KEZAN | EXTRA PART

2.8K 73 5
                                    

Kezan membukakan mobil untuk Jea, mengamit tangannya tanpa di minta dan menuntunnya turun, sedangkan satu tangannya lagi menahan sudut atas mobil saat Jea keluar.

Tahu sekarang mereka dimana? Mereka berdua sudah berada di halaman rumah Kezan. Jea sempat terperangah sepersekian detik, karena bagi Jea rumah ini benar-benar besar dan amat megah. Jea sempat ragu ini dibilang rumah. Harusnya dibilang mansion atau istana nggak, sih?!

Gugup. Satu kata yang menggambarkan keadaan Jea sekarang, dirinya benar-benar takut bahwa orang tua Kezan tidak akan menerimanya. Terlebih dia bukan anak orang kaya seperti Kezan ..., dan Kezan adalah anak satu-satunya keluarga Adhitama. Kalian tahu Adhitama Group? Iya! Itu adalah salah satu perusahaan terbesar di Asia tenggara yang bergerak pada bidang arsitektur dan konstruksi.

Saat Kezan baru saja satu kali melangkah, Jea masih terdiam tidak berkutik. Kezan menoleh ke arahnya, kemudian bertanya, "Kenapa? Ada yang menganggu pikiranmu?"

"Bagaimana kalau ayah mu tidak menyukaiku? Bagaimana kalau aku nanti di siram air karena berani pacaran denganmu? Atau aku di kasih uang dua milyar dan di suruh putus denganmu?" Jea panik, dan Kezan tertawa lepas karena tingkah lucu pacarnya itu. "Kok ketawa, sih? Aku nggak lagi bercanda!" Jea memukulnya pelan.

"Ya ampun. Kamu kayaknya harus kurangin nonton drakor sama Alen deh ...," ujar Kezan dengan sisa tawa yang masih terdapat pada bibirnya.

Jea memanyunkan bibirnya. Kesal. Dan hal itu justru semakin lucu di matanya. "Kamu cantik, lucu, baik, pinter, kenapa ayah ku harus nggak suka sama kamu coba?" Yang semula tangan Jea di genggam ringan, kini terasa sangat erat.

"Nggak akan terjadi hal-hal itu, percaya ya sama aku?"

Jea mengangguk lemah. Semoga saja seperti itu.

"Tenang saja, aku ada di sini. Jadi, nggak ada hal yang harus kamu takutkan." Kezan maju satu langkah ke depannya, lalu berbalik menghadap ke arahnya, tubuhnya seperti mendekat, dan Jea bisa merasakan ciuman singkat yang Kezan taruhkan pada keningnya.

Jea tertegun, karena setelah itu, Kezan mengusap lembut puncak kepalanya.

"Lihat situasi!" Marah Jea, tapi tak bisa berbohong bahwa pipinya merah padam sekarang.

Kezan terkekeh singkat. "Biar kamu nggak gugup, Sayang."

Tambah gugup Kezan bego!

•••

"Assalamualaikum," kata Kezan yang masih setia menggenggam tangan kanannya.

"Waalaikumsalam," Jawab seorang perempuan tua yang mungkin sudah berkepala lima itu. "Lho, nak Kezan sudah pulang, toh? Udah lama bibi nggak lihat nak Kezan," ujarnya haru.

"Iya, Bi, Bibi baik-baik aja kan?" Kezan juga membalasnya hangat, dan anehnya Bibi tersebut seperti terkejut.

"Makasih ya, Non, udah buat nak Kezan nggak nakal lagi, nggak kasar lagi." Bibi itu beralih menatap Jea lembut, yang anehnya membuat Jea mengerjakan matanya beberapa kali.

Dia mengubah Kezan menjadi baik gitu?

"Ayah ada, Bi?" Kezan yang sedari tadi berjalan duluan menatap tangga menuju lantai atas kembali beralih menatap Bibi.

"Duh lupa, Bibi. Sebentar-sebentar Bibi panggilkan dulu." Bibi segera menuju lantai atas meninggalkan mereka berdua.

Tak berselang lama, bunyi langkah kaki pun terdengar, Jea melihat laki-laki berwibawa yang turun dengan setelan kemeja yang rapi, dan dia perkirakan itu adalah Ayah Kezan.

"Kenalin, Yah. Netta," ucap Kezan yang memperkenalkan Jea pada ayahnya.

Ayah Kezan menatapnya. "Netta, ya? Sini duduk dulu."

"Iya, Om," Jea berujar gugup dan dia bisa merasakan detak jantungnya berdegup cepat saat berhadapan dengan ayah Kezan yang terlihat amat arogan.

"Kayak siapa aja di panggil om. Panggil Ayah aja, oke?" ujarnya ramah.

Jea sedikit salah tingkah karena perlakuan ayahnya Kezan sama sekali di luar bayangannya. "I—iya, Ayah."

"Kamu ngapain berdiri nggak jelas di sana? Kayak orang bloon aja." Perkataan Ayah Kezan terhadap anaknya membuat Jea nyaris ingin tertawa jika tidak mengingat ini di mana.

"Punya berapa muka, Yah?" ledek Kezan.

"Dua! Yang baik buat Netta, yang jahatnya buat kamu," sembur Ayah Kezan.

Ini Jea udah boleh ketawa nggak, sih?

Ayah beralih kembali menatapnya, hangat. "Maaf ya, Nak. Kezan pasti nyusahin kamu terus kan?"

"Eh?"

"Kok kamu mau sih sama Kezan? Dia udah bodoh, nakal, nggak guna lagi ..."

"Kok Ayah ngatain anaknya sendiri, sih?" Kezan berdecak sebal.

"... Apa jangan-jangan kamu di pelet sama Kezan?! Ayah aja nggak ngira Kezan bisa dapetin kamu," kelakarnya.

Hah?

"Tapi bagus, sih, Kezan nggak lagi nakal, Ayah ngasih jempol buat kamu karena bisa ngubah tingkah laku Kezan!" Ayah tersenyum lebar dengan kedua tangan yang mengacungkan jempol ke arah Jea.

Sekarang, Jea benar-benar tertawa lebar. "Makasih, Yah!"

"Pilihan yang tepat anak ku, tumben kau nggak bego lagi," kata Ayah Kezan yang membuat Jea menutup mulutnya, menahan tawa.

"Sudah ku bilang Netta adalah perempuan yang cocok untukmu. Tapi kau masih saja mengelak. Lihatlah sekarang, kau jadi bucin dengannya bukan?" Ayah melihat Kezan remeh, kemudian dia bersedekap dada.

"Jangan di ungkit lagi, Yah ..." Netra mata Kezan menatap tajam ke arah Ayah. "Itu kan masa lalu, aku belum terlalu mengenal Netta waktu itu."

"Bagaimana mungkin, setelah kau jelas jelas mengatakan bahwa kau tak mencintainya—"

"Yah," tekan Kezan, memotong ucapan ayahnya.

Tawa Ayah kembali menggelegar. "Untung saja ternyata kau normal. Ayah sempat mengira kau gay," katanya enteng.

Kezan menatap Ayah masam, sedangkan sepertinya wajah Jea sudah jelek karena kebanyakan tertawa.

"Netta mau kan dengannya. Percayalah, walaupun sikapnya dingin tapi aku bisa tahu bahwa anakku, Kezan tulus mencintaimu," Ayah beralih menatap Jea hangat. Berbeda jika dia menatap anaknya sendiri. Jea bingung dia harus senang atau sedih sekarang.

Tapi, Jea merasa beruntung karena ternyata Ayah Kezan menerimanya dengan tangan terbuka. No drama-drama club.

"Kalau nggak mau udah dari lama Netta tinggalin, Yah," Jea tertawa, dan Ayah ikut tertawa bersamanya. Ya mulai sekarang, dia mendapati sosok Ayah dalam hidupnya.

"Kamu udah berapa lama sama Kezan, ya? Lupa Ayah, kemarin sih sempat ingat." Perkataan Ayah Kezan membuat Jea hampir terbatuk. "Jangan kaget, Kezan sendiri yang suka ceritain kamu sama Ayah," katanya diakhiri tawa khas bapak-bapak.

"Juni nanti lima tahun, Yah," jawab Jea kikuk.

"Nah! Iya itu! Baru Ayah inget." Ayah kembali tertawa, tetapi beberapa detik kemudian menatap Jea dan Kezan penuh selidik dan dengan tatapan yang amat serius. "Udah tahu lima tahun, terus kapan kalian mau bertunangan? Teman kalian itu saja sudah tunangan, masa kalian kalah start, nggak asik."


****

Berhubung lusa kemarin adalah hari ulang tahun author, jadi author kasih kalian extra part! Kasian pasti kalian nunggu lanjutan cerita dari cerita KEZAN, ya kan? IYA KAN?! Ih masa nggak?

Hihihi, gimana? Mau sampe ke jenjang nikah apa di stop aja hubungannya?

KEZAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang