"Tanpanya hidupku tak lagi berwarna."
- Fabian Alaric Kawindra -
🦋🦋🦋
Fabian POV
Aku yang baru saja merasakan hidupku penuh warna warni selama dua hari ini harus gigit jari dan meraskan semua kembali ke warna semula, abu-abu. Sejak Deva mengucapkan kata-kata perpisahan padaku, hatiku hancur. Seperti anak kecil yang memiliki mainan baru dan mainan itu hilang begitu saja, itulah yang aku rasakan saat ini. Jika saja pantas aku akan menangis sejadi jadinya seperti anak kecil yang meminta mainan dan baru akan diam setelah dibelikan. Masalahnya Deva bukan barang dan bukan pula mainan sehingga tidak mungkin memaksakan keinginanku padanya. Lagipula aku masih sayang pada nyawaku. Aku tidak mau babak belur di hajar oleh Deva yang aku tau bahwa di balik tubuh mungilnya terdapat kemampuan bela diri yang mumpuni.
Pagi ini adalah hari pertamaku memasuki dunia baru. Dunia kerja lebih tepatnya. Dan saat ini semua direksi baru saja berkumpul dan menyambut kehadiranku sebagai CEO yang baru, menggantikan almarhum Papaku yang meninggal 3 bulan lalu. Aku memasuki ruangan lama papaku yang telah direnovasi sesuai dengan keinginanku .
Satu kata ketika aku memasuki ruangan itu. Sempurna. Sesuai ekspektasiku, tapi sesempurna apapun itu, kini terasa pincang karena aku tidak bersamanya.
Biasanya aku akan mendengarnya menghinaku, mengata ngataiku, bahkan memancing emosiku. Tapi kini yang ada di hidupku hanya mereka yang sedang mencari muka padaku, memuji, mengagung agungkan diriku dan aku muak dengan apa yang aku temui. Aku ingin bersamanya, bersama dia yang apa adanya, yang tidak takut mengutarakan isi hatinya, bahkan bersama dirinya aku tidak perlu mengeluarkan uang, karena Deva adalah sugar mommy yang sering mentraktirku. Menganggapku seorang laki-laki simpanan yang tidak memiliki penghasilan selain dari menjual diri.
Aku berharap aku bisa bertemu dengannya kembali. Kenapa aku tidak meneleponnya? Karena aku tidak memiliki nomernya.
Semalam aku bertanya kepada Salma dan ia tidak mau memberikan kepadaku karena Deva tidak mengijinkannya.Tok....
Tok....
Tok....
"Masuk," kataku memperasilahkan.
"Permisi pak, bapak ada jadwal lunch dengan Mr. Thomas Alexander sekarang Untuk Lokasi sudah saya share ke handphone bapak."
"Okay," kataku yang masih fokus pada berkas laporan penjualan divisi dealer mobil dan motor.
Setelah sekretarisku berlalu meninggalkanku, aku menutup berkasku dan mengambil kunci mobilku. Hari ini aku di temani si putih, Buggati chiron kesayanganku.
Andai Deva perempuan yang mengukur segalanya dari uang, maka aku bisa pastikan saat ini aku telah bersamanya, namun sayangnya dia tidak silau dengan apa yang aku miliki, bahkan menuduhku sebagai laki-laki simpanan. Bukannya sakit hati, aku justru menikmati ketika Deva menuduhku yang bukan bukan.
Aku memasuki salah satu restoran hotel bintang 5 di Jakarta. Dan betapa kagetnya aku ketika yang aku temui disini adalah Om Tom. Paman Salma yang kemarin juga hadir di acara pernikahan mantan calon suami Deva yang laknat itu.
"Mr. Thomas Alexander?" Tanyaku ketika aku sudah sampai di depan meja.
"Yes," Dan membelalaklah mata kami berdua.
"Fabian."
"Om Tom."
Kata kami bersamaan dan kemudian kami tertawa. Hingga akhirnya Om Tom mempersilahkan aku duduk di hadapannya.
"Om nggak nyangka kamu CEO Kawindra Group yang baru," kata Om Tom sambil geleng-geleng kepala.
Aku tertawa di depannya, "Terus Om ngiranya aku apa? Simpanan tante-tante kaya yang di bilang Deva?"
Aku mendengar Om Tom tertawa semakin lepas, "kamu tau dari mana kalo Deva cerita ke Om?"
Aku menghembuskan nafas pasrah, "aku tau aja, soalnya Om kelihatannya akrab sama Deva."
"Nggak cuma sama Deva, Om juga akrab sama Salma, Robert dan Nada. Tapi paling deket ya ke Salma sih."
Sebuah ide brilian muncul di kepalaku.
"Om, kan handphone aku hilang kemarin di Bali, bisa Om kasih nomer handphone Deva lagi? soalnya aku lost contacts sama dia."
"Oh, boleh."
Kemudian Om Tom meberikan padaku nomer telpon Deva yang sejak kemarin membuatku pusing tujuh keliling karena gagal mendapatkannya.
"Makasih, Om," kataku setelah selesai menyimpan nomer telepon Deva.
"Sama sama. Om cuma pesen satu hal sama kamu. Jangan pernah sakiti Deva seperti apa yang Lionel lakukan, karena Om nggak bisa bayangin Deva di keadaan seperti itu lagi."
"Keadaan seperti apa maksud Om?" Tanyaku bingung.
Aku melihat Om Tom mengembuskan nafasnya pasrah dan seperti menahan sebuah rasa entah apa itu tapi bukan rasa cinta dari apa yang aku lihat di matanya.
"Hari itu, setelah Lionel mengakui jika dia tidur dengan Sekar, sampai di rumah Deva langsung mengunci kamar. Dan ketika pintu kamarnya dibuka, Deva sudah dalam keadaan tidak sadar dengan racun serangga di tangannya. Keadaannya sempat kritis, bahkan Om sempat mau membunuh Lionel kalo bukan karena Salma yang mencegah Om melakukan itu."
Bola mataku sudah selebar piring makan, shock mendengar penuturan Om Tom. Apakah itu nyata? Deva sampai berniat bunuh diri hanya karena laki laki bajingan seperti Lionel?
Ternyata kamu bisa bodoh juga Dev.
"Maka dari itu, Om harap kamu jangan ganggu Deva dulu, biarkan Deva menikmati unpaid leavenya."
Aku hanya menganggukkan kepalaku sebagai tanda mengerti atas perintah Om Tom.
Setelahnya kami membicarakan urusan bisnis yang ternyata sudah terjalin cukup lama dengan perusahaan Om Tom di Eropa.
Aku melupakan bahasan Deva, karena jika aku membahasnya terus terusan, keinginanku untuk menemuinya semakin besar.
Aku hanya berharap saat ini Deva baik baik saja dan tidak berniat mengakhiri hidupnya hanya karena masalah cinta nnggak jelas.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
#DeFabian (END)
ChickLitSetelah 15 tahun bersamanya, dan tiba tiba aku harus kehilangan dia, aku seperti kapal yang sedang oleng. Mencoba bertahan dan mewarnai hidupku kembali tanpanya sungguh perjuangan yang tidak mudah. Ketika aku sudah menemukan ketenangan hidup, kenapa...