Stage 15

539 72 1
                                    

Hi, again....

Bagian ini masih belum sempat diedit, jadi mohon dimaklumi kalau typo bertebaran.

Semoga semuanya sehat-sehat selalu

^^

_________________________________

Mobil yang dikendarai Wisnu menepi persis di depan rumah Raras. Karena gerbangnya tertutup, Raras turun dari mobil untuk membukakan gerbang supaya mobil Wisnu bisa parkir di halaman dan tidak menghalangi jalanan komplek yang lumayan sempit. Sembari Wisnu memarkirkan mobil, Raras hanya berdiri di dekat pintu masuk, sambil memikirkan kembali bagaimana mengutarakan kepada kedua orang tuanya mengenai pembicaraannya dengan Wisnu di mobil tadi.

"Kok sepi?" Terakhir kali datang, semua pintu rumah Raras terbuka dan terdengar suara samar dari dalam rumah, tapi, tidak dengan kali ini.

"Mungkin lagi di belakang." Raras mengeluarkan kunci dan membuka pintunya. "Mau tunggu disini aja atau ke belakang?"

"Biar kesannya resmi, aku tunggu disini aja." Wisnu memilih ruang tamu. "Oh, ya. Nanti, biar aku yang bicara. Aku nggak mau kamu mengambil inisiatif lagi. Paham?"

Raras mengerjapkan mata, tidak tahu harus merespon apa. Akhirnya, dia hanya mengangguk sekalu lalu buru-buru menghilang ke belakang. Dia sudah tahu dimana keberadaan kedua orang tuanya di jam segini. Tebakannya tepat. Bapaknya sedang menikmati secangkir kopi sambil memandangi burung-burung peliharaannya yang tidak henti berkicau. Sedangkan ibunya, sibuk di ruang menjahit yang letaknya bersebelahan dengan tempat ayahnya duduk.

"Kamu udah pulang?" Tanya Heru ketika Raras mendekat. "Naik apa tadi?"

Raras tidak langsung menjawab. Dia justru duduk di samping bapaknya dan memberikan gelagat mencurigakan. Melihat putrinya yang selalu percaya diri kelihatan gugup, menimbulkan rasa penasaran bagi Heru.

"Kamu masih sakit?"

Mendengar pertanyaan Heru, Yuni menghentikan kegiatan menjahitnya dan bergabung dengan suami dan putrinya. "Kalau masih sakit kenapa memaksakan diri pulang? Kamu harusnya dirawat lebih lama lagi."

Raras menggelengkan kepala. "Bukan. Aku udah baikan, kok. Bapak sama Ibu ada waktu sebentar? Wisnu lagi nunggu di depan. Ada yang dibicarakan sama Bapak Ibu."

Mendengar nama Wisnu disebut sama sekali tidak masuk ekspektasi Heru dan Yuni. Terlebih dengan kalimat 'ada yang mau dibicarakan'. Heru dan Yuni saling mengirim israyat dengan tatapan mata mereka. Entah bagaimana, mereka bisa merasakan bahwa kedatangan Wisnu kali ini berpengaruh besar pada masa depan putri sulung mereka.

Heru dan Yuni berjalan bersama masuk ke dalam rumah, sedangkan Raras berhenti di dapur untuk membuatkan minum. Ketika Heru dan Yuni sampai di ruang tamu, keduanya tidak sengaja menyaksikan bagaimana Wisnu terlihat begitu gugup. Tapi, ketika menyadari kehadiran kedua orang tua Raras, Wisnu buru-buru mengalihkan kegugupannya dengan senyum penuh sapaan.

"Kamu yang jemput Raras?" Tanya Heru, berusaha mencairkan suasana yang entah kenapa menjadi canggung.

Wisnu mengangguk. "Iya, Pak. Saya baru sampai dari Bali tadi pagi. Dan setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan, saya langsung ke rumah sakit. Saya tahu dari Maya kalau Raras hari ini keluar dari rumah sakit."

"Ibu sudah mau jemput tadi. Biasalah, Raras. Apa-apa selalu suka dikerjakan sendiri." Kali ini Yuni yang menimpali.

Untuk sedikit mengurangi suasana canggung, Wisnu mengingat oleh-oleh yang sengaja dibawanya untuk diberikan kepada kedua orang tua Raras. Dia mengambil bingkisan yang dia letakkan di dekat kakinya dan mengulurkannya kepada ibu Raras. Respon keduanya cukup terkejut, namun segera tergantikan dengan tawa yang cukup membuat suasana sedikit mencair. Begitu merasa bahwa waktunya sudah tepat, Wisnu tidak lagi membuang-buang waktu.

Mister DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang