat berantakan. Nuansa kamarnya juga sama saja, abu-abu, hitam, dan putih. Nggak ada warna lain apa ya?

KEZAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang