Stage 16

507 72 4
                                    

Hai. Hai. Hai.

Akhirnya bisa kembali lagi.

Masih #DiRumahAja tapi malah susah dapet inspirasi buat ngelanjutin nulisnya. Semoga masih bisa konsisten nulis dan updatenya.

^^

____________________________________________

Keesokan harinya, Raras akhirnya bisa kembali bekerja, setelah berhasil meyakinkan ibunya bahwa tiga hari dirawat di rumah sakit sudah cukup untuk mengembalikan kesehatan dan kekuatannya. Raras juga menolak keras ketika ibunya memaksa supaya dia diantar oleh bapaknya dengan mobil, alih-alih menggunakan motornya yang biasa.

Begitu sampai di kantor Permata Wedding, Raras langsung menyibukkan diri dengan pekerjaan yang dia tinggal selama tiga hari. Untungnya, selama Raras dirawat, tidak ada acara yang dijadwalkan. Beberapa laporan sudah diletakkan rapi di meja kerjanya, menunggu untuk dia baca dan pelajari.

Suara ketukan dari pintu ruangannya yang dibiarkan terbuka terdengar. Raras mendongakkan kepala dan mendapati Maya bersandar di ambang pintu dengan cengiran lebar. Raras mengerutkan kening, tidak bisa menebak apa arti cengiran Maya.

"Raras. Ada sesuatu yang belum lo ceritain ke gue?"

Raras memutar pandangannya, tidak tertarik bermain teka-teki dengan Maya dan kembali fokus pada pekerjaannya. Maya tidak tersinggung dengan sikap Raras. Maya justru menghentakkan kaki dengan manjanya dan masuk untuk duduk di kursi di depan Raras.

"Ras. Lo berhutang cerita ke gue."

Raras berhenti menulis dan menatap Maya. "Hutang cerita apa?" Nggak mungkin Mas Wisnu udah cerita ke Mas Pandu, kan?

"Ih, Raras. Lo pura-pura, deh." Maya memberengut. "Mas Wisnu udah cerita ke Mas Pandu."

Astaga! Ternyata Mas Wisnu sama saja dengan Maya, suka bergosip.

"Cerita apa?" Raras masih menahan diri.

"Mas Wisnu udah ketemu sama orang tua lo untuk ngelamar secara resmi. Dia juga udah bilang ke orang tuanya."

"Lo udah tahu. Kenapa masih nanya?"

Maya berdecak. "Gue kira, setelah kenal sama Mas Wisnu, judesnya lo bisa sedikit berkurang. Ternyata nggak ada pengaruhnya."

Raras mengedikkan bahu, terlalu malas menanggapi sindiran Maya. Laporan-laporan yang harus dibacanya jauh lebih menarik untuk diberi perhatian.

"Jadi, kalian udah resmi?"

"Maya. Kalau Mas Wisnu udah cerita ke suami lo, gue yakin dia akan cerita semuanya. Dan suami lo nggak mungkin melewatkan satu katapun untuk diceritakan ke lo. Atau, malah mungkin lo juga dengerin langsung waktu Mas Wisnu cerita. Jadi, apa penting lo dengar cerita versi gue?" Raras mulai menggerutu, kebiasannya ketika sudah kehabisan kesabaran, yang lebih sering terjadi saat harus menghadapi Maya.

Mungkin akan bertambah satu orang lagi. Wisnu.

"Tapi, gue 'kan juga mau dengar versi lo, Ras." Maya mengeluarkan jurus andalannya, memelas.

Raras mendesah, lalu menggelengkan kepala. "Lo mau dengar bagian mananya?" Raras akhirnya mengalah.

Maya bertepuk tangan, sembari tersenyum lebar. "Apa yang membuat lo semudah itu terima lamarannya Mas Wisnu?"

Lo salah. Yang pertama mengajak menikah bukan dia, tapi, aku.

"Memangnya Mas Wisnu nggak cerita awalnya?"

"Mas Wisnu cuma cerita, waktu dia dengar lo sakit dan dia lagi ada di Bali, dia khawatir banget. Dia jujur ke Mas Pandu kalau ini pertama kalinya dia sekhawatir ini sama cewek yang bahkan hubungannya masih nggak jelas. Dan hari-hari dia menghawatirkan lo di Bali ngebuat dia banyak berpikir – yang sekali lagi jarang dia lakukan. Sampailah dia di keputusan kalau dia mantap untuk ngelamar lo. Kebetulan banget, disaat dia cuma berencana ngejenguk lo, lo nya malah mau keluar dan nggak ada yang jemput. Makanya, dia pakai kesempatan itu untuk ngomong langsung ke lo."

Mister DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang