🌍 Pembawa Sial

453 110 171
                                    

⚠ W A R N I N G ⚠
.
.
.
.
.

Hai kalian jangan lupa untuk vote sama comment ya. Dan tolong jangan comment OOT. Jangan bawa ke kehidupan rl para pemain karena 100% ini fiksi ingat F I K S I. you know, bestie? Makasih mwch

Jangan panggil thor, min, athor or apapun just call me 'Ara' not bella because bella = princess wayv :). Oke guys. Just Ara. Mwch.

Selamat membaca!!!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.







"Kamu itu anak pembawa sial, Hanbin!" suara lantang itu menggema memecah hening di ruang makan. Seorang pria tua kini menatap Hanbin dengan wajah merah padam, dia menggenggam erat sendok dan garpu yang ada di tangannya.

"Kalau mau nikah, nikah aja nggak usah minta persetujuan sama Hanbin. Memang Ayah pernah ngomongin hal penting sama Hanbin? Nggak, 'kan? Atau Ayah mau dianggap calon suami yang baik? Iya?" cerca Hanbin masih menahan emosinya.

"HANBIN!" pemuda itu membanting kedua sendok ditangannya ke atas meja. Lalu pergi meninggalkan pria yang masih dikelilingi amarah yang membara.

"Bundamu meninggal karena kamu, Hanbin!" langkah pemuda itu berhenti tatkala mendengar kalimat singkat yang keluar dari mulut sang Ayah. Detik berikutnya dia kembali melangkah, tekatnya sudah bulat. Dia tak akan kalah dengan kalimat itu lagi, dia bukan penyebab Bundanya meninggalnya.

"Dasar anak tidak tahu diri!" ujar pria itu.

Kini Hanbin ada di kamarnya, merebahkan diri di atas kasur king miliknya. Matanya menatap langit-langit kamar, mengedarkan pandangannya ke setiap sudut plafon kamar itu. Hingga dia berbalik dan menatap satu wajah di sebuah frame foto yang tak lain adalah Bunda. Hanya gambar itu yang membuatnya tahu bagaimana wajah dari wanita yang melahirkannya 17 tahun yang lalu.

Dia menarik nafas panjang kemudian menghembuskan kasar ke udara. Pemuda itu bangkit, berjalan ke arah lemari. Dia membuka lemari itu, menatap deretan baju mahal yang selalu dia beli. Seulas senyum tipis muncul di wajah dinginnya saat ini.

"Untuk apa semua ini kalau Bunda aja nggak ada?" tanya Hanbin pada dirinya. Dia kemudian mengambil hoodie hitam yang tergantung di sana dan sebuah jaket jeans. Setelah memakai kedua benda tersebut, Hanbin keluar dari kamar turun ke bawah.

Pemuda itu berjalan menuju bagasi, memasuki sebuah mobil sedan berwarna hitam. Dia tak tahu harus kemana, yang dia inginkan menghabiskan waktu di luar tanpa melihat Ayahnya.

Dia melaju tanpa tujuan, dia benci dengan dunia yang tak pernah memihak padanya mulai dari Ia kecil. Semesta terlalu kasar padanya bahkan ketika dia belum tahu apa-apa.

Terus saja melaju membuat Hanbin sedikit kelelahan, dia menepikan mobilnya di pinggir pantai kemudian turun ke sana. Pemuda itu berjalan ke bibir pantai dengan tak bersemangat.

"ARGKH KENAPA?! KENAPA HARUS GUE?! KENAPAA?!" teriak lantang Hanbin. Di jatuh, tersungkur menundukkan kepalanya di sana.

"Kalau mau teriak di hutan jangan di sini." kepala Hanbin terangkat mendengar satu kalimat itu.

"Lo?!" bentak Hanbin masih kesal. Dia Rindu, teman sebangkunya. Gadis itu duduk di samping Hanbin, pemuda itu memperhatikan gerak-gerik dari si cantik.

Semesta [Kim Hanbin] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang