Stage 14

501 76 3
                                    

Halo. Halo. Halo.

Apa kabar semuanya yang lagi #DiRumahAja

Hampir sebulan kerja di rumah ternyata nggak menjamin punya waktu untuk ngelanjutin tulisan ini. Dan mumpung ada waktu, aku kasih lanjutannya, untuk menemani hari-hari kalian yang mungkin bosan seperti aku.

Selamat membaca ^^

_______________________________

Karena Raras dipaksa untuk melanjutkan perawatan selama tiga hari ke depan oleh ibunya, Raras tidak punya pilihan selain menuruti. Sakit di kepalanya tidak begitu menganggu, tetapi, jika ditambahkan dengan omelan ibunya, maka sakitnya bertambah berkali-kali lipat. Menurut adalah pilihan paling bijak jika menghadapi situasi seperti ini.

Hari kedua dirawat, Raras sudah kebosanan karena hanya berbaring saja. Ibunya menolak membawakan laptopnya dan sudah memberi peringatan di awal pada Maya untuk tidak mencuri-curi waktu mengubungi Raras terkait pekerjaan. Setiap kali ibunya berkunjung, Raras tidak bisa menggunakan ponselnya sama sekali karena akan terus diberi lirikan maut oleh ibunya. Dua hari terakhir ada dua hari paling membosankan dalam hidupnya.

Beruntung, hari ini ibunya tidak bisa datang karena harus menghadiri acara pengajian di rumah tetangga mereka yang mengharuskan ibunya membantu. Hebatnya lagi, ibunya sempat menyita ponselnya supaya Raras tidak bekerja selama ibunya tidak ada. Raras tidak tahu harus melakukan apa lagi selain menonton TV yang disediakan, yang acaranya tidak jauh dari Kisah Nyata di Indosiar, kesukaan pasien lain yang berbagi ruang rawat yang sama dengan Raras.

Raras akhirnya memilih untuk keluar, menarik serta tiang inpusnya dan berjalan perlahan menuju kantin rumah sakit yang letaknya tidak jauh dari ruang inapnya. Sesampainya di kantin, Raras melihat ada banyak pilihan makanan. Dia tidak bisa menyembunyikan senyumannya ketika melihat ada stand yang menjual kopi. Dua hari tanpa kafein lumayan membuatnya uring-uringan. Diam-diam meminum segelas kopi tidak akan mempengaruhi istirahatnya dua hari terakhir. Mungkin malam membuatnya jauh lebih semangat. Dan Raras mempertimbangkan untuk sedikit lebih impulsif.

Setelah satu cup Americano double shot ukuran sedangnya selesai, Raras keluar dari kantin dan memilih duduk di salah satu kursi yang terletak di bawah pohon rindang. Raras juga membeli sepotong strawberry cake untuk menemani kopinya. Karena tidak ada ponsel, Raras hanya diam-diam memakan kue dan menyesap kopinya. Dia memandang ke arah lapangan tenis yang terletak tepat di sebelah kantin dimana sedang ada dua orang yang bermain.

"Raras?"

Sebuah suara membuyarkan keasikannya melamun. Ketika dia mendongakan kepala, matanya secara spontan melebar.

"Ibu?" Raras segera menyesali kesalahannya menggunakan kata sapaan. Dia ingin meralat, tapi, pasti terlihat semakin tidak sopan.

Ibunya Bayu hanya tersenyum tipis dengan cara Raras menyapanya yang tidak berubah, meski keadaan seharusnya membuat Raras tidak lagi bersikap seperti dulu. Ibunya Bayu justru duduk di bangku di depan Raras.

Hah. Urusannya akan panjang.

"Kamu sakit? Sakit apa?" Tanyanya, ketika melihat tiang inpus di samping Raras.

Raras mengangguk. "Ibu kenapa disini?" Raras tidak mau memberikan informasi apapun terkait dirinya dan memilih mengalihkan pembicaraan.

"Ayahnya Bayu. Minggu lalu jatuh dari kamar mandi dan kena stroke ringan."

Raras tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Sekitar dua tahun lalu, saat Raras masih bersama Bayu, ayahnya Bayu juga pernah mengalami stroke ringan. Saat itu, ayahnya berpesan pada Bayu untuk tidak lagi menunda pernikahan dengan Raras karena mereka sudah terlalu lama berpacaran. Itulah yang menjadi alasan Bayu membawa pernikahan dalam obrolannya dengan kedua orang tua Raras. Dipikir-pikir lagi, Bayu tidak benar-benar ingin menikahinya, jika bukan karena desakan ayahnya.

Mister DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang