20

12K 1.4K 18
                                    

"Lo itu kaya batu kerikil di telapak kaki, kecil tapi bikin nggak nyaman buat jalan."

- Adeeva Abriana Utama -

🦋🦋🦋

Deva POV

Grup WA DeSaNa

Deva : ada yang bisa nampung gue sementara waktu enggak? gue lagi butuh tempat pengungsian.

Nada : lo kenapa?

Salma : rumah lo kena gusuran?

Deva : gue di kejar berondong gila sampai kerumah, Nad 🤧😭

Salma : rumah yang mana?

Deva : sekate kate lo kalo ngomong, Sal. Rumah almarhumah Eyang.

Nada : Pulang ke rumah ortu lo. Lagian disana, kan, kosong.

Deva : ogah, gue takut kalo sendirian saking gedenya.

Salma : ternyata lo lebih nyesek daripada gue, Dev. Kayanya aja punya kakak 3, ortu lengkap, harmonis pula, tapi bang toyib semua.

Deva : lo bukannya kasih solusi malah bikin polusi, Sal di WA gue, bangke!

Nada : lo temui dia, tanya maunya apa, jangan jadi pengecut.

Deva : lihat mukanya gue jadi pengen bunuh dia, gara-gara kejadian tadi sore di kantor.

Nada : jangan gitu, cinta sama benci bedanya tipis.

Deva : lo tau sendiri kemampuan mencintai gue sudah hilang sejak hampir 3 bulan lalu.

Salma : sudah, Dev, kita nikmati hidup berdua sebagai jomblo kaya.

Deva : lo iya, kaya, Sal, gue mah cuma kaum remahan, sobat misqueen gini.

Nada : kalo ketauan bokap lo hati-hati tu jari sama mulut lo di tampol. Anak seorang Galih Utama sok berlagak misqueen. Lo memang nggak pernah mau apa menikmati hidup lo yang sesungguhnya sebagai anak Galih Utama?

Deva : lo kira hidup gue settingan, Nad? Yang kaya bonyok gue, gue mah masih karyawan biasa. Lagian gue nggak suka orang tau siapa keluarga gue. Gue takut di culik lagi kaya jaman TK dulu.

Selama ini dibanding ketiga sahabatku, aku adalah orang yang selalu menyembunyikan latar belakangku karena kejadian penculikan yang aku alami dulu sewaktu TK. Aku beruntung karena Mama dan Papa lebih memilih untuk memberikan apa yang mereka mau, uang tebusan tanpa lapor ke polisi. Semua bermula ketika nama Papa sering masuk ke majalah bisnis sebagai salah satu pengusaha muda sukses dengan empat anak dan satu istri. Karena wajah dan namaku terekspos entah bagaimana sepulang sekolah ketika Eyang belum datang menjemputku, aku sudah bisa digondol oleh dua orang yang mengendarai mobil jeep kuno. Apesnya, sampai sekarang setiap melihat mobil jeep kuno dengan warna merah aku selalu ketakutan. Aku selalu merasa itu adalah mobil penculik.

Shittt !!!
Ketakutan yang aku bawa sampai usia 28 tahun lebih.

Aku mengintip dari jendela kamar rumah Eyangku dilantai dua. Aku melihat Buggati Veyron hitam Fabian masih nangkring di depan rumah eyangku yang hanya aku tempati berdua dengan Mbok Yah.

Apa sih kepentingan Kaboss satu ini hingga menguntit diriku yang notabennya adalah karyawannya? Apa Fabian benar-benar ingin aku berikan hadiah berupa bogem mentah dari tanganku?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apa sih kepentingan Kaboss satu ini hingga menguntit diriku yang notabennya adalah karyawannya? Apa Fabian benar-benar ingin aku berikan hadiah berupa bogem mentah dari tanganku?

Dengan perasaan dongkol, mangkel, sebel, aku menuruni tangga dan menuju ke depan rumah almarhumah Eyangku yang bergaya joglo modern ini.

"Hai, Dev."

Aku hanya mengangguk mendengar sapaan Fabian.

"Ada kepentingan apa kesini? pengajuan resign gue sudah lo acc?"

"Kan gue sudah bilang, kalo lo mau, lo bisa resign tapi pindah kerumah gue, jadi istri gue."

"Eh Fabian, umur lo seperempat abad saja belum genep, kerja dulu yang bener, selesaiin pendidikan lo. Anak kecil kok ngajak kawin."

Aku melihat Fabian tertawa terbahak-bahak didepanku.

"Lo kira gue bisa jadi CEO KG kalo pendidikan gue belum selesai dan enggak punya pengalaman?"

"Setidaknya S2 lo harus kelar dulu."

"Gue sudah lulus S2 bahkan cumlaude , kerjaan gue mapan, bibit, bebet, bobot gue jelas, tampang nggak perlu di tanya, lo lihat gue nggak bikin malu kalo lo ajak jalan. Satu lagi, di depan keluarga lo, gue ini pacar baru lo."

Aku hanya bisa menarik sebanyak banyaknya oksigen ke paru paruku setelah itu menghembuskan perlahan lahan, berharap emosiku ikut pergi bersamaan dengan hembusan nafas yang keluar dari hidungku.

"Lo nggak laku, ya? sampai segitunya ngiklanin diri sendiri?"

"Gue laku banget, banyak yang mau sama gue. Lo aja yang nolak."

"Karena gue nggak demen sama lo. Lo itu kaya batu kerikil di telapak kaki tau nggak? kecil tapi bikin enggak nyaman buat jalan."

"Biar nyaman terima gue lah ya, kita nikah?"

"Biar nyaman ya gue mesti singkirin batu kerikilnya dan batu kerikilnya itu lo."

Kini Fabian melongo di depanku. Aku benar-benar berharap ia pergi dari hidupku yang simpel dan sederhana ini. Aku tidak mau di pusingkan dengan urusan percintaan sejak kandasnya hubunganku dengan Lionel, karena pada kenyataannya, setelah aku rasakan, jomblo itu nikmat, bebas dan yang pasti menghindari dosa.

"Kok lo gitu, Dev?"

"Gitu gimana? Gue ya kaya gini dari cetakannya, lo mending pulang, mandi, minum susu, terus bobok manis. Jangan gangguin Tante Deva," Kataku mengusir Fabian, mendorong tubuhnya mendekati mobilnya.

Husshh....husshh....husshhh....

Kemudian aku melihat Fabian masuk ke Buggati Veyron hitamnya yang sanggup membuatku geleng-geleng kepala karena harga mobil itu berkisar 127 milyar Rupiah per unitnya.

Dasar wong edan, buang duit kaya buang struk parkir.

Malam ini aku aman, karena berhasil mengusir Fabian dari depan rumah Eyang. Karena kini Fabian telah mengetahui alamat rumah eyangku, jadi tempat teraman adalah ngumpet di rumah Papa Mama, walau berarti aku harus memberanikan diri tinggal disana tanpa Mbok Yah.

Fabian......
Gara gara lo....
Hidup gue jadi kaya di kejar rentenir, nggak tenang lahir batin ....

***

#DeFabian (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang