Stage 10

550 78 4
                                    

Happy New Year

^_^

____________________

Raras berjalan dengan langkah terseok dan langsung merebahkan diri di sofa ruang tengah rumah keluarganya, karena tidak punya kekuatan lagi untuk meneruskan langkah ke dalam kamarnya. Ibunya yang sedang duduk di sebelahnya sambil menonton TV, menoleh sebentar, namun kembali melanjutkan menonton.

"Ibu masak apa?"

Jika bagi kebanyakan pekerja hari Sabtu dan Minggu adalah hari libur, hal tersebut tidak berlaku bagi Raras. Karena kebanyakan acara dilaksanakan di akhir pekan, Raras jarang sekali berleha-leha di rumah saat akhir pekan. Karena itulah, ketika Raras sampai di rumah masih di bawah jam sembilan malam di akhir pekan, dia tidak pernah melewatkan masakan ibunya yang tidak diragukan lagi enaknya.

"Tadi Bapak minta dibuatin garang asem." Jawab ibunya masih dengan tatapan fokus ke layar TV. Ibunya saat sedang menonton sinetron Dunia Terbalik memang tidak bisa diganggu.

"Yang lain pada kemana, sih?" Tanya Raras lagi, karena tidak menemukan tanda-tanda penghuni lainnya.

"Bapakmu lagi ikut rapat di rumah Pak RT. Rena di kamar, udah tidur mungkin. Kalau Tania tadi sih pamitnya mau ketemu teman-teman SMA-nya. Bentar lagi lagi mungkin pulang."

Raras mengangguk. Dia sedang mencari waktu yang tepat untuk mengabarkan perihal kedatangan Wisnu besok untuk menjemputnya. Persoalan tentang Wisnu memang hanya diketahui oleh Renata. Karena sampai saat ini dia belum ingin memberitahu kedua orang tuanya, takut keduanya meninggikan harapan yang bisa pupus kapan saja.

"Tante Hindun nggak pernah ganggu Ibu lagi, kan?"

Sudah sebulan lebih sejak konfrontasi terang-terangan dan tidak masuk akal datang dari ibu anak tersebut, dan karena kesibukannya, Raras memang tidak punya waktu membicarakan masalah tersebut. Karena apa yang akan disampaikan nanti ada kaitannya dengan permintaan ibunya waktu itu, Raras membuang rasa lelahnya supaya semuanya beres.

Fokus ibunya kini benar-benar teralihkan. Ibunya kini memandangnya dengan ekspresi cemas. "Dia masih datangin kamu?"

Raras menggeleng. Jika memang iya, maka Alya dan ibunya memang sudah kehilangan muka dan rasa malu. Akal sehat juga, mungkin. "Nggak kok. Makanya aku nanya ke Ibu."

Ibunya juga menggelengkan kepala. "Ibu kirain mereka masih gangguin kamu." Jawab ibunya diikuti dengan helaan nafas lega.

Raras memainkan ujung jilbabnya, entah kenapa mendadak merasa canggung. "Bu, ingat nggak waktu Ibu minta aku untuk mencoba membuka diri pada hubungan yang baru?"

Yuni mengerutkan keningnya yang pada dasarnya sudah berkerut itu. Jarang sekali dirinya melihat putri sulungnya itu kesulitan mengeluarkan kata-kata. Biasanya, dia bicara tanpa saringan, dan tanpa keraguan. Jika saja alasan kenapa Raras bersikap seperti ini adalah karena adik dan putrinya, maka Yuni akan benar-benar membuat perhitungan dengan keluarga itu.

"Ada masalah apa?"

Raras menggeleng sekali. "Nggak ada masalah. Cuma, besok ada yang mau dateng jemput aku. Dia mau kenalan sama Ibu dan Bapak, sekalian bawa aku untuk dikenalin ke keluarganya."

Yuni terkejut. Seratus persen terkejut, bahkan jauh lebih terkejut ketika mengetahui calon suami putrinya telah menghamili keponakannya sendiri. Apalagi, ditambah dengan sikap Raras yang janggal.

"Kamu nggak pilih sembarangan orang hanya karena omongan Ibu waktu itu, kan?"

Raras tersenyum, lalu kembali menggeleng. Raras sendiri bingung dengan sikapnya yang seperti tidak tahu harus melakukan apa.

Mister DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang