KEZAN | [17]

2.6K 150 0
                                    

Hujan tiba-tiba mengguyur kota Jakarta, dengan suara deras dan halte yang terdapat Jea yang memakai seragam sekolah karena dia sudah pulang sekolah dan sedang menunggu Bus di halte. Tiba-tiba ingatannya tertuju pada salah satu memori sepuluh tahun yang lalu. Saat dia berumur 5 tahun.

"Papa, ayo kita main ke taman!" teriak anak perempuan berumur lima tahun bernama Jea, dengan menarik tangan papanya yang bernama Aryan.

"Iya Netta, pelan-pelan jalannya jangan lari nak," ucap Papanya.

Hujan deras sedari tadi, sebagian orang langsung mengenakan payung atau jas hujan, tak terkecuali juga ada yang langsung menerobos hujan dengan tas atau peralatan yang ada untuk dijadikan payung. Karena tidak sabar, Jea kecil pun akhirnya menerobos hujan dan melepaskan tautan tangannya dengan Papa Arhyan dan segera berlari menyebrang jalan raya agar bisa menuju taman besar di tengah kota.

Sontak hal yang dilakukan Jea kecil membuat panik papanya. "Netta! Tunggu Papa nak, jangan menyebrang jalan!" teriak Aryan.

Dari seberang arah barat, truk dengan kecepatan tinggi melaju cepat menuju tempat Jea kecil sedang menyebrang. Truk itu pun ingin mengerem dan mendadak blong yang akhirnya hanya bisa membunyikan klakson agar Jea kecil segera pergi dari sana.

Jea kecil yang melihat truk besar dari arah barat pun segera menghentikan langkahnya dan melihat sinar lampu truk itu yang membuatnya menutupi wajahnya karena silaunya lampu truk. "Papaaa!" teriak Jea kecil dengan tubuh ketakutan dan mendadak membatu.

"Netta!" seru papa Arhyan yang langsung menyebrang jalan dengan berlari cepat menuju Jea kecil. Karena sudah tak sempat lagi truk besar yang melaju ke arahnya semakin dekat membuat papanya segera mendorong tubuh Jea kecil dan langsung membuatnya jatuh di taman berumput hijau itu dengan goresan luka kecil di lengannya.

Ckiiittt!

Brak!

Semua sudah terlambat. Karena hujan lebat yang membuat jalanan licin membuat truk besar itu sudah menabrak menambrak Aryan dan semua orang disekitar jalan raya segera mendekati suara ramai tersebut.

Jea kecil terbelalak, mendapati Papanya sudah tertabrak truk besar itu. Seandainya ... seandainya saja dia tidak langsung menyebrang jalan raya. Apakah Papanya masih ada?

"Papa!" seru Jea kecil yang langsung terduduk lemas di rerumputan.

Suara deras hujan membuat nafasnya tercekat dan membuat memori sepuluh tahun yang lalu kembali menghampirinya. Dia langsung memejamkan matanya dan menutup kedua telinganya, tidak membiarkan suara hujan deras masuk ke telinganya. Jika dia mendengar suara hujan, maka memori sepuluh tahun yang lalu akan terus menghantuinya.

Jea ... Jea benci hujan. Seandainya ... seandainya saja dulu ia tidak gegabah, menuruti perkataan Papanya agar tidak berlari dan tetap menggenggam erat tangan papa, apakah ... apakah papa akan tetap berada di sampingnya?

****

Heza Pranata
Kezannnn

Minjem motor lo dong

Kezan Adhitama
G

Kezan mematikan handphonennya dan memasukkannya di saku jaketnya. Hujan tiba-tiba menyerang. Membuatnya segera berlari ke parkiran sekolah dan ingin langsung pulang menuju rumah. Saat hendak menaiki motornya, tatapannya terpaku pada seorang perempuan. Jea. Perempuan itu tengah duduk sendirian di halte tempat penungguan Bus dengan menutupi kedua telinganya dengan kedua tangannya dan memejamkan matanya. Apa perempuan itu tidak suka hujan?

Kezan segera mengambil handphone dalam saku jaketnya dan menekan nomor Heza segera.

"Lo mau minjem motor gue gara-gara motor lo di sita bokap lo kan?" ucap Kezan setelah tersambung.

"Nah itu lo tau, jadi boleh kan?!" ucap Heza melas.

"Lo mau kemana?"

"Ke warnet. Main mobile Legends," ucap Heza jujur.

"Ya udah, lo kesini buru. Kunci motornya gue titipin satpam sekolah," ucap Kezan.

"YA AMPUN KEZAN. MAKASIH. GUE TERHARU TAU NGGAK. LO EMANG SAHABAT GUE PALING THE BEST BANGET—" Kezan segera menutup teleponnya daripada terus mendengar perkataan menggelikan Heza.

Langkah Kezan terhenti saat ia sudah tiba di halte tempat penungguan Bus yang dimana ada Jea yang tengah menatap ke arah depan. Seolah sadar akan kehadiran dirinya tersebut membuat Jea menoleh ke arah Kezan disampingnya. "Kezan?

Tanpa menjawab pertanyaan Jea, Kezan segera mengambil headset dari tasnya menyambungkannya lewat handphone miliknya. Ia nyalakan lagu dengan judul 'Hingga Akhir Waktu' karya nineball, dan Kezan segera memasangkannya di kedua telinga Jea. Lalu Kezan memilih duduk di samping Jea.

Jea tertegun seraya menyentuh headset yang terpasang di telinganya. "Makasih," ucap Jea lalu mengulum senyum tipis.

"Lo nggak suka hujan?" tanya Kezan tiba-tiba.

"Bukan. Aku hanya sedikit takut. Aku nggak suka sama suaranya ... ramai,* ucap Jea menahan kegetirannya dan berusaha tersenyum. "Kamu ngapain disini?" tanya Jea berusaha mengalihkan kecanggungan mereka berdua, dan ia juga sedikit bingung. Karena Kezan yang malah duduk disampingnya. Tidak mungkin kan Kezan juga ingin menaiki bus?

"Nunggu bus," ucap Kezan

"Hah? Motor kamu ... mana?" tanya Jea heran.

Kezan berdehem. "Nggak bawa."

"Oh ... naik bus." Jea mengangguk-angguk.

Bus tujuan Jea telah tiba. Membuat Jea berdiri dan segera melangkahkan kakinya menaiki bus ini.

Jea menghembuskan nafas. Saat ia lihat busnya penuh, tanpa tempat duduk dan sebagian orang yang berdiri berdesakan dan menjadikan Jea harus terus berdiri di Bus ini selama tiba sampai rumah.

Jea melihat ke arah samping kanan, dan terkejut karena mendapati Kezan di sampingnya yang juga berdiri dengan satu tangan yang memegang gantungan pegangan tangan dan satu tangannya lagi ia masukkan ke jaketnya.

"Naik bus ini juga?" tanya Jea.

"Hm," jawab Kezan.

Jea menggaruk pipinya yang tidak gatal lalu mengangguk kaku. Masih tidak yakin Kezan mau naik bus dan berhimpit-himpitan.

Kezan yang melihat tangan seseorang tengah meraba kancing tas sekolah Jea dan membukanya perlahan agar tidak seorang pun mengetahui niatnya.

Kezan segera menatap tajam pria yang berani membuka tas sekolah Jea membuat pria yang tadinya ingin mengambil handphone milik Jea ia urungkan dan segera pergi karena melihat Kezan yang menatap dirinya tajam dengan tatapan elangnya.

Kezan yang semula berada di samping Jea mulai menggeserkan tubuhnya tepat di belakang Jea, lalu menapakkan satu tangannya yang tadi memegang gantungan pegangan tangan bus, seketika Kezan memindahkan tangannya dan menumpuknya di atas tangan kanan Jea yang juga memegang pegangan tangan di bus. Diasengaja menutupi tubuh kecil Jea di depannya ini.

Jea yang tersadar bahwa Kezan tepat di belakangnya dan tubuhnya yang menjadi tertutupi tubuh Kezan itu pun membuat jantungnya seketika berdetak cepat lagi. Dan tangan kanan Jea yang tengah memegang pegangan tangan bus malah tertimpa dengan tangan besar Kezan.

Tangan kiri Jea gunakan untuk memegang dadanya dan berusaha menormalkan detak jantungnya. Jangan lagi. Jangan lagi ia berdetak cepat saat didekat Kezan.

"Kezan? Kamu bisa nggak munduran dikit?" tanya Jea sebelum jantungnya keluar dari tubuhnya.

Kezan memajukan wajahnya dan berhenti tepat di samping telinga Jea. "Gue juga maunya gitu, tapi lo tau kan ... kalo busnya penuh. Jadi nggak bisa."

Mungkin kali ini pipinya sudah benar-benar memerah.

KEZAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang