Hari yang ditunggu akhirnya datang. Seminggu setelah pembicaraan Wisnu dengan kedua orang tua Raras dan ke orang tuanya sendiri sore harinya, Wisnu dan kedua orang tuanya akan datang ke rumah Raras siang ini. Karena tujuannya masih perkenalan antar dua keluarga, tidak ada acara khusus yang disiapkan. Yuni hanya memasak beberapa hidangan dan makanan ringan.
"Gue tahu banget kalo lo suka mengambil resiko, Mbak. Tapi, gue nggak nyangka kalau akan seekstrim ini." Renata yang menumpukan sikunya di meja makan, menyipitkan matanya pada Raras, yang sedang sibuk membantu ibunya menyiapkan makanan ringan ke wadah yang sudah dipersiapkan.
"Ekstrim? Dari sisi mana?" Raras berpura-pura tidak mengerti.
"Baru berapa bulan yang lalu Alya datang kesini untuk ngemis-ngemis biar Mbak nggak jadi perusak rumah tangganya. Karena itulah, Mbak mau kenalan sama teman suaminya Mbak Maya. Belum juga ada tiga bulan kalian kenal, dan sekarang orang tuanya mau datang kesini untuk ngelamar. Ini bukan tindakan impulsif lo hanya karena kehilangan cara untuk move on dari Bayu, kan? Atau, cuma kamuflase?"
"Ren, coba lo ingat-ingat lagi. Memangnya, kapan ada orang lain yang bisa mengintimidasi gue untuk ngelakuin apa yang nggak gue mau atau suka?"
Renata menggeleng. Jawabannya tidak ada. Bahkan kedua orang tua mereka saja tidak bisa mempengaruhi Raras dalam mengambil keputusan.
"Lo masih berpikir kalau tindakan gue impulsif?" Sedikit, memang iya. Raras membatin. "Oke, gue akui kalau awal kenapa gue mau kenalan sama Mas Wisnu karena Alya datang kesini. Tapi, alasan sebenarnya bukan karena gue takut omongan orang atau karena gue belum move on dari Bayu. Tapi, karena gue nggak mau omongan Alya dan ibunya mempengaruhi Ibu dan Bapak. Sesimpel itu."
Renata masih merengut. Perlahan-lahan, semakin dipikirkan, Renata akhirnya bisa mengerti jalan pikiran kakaknya. Jika Raras sudah mantap untuk menikah, entah karena alasan lainpun, Renata harusnya lega dan bahagia. Tidak mudah memuaskan harapan kakaknya. Hubungannya dengan Bayu saja berlangsung bertahun-tahun sampai mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. sedangkan Wisnu? Hanya butuh kurang dari tiga bulan sehingga bisa meyakinkan Raras untuk menikah.
"Tapi, dia bersih, kan?"
"Bersih? Maksudnya?"
"Gue dengar dari Mbak Maya, dia suka hiking, travelling, dan punya kafe." Renata masih belum beralih jauh, hanya saja kini topik utamanya bukan alasan Raras, tapi, tentang Wisnu. "Katanya, cowok yang punya gaya hidup begitu punya kehidupan malam yang ramai."
Raras kini mengerti maksud Renata. "Dia nggak berbohong waktu bilang dia pernah pernah minum alkohol. Semenjak suka kopi, dia menjadi adiktif ke kopi dan nggak pernah lagi menyentuh alkohol. Untuk ngerokok, kadang-kadang masih. Tapi, itupun bukan kebiasaan, melainkan kalau dia ketemu teman-teman lama, yang bisa dipastikan jarang. Lo sendiri kenal suaminya Maya. Lingkungan pertemanan mereka sama. Jadi, gaya hidup mereka kurang lebih sama."
Mendengar kakaknya berusaha menjelaskan betapa pantasnya Wisnu untuk menjadi pasangan hidupnya membuat semua keraguan lenyap dari pikiran Renata. Ternyata benar, ketika menemukan pasangan yang tepat, siapapun bisa berubah, tentu saja menjadi lebih baik. Renata merasa kakaknya jauh lebih toleran dan santai.
"Jodoh itu aneh ya, Mbak. Siapa yang menyangka kalau sahabatnya suami sahabat Mbak adalah jodoh Mbak."
"Kamu ngomongi apa, sih? Judul sinema Indosiar?"
Ibunya yang tiba-tiba muncul menimbrung, menanyakan pertanyaan yang membuat baik Raras ataupun Renata bungkam.
"Ibu ngagetin, deh." Renata protes pada ibunya.
"Lagian, kamu ngomong kok belibet gitu." Yuni beralih pada Raras. "Wisnu udah dateng."
Deg! Mendadak Raras menjadi kaku. Dia menatap Renata dengan kikuk. Renata yang mengerti perubahan ekspresi kakaknya, tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Sangat jarang melihat kakaknya berada di situasi yang mudah untuk digoda seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mister Destiny
RomansaRaras dan Wisnu, dua orang dengan niat berbeda, yang bersatu atas nama pernikahan dan sama-sama belajar untuk menyatukan tujuan