Stage 19

480 76 9
                                    

Setelah acara lamaran dengan melibatkan keluarga besar keduanya selesai, pekerjaan rumah untuk mengurus pernikahan yang menanti Raras dan Wisnu semakin menumpuk. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, beban pekerjaan Raras selama bulan Ramadhan memang tidak sesibuk bulan lainnya, karena tidak banyak orang yang menikah saat bulan puasa. Itulah sebabnya dia memiliki lebih banyak waktu untuk mengatur proses pernikahannya sendiri mulai dari A sampai Z.

Untuk Wisnu sendiri, Raras tidak begitu banyak berharap. Dengan rencana pembukaan cabang Cup & Spoon di Semarang yang direncanakan dibuka dua bulan setelah lebaran, yang artinya sebulan setelah ditetapkannya tanggal pernikahan mereka, perhatian Wisnu pasti terbagi dua. Raras memang hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri.

Namun, seiring berjalannya semua proses, Raras semakin dibuat terkagum dengan tanggung jawab yang dibuktikan oleh Wisnu. Sesibuk apapun dia, setiap kali Raras mengirimkan pesan yang meminta pendapatnya tentang satu atau dua hal, Wisnu pasti akan membalas. Dan ketika Raras harus bertemu dengan vendor untuk membicarakan salah satu bagian untuk acara, Wisnu juga menyempatkan diri menemani Raras.

Semakin sering bersama, Raras mendapati bahwa keduanya sama-sama keras kepala. Dari luar, Wisnu memang terlihat santai dan cuek. Tapi, jika sudah melibatkan urusan yang lebih serius, Wisnu bisa menjadi sangat susah untuk diajak berdamai, bahkan lebih sulit dari dirinya sendiri yang yang tidak pernah dipungkirinya.

Dan karena kali ini Raras harus melibatkan Wisnu dalam setiap pengambilan keputusan, persiapannya menjadi semakin panjang dan alot. Misalkan saja untuk konsep undangan. Hanya karena perbedaan pendapat mengenai penggunaan warna, mereka bisa berdebat berjam-jam hanya untuk mendapat kesepakatan tentang warna apa yang akhirnya digunakan. Belum lagi untuk souvenir dan menu katering. Semua prosesnya membuat Raras semakin sakit kepala karena menghadapi Wisnu jauh lebih sulit dan melelahkan ketimbang klien yang paling keras sekalipun.

Tapi..... entah kenapa dia merasa bahagia.

Dan disinilah Raras sekarang. Dia hari kedua lebaran, keluarga besarnya dari pihak ibu mengadakan perkumpulan di rumah kakek dan neneknya. Para orang tua berkumpul di dalam rumah, sedangkan yang lebih muda berkumpul di halaman depan yang memang luas dan rindang untuk mengerjakan tugas memanggang.

Karena kemarin siang Raras sudah menemani Wisnu mengunjungi tetua keluarganya, kali ini giliran Wisnu. Awalnya Raras ragu apakah dia harus mengajak Wisnu atau tidak, karena di acara lamaran sebelumnya, Wisnu sudah bertemu dengan Pak De, Bu De, Om, Tante, dan beberapa sepupunya. Setelah mendengar saran dari ibunya, Raras setuju untuk membawa Wisnu.

Raras sendiri tidak tahu apakah mengajak Wisnu adalah keputusan yang tepat atau tidak. Dia adalah tipe orang yang jarang sekali merasa canggung. Dia selalu percaya diri dalam kondisi apapun. Tapi, tidak kali ini. Tidak jauh dari tempatnya duduk, ada Bayu yang pandangan matanya tidak pernah lepas ke arahnya, meski di sampingnya ada istri dan anaknya. Dia bahkan tidak peduli dengan suasana di sekitarnya dimana seluruh anggota keluarga mereka berkumpul.

Di acara lamarannya, Bayu memang tidak hadir, begitu juga dengan Alya. Hanya ibunya Alya yang adalah adik ibunyalah yang hadir meski cuma sebentar. Rasanya sudah lama sekali Raras tidak melihat Bayu sampai lupa kapan terakhir kalinya. Penampilan Bayu juga jauh lebih kurus dibanding yang dia bisa ingat.

"Itu mantan kamu?" Wisnu berbisik pelan. Beruntung mereka duduk di paling ujung sehingga ketika berbicara pelan hanya bisa didengar oleh mereka berdua.

Raras hanya mengangguk. Topik seperti ini tidak begitu dia sukai. Karena Bayu ada disinilah Wisnu berhak tahu seperti apa sosok mantan kekasihnya itu.

"Pantas aja. Daritadi, dia ngelihat kesini nggak santai banget."

"Kamu nggak nyaman? Kalau iya, kita bisa buru-buru pergi."

Mister DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang