KEZAN | [10]

3.3K 191 5
                                    














Nggak tau deh author mau bilang apa lagi selain makasih karena udah dukung cerita ini!











Selamat membaca dan beraktivitas semua!💜











Sekarang sudah bel pulang sekolah. Jea dan Kezan akan ke perpustakaan untuk belajar seperti biasa. Tapi Kezan sudah menyosor keluar duluan dari kelas dan tidak menunggu Jea. Jea menghela nafas jengah. Kezan benar-benar anak kurang ajar, bukan?

Dengan kesal, Jea pun langsung keluar kelas dan hendak menuju perpustakaan. "Eh?!" Jea terkejut kala Kezan memegang tangannya dan menariknya.

"Kamu mau kemana, itu bukan arah ke perpustakaan," ucap Jea sedikit berteriak.

"Turuti saja," kata Kezan yang langsung menggenggam jemarinya tangannya erat.

"Ngapain ke sini? Bukannya dilarang, ya?" tanya Jea, karena Kezan membawanya ke Rooftop sekolah.

Jea melihat ada sebuah meja panjang dengan dua kursi persegi panjang yang tidak berkaki berwarna coklat kayu.

"Gue biasa kesini, sama anak-anak yang lain juga," ujar Kezan.

***

"Kamu ini bagaimana sih, udah lebih dari satu jam masa rumusnya saja kamu tidak ngerti-ngerti!" kesal Jea yang sudah pusing dengan Kezan. Ya ampun, rasanya ingin dia membunuh manusia di depannya ini.

"Lo aja yang nggak sabaran," ucap Kezan datar.

"Aku sudah sabar tau, kamu saja yang nggak bisa-bisa!" seru Jea lalu memijat pelipisnya. Benar-benar hari yang membuatnya sangat lelah. Ia ingin sekali pulang ke rumah lalu tidur.

"Tunggu sebentar," ucap Kezan yang beranjak berdiri.

"Kamu mau kemana?!" tanya Jea.

Tapi Kezan sama sekali tidak menjawabnya dan beranjak pergi dari atap.

****

Setelah setengah jam Kezan pergi dan Jea menghabiskan waktunya menunggu Kezan yang entah mau apa itu dengan berlatih soal soal matematika. Kezan akhirnya kembali dengan membawa sekantong kresek besar yang berlogo Junimart.

Kezan menyodorkan kantong kresek besar itu ke hadapan Jea.

"Hah?" ucap Jea bingung.

"Buat lo, biar nggak marah-marah terus," ketusnya. "Pusing gue dengernya," lanjut Kezan.

"Makas—" belum sempat Jea mengucapkan kata-kata tulus tersebut, Jea kembali mengatupkan bibirnya setelah mendengar perkataan Kezan selanjutnya, lalu akhirnya mendengus kesal.

Jea menerima kantong berlogo Junimart itu dan membukanya. Jea membelalakkan matanya saat melihat isi kantong kresek ini sangat banyak cemilan dan makanan ringan. Entah apa tujuan Kezan membelikannya makanan ringan ini, yang pasti mood Jea kini telah membaik.

Lalu bagaimana Jea tidak marah lagi jika ekspresi wajahnya itu seperti anak kucing. Hey itu benar-benar mirip tau, Jea jadi melihat bayangan kucing di atas kepalanya itu.

"Aku maafin kok pasti. Nggak usah di beliin makanan ringan segala, banyak lagi," ucap Jea tak enak lalu mendorong kresek itu ke hadapannya Kezan.

"Gue udah beliin tuh diterima," ucap Kezan.

"Iya. Iya ... Makasih," ucap Jea gugup.

"Lo demam?" tanya Kezan yang langsung menaruh telapak tangannya di kening Jea.

"Huh?" Jea mengedipkan matanya beberapa kali. Masih membiarkan telapak tangan Kezan menyentuh keningnya. Dengan wajahnya yang sudah memerah.

"Wajah lo merah. Apa lo perlu istirahat sebentar?" ucap Kezan yang langsung membolak balikkan telapak tangannya di kening Jea.

Kezan ini pura-pura bodoh atau kelewat bodoh sih. Dengan kesal, Jea langsung menyentakkan tangan Kezan dari keningnya.

"Nggak usah pegang-pegang!" ucap Jea yang benar-benar gugup karena wajah Kezan yang berada tepat di depannya. "A ... aku nggak papa kok," lanjutnya.

"Benar?" ucap Kezan sekali lagi untuk memastikan.

"Iya!"

****

"Ya sudah, sampai sini dulu materinya," ucap Jea yang segera membereskan buku buku yang berserakan di meja.

Kezan berdehem, lalu dia juga membantu Jea membereskan buku buku di meja. Jea mengambil buku yang tersisa satu lagi di bawah meja, sepertinya terjatuh.

Tangan Kezan juga memegang buku itu, tapi karena Jea mengambilnya duluan, membuat tangan Kezan menimpa tangannya di atas, Jea dan Kezan bertatapan. Entah kenapa Jea enggan melepaskan tatapannya pada mata hitam Kezan. Dunia dan waktu mendadak terhenti sejenak. Menambahkan kesan seperti salah satu cuplikan adegan film romansa.

Kezan berdehem, lalu mengalihkan pandangannya. "Maaf," katanya yang langsung melepaskan tangannya dari tangan Jea.

"I ... iya," ucap Jea kaku.

"Aku pulang," lanjutnya dan langsung beranjak pergi.

"Kenapa?" tanya Jea karena Kezan menggenggam pergelangan tangannya.

"Gue antar pulang," ucap Kezan.

"Aku bisa naik bus kok!" seru Jea, tetapi Kezan tetap tidak menghiraukannya dan tetap memegang pergelangan tangannya menuju parkiran sekolah.

Tiba di parkiran Kezan memakaikan Jea helm, ia sedikit terkejut dan tetap terdiam, melihat Kezan yang sedang mengancingkan helm untuknya. Jarak wajah mereka sangat dekat seperti kemarin atau kali ini malah lebih dekat lagi. Dan mulai lagi. Jantung Jea berdetak cepat.

Kezan berdehem."Ayo naik."

"Iya," ucap Jea lalu memegang bahu Kezan untuk membantunya naik.

"Sudah?" ucap Kezan yang melirik ke arah spion untuk melihat Jea dibelakangnya.

Jea sedikit salah tingkah. "Iya, udah."







****

Bunyi getaran handphone milik Kezan terdengar beberapa kali. Dia berdecak. Siapa yang mengirimkan pesan malam-malam begini, sih? Ganggu banget.

Dia membuka handphonenya malas, ingin segera memblokir nomor itu jika tidak penting. Tetapi setelah mengetahui kalau yang mengirimkan pesan itu adalah Netta, dia kemudian tersenyum tipis.

Netta.
Kezan!

kamu berhasil!

ih kok bisa, ya?!

nilai biologi kamu delapan puluh tau!

beliin aku coklat yang banyak sih ini harus!

KEZAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang