Stage 11

532 76 2
                                    

Akhirnya, bagian baru.

Bagian ini yang paling sulit, dimana Raras dan Wisnu masing-masing saling mengenalkan ke orang tuanya.

Karena aku belum pernah ketemu sama orang tua calon, aku buatnya sesuai imajinasiku aja.

Kalau ada yang punya pengalaman, dan nggak kebaratan berbagi, sok atuh, dibagi.

Siapa tahu bisa jadi bahan referensi untuk adegan-adegan selanjutnya, atau di cerita lainnya.

Terima kasih.

^^

_________________

"Belum datang juga?" Yuni yang sejak setengah jam yang lalu sudah mondar-mandir dari dapur ke teras depan, tidak bisa menahan mulutnya untuk kembali bertanya pada Heru – suaminya, yang tetap tenang duduk di kursi rotan kesukaanya sambil menikmati segelas kopi hitam.

Karena ini entah sudah yang keberapa kalinya Yuni bertanya, Heru hanya menggelengkan kepala, tanpa mau repot-repot menjawab. Suara motor terdengar memasuki halaman rumah, yang ternyata milik Renata. Dengan pakaian olahraganya yang sudah mengering sehabis car free day, Renata menatap bingung ibunya yang terlihat tidak tenang.

"Ibu ngapain, sih?" Tanya Renata, bingung.

Yuni terlalu malas menjelaskan pada putri keduanya, sehingga kembali menghilang ke dalam rumah. Renata juga tidak merasa ingin mengejar ibunya untuk menuntut jawaban, dan memilih duduk di kursi satu lagi di samping ayahnya.

"Mbak Raras dimana, Pak?" Tanya Renata, dengan asyik mengunyah pisang goreng yang sudah tidak hangat namun masih tetap bisa dinikmati.

"Di kamar."

Renata mengetahui bahwa hari Minggu ini kakaknya itu tidak ada acara. Tapi, jarang sekali Renata mendapati kakaknya berdiam diri di kamar, bukannya membantu ibu mereka memasak dan bersih-bersih rumah, atau ayahnya bercocok tanam dan memeriksa kontrakan.

"Tumben." Tepat disaat Renata berkomentar, sebuah mobil terlihat berhenti tepat di depan pagar rumah mereka.

Jelas sekali terlihat kalau mobil tersebut memang sengaja berhenti di depan rumah mereka, tapi, pengemudinya seperti tidak berniat untuk turun. Renata hanya mengamatinya, sama sekali tidak menyadari ekspresi bapaknya yang sedikiti tegang.

Setelah sekitar lima menit mobil tersebut berhenti tanpa ada pergerakan, pintu pengemudinya akhirnya terbuka dan terlihat seorang laki-laki yang memandang ke arah rumah mereka tanpa ragu, sambil sesekali bergantian melihat ponselnya.

Heh? Cowok itu mau kesini?

Belum sempat Renata menyuarakan rasa penasarannya, si laki-laki sudah membuka gerbang yang tidak ditutup secara sempurna dan mengucapkan salam begitu melihat kehadiran Heru dan Renata di teras rumah.

"Cari siapa, Mas?" Tanya Renata, berdiri mendekat karena mungkin saja laki-laki itu hanya menanyakan alamat.

"Ini benar rumahnya Raras?"

Heh? Dia cari Mbak Raras? Siapa?

"Kamu temannya Raras yang mau ngajak dia pergi hari ini?"

Belum sempat Renata bertanya siapa laki-laki itu dan apa hubungannya dengan Raras, Heru sudah lebih dulu bertanya. Renata jelas kaget, karena pertanyaan Heru jelas sekali mengindikasikan bahwa bapaknya memang sengaja menunggu kehadiran si laki-laki di teras rumah. Padahal, di hari Minggu biasanya, bapaknya tidak mungkin masih di rumah jika sudah jam jam sepuluh ke atas. Begitu juga dengan Raras.

Yang lebih mengejutkan, laki-laki itu tersenyum sambil menyunggingkan senyum. Astagah, kenapa cowok ini senyumnya manis banget, sih? Renata tidak mengingkari diri untuk memujinya, apalagi setelah meneliti penampilannya secara terang-terangan.

Mister DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang