Stage 24

427 56 6
                                    

Happy Monday!

And,  Stay healthy!

__________________


"Mau minum?" Wisnu mengulurkan sebotol air mineral yang sudah dia minum setengah pada Raras yang sedang mengelap keringat dari wajahnya dengan sapu tangan.

"Nanti aja. Aku masih ngos-ngosan." Jawa Raras, tanpa memandang ke arah Wisnu. "Aku keringetan, tapi, juga kedinginan."

Wisnu ingin tertawa mendengar ucapan Raras. Tapi, dia menahannya dan memilih untuk mengonfirmasi rasa penasarannya sejak mereka mulai mendaki dua jam lalu.

"Kamu beneran baru pertama kali mendaki, kan?"

Raras menoleh dan mengerutkan keningnya, heran dengan pertanyaan Wisnu. Namun, dia tetap menjawab dengan anggukan kepala.

Semenjak menikah, Wisnu tidak pernah melihat Raras berolahraga, sehingga dua minggu sebelum pendakian, Wisnu sudah sering mengingatkan Raras untuk mulai berolahraga supaya tubuhnya tidak kaget saat mendaki. Sekaranglah baru dia tahu bahwa sebelum menikah, Raras rutin lari pagi di sekitar komplek perumahan orang tuanya. Karena belum terbiasa dengan lingkungan apartemen Wisnu, Raras mengganti kebiasaan olahraganya dengan lari setiap sore di taman dekat kantornya. Itulah kenapa Wisnu tidak pernah mengetahuinya.

Raras memang tidak pernah gagal membuatnya terpesona.

"Aku cari di internet, Gunung Gede punya tiga jalur pendakian. Yang paling direkomendasikan itu jalur cibodas karena dapet pemandangan savanna di perjalanan. Sedangkan jalur Gunung Putri cuma dapet hutan sepanjang jalur. Kenapa kamu pilih jalur ini?"

"Soalnya, kita bisa dapet Surken."

"Surken?"

"Alun-Alun Surya Kencana."

Raras mengangguk, mengenali nama tersebut dari hasil pencariannya. "Memangnya selebar itu?"

Giliran Wisnu yang mengangguk. "Kira-kira selebar sepuluh kali lapangan sepak bola." Wisnu melepaskan topinya untuk mengurangi keringat. "Berlama-lama disana juga aku betah."

Raras tersenyum tipis mendengar candaan Wisnu. Meskipun dia rutin berolahraga, kegiatan kali ini adalah yang terberat dari semua kegiatan yang pernah dia lakukan. Sedikit lebih berat dari saat menangani sebuah acara yang mengharuskannya berdiri dan sibuk mondar-mandir seharian.

Sebelum berangkat, Raras memang menyerahkan seluruh persiapan pada Wisnu, mulai dari menyiapkan perlengkapan, perijinan, hingga perjalanan. Meskipun begitu, Raras tetap mempersiapkan diri dengan mencari banyak informasi tentang jalur yang nantinya mereka daki. Memang benar, membayangkan dengan mengalami langsung memang berbeda.

Tidak jauh dari tempat mereka beristirahat, ada sepasang pendaki yang mengajak putrinya yang berusia sekitar lima tahun. Balita tersebut terlihat sangat enerjik dan tidak takut dengan suasana kaki gunung yang mungkin asing untuk anak-anak. Tidak diragukan lagi jika ini bukan pendakian pertamanya.

Wisnu mengikuti arah pandangan Raras. Dia tersenyum sembari berkata, "Kira-kira begitulah kita beberapa tahun ke depan." Ucap Wisnu dengan nada bercanda.

Raras tidak mengatakan apa-apa. Ucapan Wisnu yang penuh canda justru menimbulkan sebuah pemikiran bagi Raras. Mereka sudah menikah beberapa bulan. Hanya saja, keduanya belum benar-benar berdiskusi tentang masalah anak. Melihat bagaimana interaksi Wisnu dengan keponakannya sedikit memberikan gambaran bahwa dia akan menjadi sosok ayah yang baik dan menyenangkan. Sedangkan Raras sendiri, dia merasa belum sepenuhnya yakin apakah ingin memiliki anak secepatnya atau harus menunda.

Mister DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang