Stage 23

695 75 12
                                    

Perdebatan pertama sebagai suami istri.

Wisnu dan Raras sudah menempati apartemen Wisnu selama seminggu. Dan perdebatan pertama mereka adalah terkait dengan sofa. Sofa berwarna abu tua yang diletakkan di depan TV dan juga bisa digunakan untuk menerima tamu, karena memang hanya itulah perabotan yang memenuhi ruang depan apartemen Wisnu.

Wisnu bersikeras untuk mengganti sofa tersebut dengan yang baru, sekaligus mengisi beberapa perabotan baru supaya ada perbedaan suasana di apartemennya sebelum dan setelah menikah. Berbeda dengan Wisnu, Raras menolak mentah-mentah ide tersebut. Alasannya adalah karena keduanya lebih sering menghabiskan waktu di tempat kerja masing-masing. Seminggu setelah pindah, keduanya lebih sering berada di kamar dan di meja makan di dapur. Membeli perabotan baru hanya pemborosan uang.

Pembicaraan dimulai tadi pagi, saat Wisnu yang menunggu Raras membuat sarapan dengan meminum kopi paginya di sofa sambal menonton berita pagi.

"Cuma ganti sofa aja kalau gitu." Wisnu menyerah dengan hanya satu permintaan.

"Sofa yang sekarang juga masih bagus. Kenapa harus beli lagi?" Raras menjawab dari dapur.

Wisnu menghela nafas. "Sofa ini udah lama...." Ada sedikit keraguan sebelum Wisnu kembali melanjutkan ucapannya. "sofa ini juga bukan aku beli sendiri. Dikasih hadiah sama Aldi waktu pertama kali pindah kesini." Suaranya sedikit pelan ketika menyebutkan nama barista di kafenya.

Raras menghentikan sebentar kegiatan memotong bawangnya ketika mendengar nama Aldi, alasan kenapa Wisnu memutuskan untuk mencari istri.

"Kamu pikir aku akan cemburu karena tahu sofa itu dikasih sama Aldi?" Alih-alih menanggapi permintaan Wisnu, Raras justru melemparkan candaan.

Wisnu yang entah kenapa jauh lebih sensitif pagi itu, tidak membeli candaan yang dilemparkan Raras. Dia meletakkan gelas kopinya di meja dengan cukup keras, sampai membuat Raras sedikit tersentak.

"Terserah kalau nggak mau beli."

Wisnu bangun dari duduknya dan masuk ke kamar untuk bersiap-siap. Akhirnya? Mereka sarapan dalam diam, saling mengacuhkan. Wisnu masih kesal karena permintaannya tidak diterima, Raras kecewa karena Wisnu bersikap kasar hanya karena candaan kecil darinya.

Keduanya berangkat kerja dengan muka kesal. Mereka bahkan saling mendiamkan sepanjang hari dan tidak saling berkirim pesan seperti hari-hari sebelumnya.

Hingga malamnya, Wisnu masih merasa kesal. Meskipun dia sudah diberikan perncerahan oleh Pandu bahwa apa yang dikatakan Raras benar – karena semua yang dikatakan istri adalah benar, Wisnu masih tidak mau mengalah. Ketika sampai di dalam apartemen, Raras masih belum pulang. Dia memindahkan makanan yang dia bawa dari kafe untuk nanti dimakan bersama dengan Raras.

Begitu selesai mandi dan keluar dari kamar, Raras ternyata sudah pulang dan sedang berada di dapur, memanaskan makanan yang tadi dibawa Wisnu. Wisnu tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Dia masih merasa kesal ketika masuk ke kamar mandi. Tapi, hanya dengan melihat Raras, semua kekesalannya sirna begitu saja.

Wisnu mendekat dan memeluk Raras dari belakang. Merasakan tidak ada reaksi dari Raras, Wisnu mengecup puncak kepala Raras beberapa kali.

"Aku belum mandi." Ucap Raras kemudian.

"Tetep wangi, kok." Balas Wisnu, mengeratkan pelukannya.

"Udah nggak marah?"

Selama beberapa detik Wisnu terdiam, sebelum akhirnya menjawab. "Siapa yang marah?" Jawabnya masih berusaha mengelak.

"Kamu nggak kirim aku pesan seharian. Maya juga seharian ngomel ke aku, minta tanggung jawab karena katanya suami aku mood-nya jelek banget sampai meresahkan semua orang di kafe, terutama suaminya."

Mister DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang