"Ketika engkau sanggup mencintai, jangan lupa untuk belajar patah hati."
- Adeeva Abriana Utama -
🦋🦋🦋🦋
Deva POV
Ide gila apa yang ada dikepala para sahabatku itu. Bisa bisanya mereka memintaku untuk menggandeng laki-laki asing yang aku temui bahkan belum ada 1 jam yang lalu. Lebih parahnya lagi aku harus berakting bahagia untuk pernikahan Lionel dan Sekar hari ini. Ngadi-adi pakai banget mereka. Mana ada perempuan yang bisa secepat kilat dapat pengganti pacarnya selama 15 tahun yang ia cintai dengan sepenuh hati, tapi kesalahanku juga kenapa aku sanggup mencintai tapi tidak mempersiapkan diri untuk patah hati. Seharusnya aku tidak menginvestasikan cintaku 100% pada Lionel, kalo tiba-tiba seperti saat ini. Woww... Hatiku porak poranda bagai pantai setelah arus tsunami menerjang. Kalo bukan karena kedua sahabatku yang setiap malam menemaniku bisa aku pastikan namaku saat ini sudah terukir di atas batu nisan kuburan. Karena satu-satunya sahabat laki-lakiku sibuk di rumah sakit dan itu memang lebih banyak manfaatnya daripada menemaniku yang sedang patah hati.
"Dev, gandeng tangan gue lah biar makin meyakinkan," kata Fabian menggodaku dengan alis di naik turunkan. Lihat wajahnya saja ingin aku kruwek-kruwek, cakar-cakar.
Aku mengembuskan nafas dan aku gandeng lengannya. Fabian tersenyum penuh kemenangan sambil keluar dari lift.
Ketika aku sampai di depan ballroom dengan Fabian, Tante Esti sudah menungguku di depan pintu.
"Dev, Deva," panggilnya lemah.
Aku menghentikan langkahku dan menoleh padanya. Fabian juga melakukan hal yang sama.
"Eh Tante, kok Tante di sini? bukannya acaranya sudah mau dimulai?"
"Dev, tolong bujuk Lionel untuk mau melangsungkan acara ini. Kamu harapan Tante satu satunya."
Rasanya aku ingin marah, meledak. Kenapa harus selalu aku? tidak adakah yang mengerti perasaanku selain 3 sahabatku, yang 2 diantaranya sedang menuju ke ballroom itu dengan gaun indahnya. Tante Esti ini juga tidak tau terimakasih. Aku kurang apa sebagai sodara jauhnya? Calon suami yang minta ia putuskan demi anaknya yang khilaf bareng calon suamiku aku kasih, membujuk Lionel agar mau bertanggung jawab juga sudah aku lakukan, pesta pernikahan yang aku persiapkan untuk diriku menjadi pesta untuk anaknya aku relakan, semua uang yang sudah aku keluarkan untuk biaya resepsi, MUA, bahkan hotel yang di tempatinya aku yang bayar dulu dari dana tabunganku dan Lionel. Walau Mamaku tidak ikhlas dan meminta ganti rugi atas nominal yang aku keluarkan, aku tidak mau memusingkannya, dikembalikan Alhamdulillah, tidak juga sudah aku ikhlaskan. Karena aku tau, bukan uang yang sedikit mengadakan acara pernikahan di Bali.
"Bukannya sudah Tante. Apa mesti saya seret Lionel ke depan penghulu?"
"Apapun caranya Dev, sekarang Lionel ada di kamar pengantin, tolong kamu ke sana."
Ampun, drama king banget si Lionel, bikin susah hidup orang saja. Seharusnya aku mengikuti saran orang tua dan kakakku untuk tidak hadir, tapi sebagai orang yang mau membalas dendam kepada sakit hati yang ditimbukan oleh pasangan yang tega kepadaku ini, aku harus hadir, menegakkan kepalaku dan berkata kepada dunia bahwa aku baik baik saja. Tanpanya hidupku akan terus berlanjut. Sakit hati karena mereka akan menjadi sebuah kenangan pahit yang akan aku simpan di dasar lautan hatiku.
Aku segera menuju kamar pengantin bersama Fabian dan Tante Esti. Aku ketuk pintunya dan wajah tampan Lionel muncul, seketika senyumannya merekah dan menarik tanganku untuk masuk ke dalam.
Dia memelukku erat, rasanya tulang tulangku mau remuk. Aku berusaha menahan air mataku. Bagaimanapun selama ini Lionel jarang membuat kesalahan tapi sekalinya membuat kesalahan kok jadi fatal begini?
"Lio, sudah lepaskan aku, tulangku mau remuk," kataku pelan.
Tidak lama Lionel melepaskan pelukannya. Ia menatapku lalu aku memberikan senyuman padanya.
"Lio, kamu harus menikahi Sekar. Jangan mempermalukan diri sendiri dan keluarga. Ingat pepatah Jawa, witing tresno jalaran seko kulino. Aku yakin kamu akan bisa mencintai Sekar seiring waktu karena terbiasa bersama."
Tanpa menunggu jawabannya, aku keluar dari kamar itu. Ternyata Fabian masih menunggku di dekat pintu.
"Lo nggak pa-pa?"
"Nggak pa-pa, gue masih utuh," sambil berjalan meninggalkannya.
Aku turun lagi ke ballroom dan Fabian berjalan di sebelahku. Aku menemukan Salma duduk disebelah Nada. Dan mereka tidak hanya berdua. Aku melihat wajah Om Tom, rekan bisnis alm. papinya Salma turut hadir.
"Hei," kataku sambil mulai duduk di kursi sebelah Nada di ikuti Fabian.
"Kemana aja lo?"
"Ke kamar Lionel. Semoga aja gue berhasil bujuk dia buat nikahin Sekar."
"Sabar ya Dev, Om yakin kalo kamu bakal dapat gantinya. Memang berat tapi tenang aja kenalan Om banyak. Kamu nyari pacar yang kaya apa nanti Om kenalin," Kata Om Tom yang duduk di paling pojok dekat Salma.
"Jangan mau Dev, yang ada bakalan dapet yang lebih berengsek dari Lionel," Salma menimpali sambil mulai membuka permen dan memasukkan ke mulutnya.
Aku berusaha tersenyum, "makasih ya Om, enggak perlu sih sebenernya. Soalnya Deva mau menjalani kehidupan ini sendiri dulu. Mau menikmati masa masa jomblo."
"Akhirnya gue punya temen juga, tenang Dev, dunia jomblo itu penuh warna. Apalagi jomblo berduit kaya kita."
Aku hanya melirik Salma yang tanpa dosa tetap bangga dengan kata katanya.
Pucuk si cinta ulam pun tiba. Lionel masuk ke ruangan ini dengan berjalan bersama orang tuanya.
"Hmm, gue masih nggak nyangka kalo Lionel batal nikah sama lo, Dev. Padahal kalian cocok banget, mana pacarannya udah kaya KPR rumah," kata Nada di sebelahku lirih tapi ternyata masih bisa di dengar Fabian disebelahku.
"Kan nggak selalu yang cocok itu jodoh Nad. Siapa tau Deva jodoh gue, Iya nggak?"
Kami semua yang duduk sederet dikursi menengok dan memandang Fabian.
"Kalian kenapa lihatin gue gitu?"
"Nggak, nggak pa-pa," kata Salma dan langsung menghadap depan karena ijab qobul akan segera dilangsungkan.
Kini kami semua diam mengikuti acara sakral ini. Aku berusaha kuat dan mengatakan kepada diriku sendiri di dalam hati jika ini memang keputusan terbaik. Walau sakit, tapi ini hanya sementara. Suatu saat aku pasti kuat dan bisa berdiri dengan tegak menghadapi kehidupanku tanpa Lionel di dalamnya.
**"
KAMU SEDANG MEMBACA
#DeFabian (END)
ChickLitSetelah 15 tahun bersamanya, dan tiba tiba aku harus kehilangan dia, aku seperti kapal yang sedang oleng. Mencoba bertahan dan mewarnai hidupku kembali tanpanya sungguh perjuangan yang tidak mudah. Ketika aku sudah menemukan ketenangan hidup, kenapa...