"Yang terlihat oleh mata, terkadang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada."
- Fabian Alaric Kawindra -
🦋🦋🦋
Fabian POV
Mimpi apa aku semalam hingga bertemu dan berkenalan dengan perempuan yang otaknya mikir negatif melulu seprti Deva. Yang saat ini sedang duduk dimobilku dengan bibir yang dimonyongkan, aku yakin aku bisa mengucir bibir Deva itu dengan karet gelang. Tapi sayangnya aku tidak akan tega menyakiti perempuan seimut Deva, aku tidak mungkin juga menambah rasa sakit hatinya akibat kejadian gagal nikahnya.
Saat ini Deva menggunakan hotpants jeans, dengan atasan yang memperlihatkan lengannya, sungguh penampilan Deva laksana anak SMA yang mau kencan bareng gebetan. Padahal Deva sudah berumur 28 tahun lebih.
"Dev, Lo nanti mau nggak gue kenalin sama sugar mommy gue?" Tanyaku di tengah perjalanan kami menuju Pantai Seminyak.
"Nggak mau, nanti lo jadi gembel kalo gue kenalan sama sugar mommy lo."
Aku tertawa mendengarnya. Entah kenapa sejak awal bertemu denganku Deva sama sekali jauh dari kata ramah. Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan para wanita yang selama ini aku kenal, yang memaparkan senyum dengan segala bentuk tipu daya muslihatnya agar terlihat sempurna dan aku akan tertarik padanya. Berharap mereka akan menjadi satu satunya wanita yang akan aku ajak berhubungan serius hingga jenjang pernikahan. Padahal aku sama sekali belum memikirkan pernikahan apalagi usiaku 25 tahun saja belum genap. Selain usia aku lebih merasa bahwa aku belum menemukan orang yang tepat sehingga aku masih mengoleksi saja sampai sekarang belum di tahap seleksi. Hubunganku dengan para wanita tidak lebih dari Friends with benefits.
"Ya sudah lo tunggu gue dimeja yang jauh dari sugar mommy gue ya? Lo pesen aja apa yang lo mau, nanti gue yang bayarin."
"Nggak usah sok kaya kalo lo aja mesti jual diri buat hidup mewah. Duit gue masih lebih dari cukup kalo cuma buat makan, apalagi traktir lo."
"Okay, kalo gitu lo yang traktir gue ya nanti pas makan malam, nanti gue yang pilih restorannya. Itu restoran favorit gue kalo di Bali."
Deva hanya menatapku. Entah kenapa aku suka sekali menggodanya. Laksana anak kecil yang memiliki mainan baru aku sangat amat tidak mau lepas darinya. Aku selalu ingin dekat dekat dengannya, tapi sepertinya itu hanya terjadi padaku karena Deva melihatku saja seperti melihat virus covid-19, sebisa mungkin menghindari dan berada sejauh mungkin dariku semampunya.
Tidak menyangka kejadian pagi tadi yang aku awalnya ingin berkenalan dengan Salma, eh malah aku berakhir pada Deva. Padahal mereka bertiga sama sama memiliki daya pikat masing-masing, tapi entah kenapa sepertinya hatiku tertambat pada Deva.
"Lo ngapain ketawa, ada yang lucu?" tanya Deva padaku.
"Nggak pa-pa, selagi ketawa masih gratis, kan," kataku sambil menaik turunkan alisku.
Setelah itu Deva tidak lagi berkomentar apapun padaku. Memilih diam menikmati perjalanan kami. Hingga akhirnya kami sampai di salah satu restoran tepi pantai Seminyak yang cocok untuk menikmati sunset.
"Dev, lo beneran nggak mau ikut gue? gue cuma bentar."
"Lo budeg apa gimana, sih? udah gue kasih tau kalo gue nggak mau, masih nanya lagi."
Wah, aku kaget mendengar jawaban Deva, baru sekali ini ada orang sejutek itu padaku. Selama ini orang selalu menghormatiku entah karena keluargaku atau karena memang aku yang selalu berusaha menghormati orang lain terlebih dahulu sebelum mereka menghormatiku, tapi perempuan yang satu ini memang beda.
Aku hanya geleng-geleng kepala.
"Ya sudah, lo tunggu sini ya? gue ke sana dulu."
Kemudian aku menyuruh Deva duduk di salah satu sofa warna-warni itu dan aku meninggalkannya untuk bertemu dengan Mbok Kadek. Salah satu orang yang dipercaya memegang bidang usaha keluarga Kawindra di Bali.
"Mbok, Sudah lama?""Belum pak, mari silahkan duduk."
Kemudian aku duduk di hadapannya. Mbok Kadek memberikan beberapa berkas yang harus aku tanda tangani.
"Kenapa nggak ke kantor saja pak buat tanda tangan berkasnya?"
"Nggak. Soalnya saya sibuk selama di sini," kataku sambil tertawa.
Sekitar 1 jam aku meninggalkan Deva untuk mengurus urusanku dengan Mbok Kadek, aku kembali ke meja Deva setelah mengantarkan mbok Kadek ke parkiran.
Aku sengaja mengantarkan Mbok Kadek karena aku penasaran dengan reaksi Deva ketika melihatku berjalan dengan Mbok Kadek. Yang aku akui memiliki kecantikan khas wanita Bali. Usianya pun sudah pertengahan 30 tahunan. Jadi pas untuk memerankan peran sugar mommy.
"Sorry, lama."
"Gak pa-pa. Itu tadi sugar mommy lo?"
"Iya, kenapa? cantik, kan."
Aku melihat Deva menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan.
"Kok dia mau ya punya boy toy kaya lo gini," Kata Deva sambil menatapku dari atas sampai bawah.
"Lo nggak katarak kan, Dev? lo nggak lihat apa gimana tampang sama penampilan gue?"
"Nggak, cuma minus 1 aja mata gue."
Karena jengkel aku minum minuman yang ada di meja, yang aku tau itu minuman Deva.
"Eh, itu punya gue, kenapa lo minum?" Kata Deva sewot.
"Haus," kataku singkat kemudian menyeret Deva keluar dari tempat itu.
"Bi, Bi, sunset-nya belum kelar, makanan Gue belum habis."
Masih sambil menyeretnya dan berjalan menuju parkiran aku berkata padanya. "Kan lo mau traktir gue makan malam tadi, ya kita buruan menuju ke restoran favorit gue."
"Iya-iya gue traktir," kata Deva.
Aku tersenyum mendengarnya. Tunggu Dev, kejutan hari ini buat lo belum berakhir.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
#DeFabian (END)
ChickLitSetelah 15 tahun bersamanya, dan tiba tiba aku harus kehilangan dia, aku seperti kapal yang sedang oleng. Mencoba bertahan dan mewarnai hidupku kembali tanpanya sungguh perjuangan yang tidak mudah. Ketika aku sudah menemukan ketenangan hidup, kenapa...