AUTHOR'S Point Of View
Kenapa baru sekarang?
Pertanyaan itu ingin sekali Airi teriakkan. Bagi Airi, kesaksian Cludia sangatlah menjijikkan.
Sekarang dia hadir memberikan pembelaan seolah dia memiliki hak atas itu?
Brengsek.
Umpatan itu Airi bisikkan tepat sebelum ia melemparkan Claudia.
"Prajurti Aneeska, kau baik-baik saja?"
"Ya, silakan dilanjut, Jendral"
Mati-matian Airi menahan emosi yang ribuan kali lebih menyakitkan dari peluru panas digenggamannya. Detik-detik yang terasa lambat saat Erwin menyuarakan alasan perekrutan Airi akhirnya berakhir dengan Hanji yang memapah gadis itu untuk keluar dari persidangan.
Airi sendiri membiarkan Hanji menopang seluruh berat tubuhnya ketika semua pertahanan kokoh yang ditampilkannya berakhir.
"-ri... Airi Aneeska!"
Barulah Airi sadari mereka telah kembali ke ruang tunggu sebelumnya dan Hanji yang siap dengan kotak obat. Menelan ludah, Airi berusaha menetralkan suaranya.
"Hanji, kembalilah ke persidangan dan bantu Erwin"
Sebelum Hanji membantah Airi lekas berkata, "Aku butuh waktu sendiri. Tolong."
Usai pintu tertutup, Airi menyandarkan tubuhnya. Air mata yang mengalir deras tak bisa lagi di bendung gadis itu. Pukulan demi pukulan yang diarahkannya ke dinding tetap tidak bisa meredakan sesak yang menghimpit dadanya.
'Airi dengarkan bibi. Kau berhak untuk membalas dendam. Ini hutang darah. Bibi juga sangat membenci mereka, bibi ingin mereka mati. Dengar, kau berhak dan bibi tidak akan menghalangimu. Tapi tolong, satu hal saja. Berjanjilah. Kau akan hidup, kuat, dan bahagia. Untuk hidupmu, untuk kami.'
Lagi dan lagi. Pesan terakhir mendiang keluarganya lah yang mendorong kewarasan Airi kembali kepermukaan. Merangkak meraih kursi terdekat, Airi berhasil merebahkan diri dan mengatur kembali pikirannya.
Airi tau, ia harus bahagia dihadapan musuh yang menunggu eksekusi.
Air mata diseka, rambut dirapikan. Tapi gerakan kecil itu terasa sangat melelahkan bagi tubuh Airi yang memang tidak dalam kondisi terbaiknya.
Setelah malam-malam tanpa tidur dengan misi pengintaian, plus energi yang Airi keluarkan dipersidangan serta luka yang darahnya sampai membentuk genangan dilantai, wajah Airi sekarang sepucat kertas. Lukanya tidak fatal, jadi gadis itu memilih memejamkan mata mengembalikan energinya.
Waktu berlalu sampai Erwin dan rekannya kembali, tapi kondisi tubuh Airi yang melemah membuatnya butuh beberapa detik untuk membuka mata.
"Aku tidak pingsan," cicitan Airi masih bisa didengar oleh semua orang.
Baru akan merasa lega, suara kecipak benda cair dari sepatu Hanji membuat kecemasan semua orang menjadi-jadi.
"TCH! KENAPA TIDAK KAU OBATI DARI TADI? GADIS BODOH!"
Kini Levi yang kali pertama protes melihat genangan darah, apalagi tangan Airi yang posisinya tak berubah, menggenggam timah panas. Erwin yang melihat bekas bercak darah didinding segera menyadari apa yang telah terjadi.
Airi yang awalnya melirik Levi dengan jengkel, kini melebarkan mata karena samar-samar gadis itu menangkap nada kegelisahan dan kecemasan (?)
Ah, atau mata Airi yang salah menangkap raut kecemasan Levi?
KAMU SEDANG MEMBACA
MELLIFLUOUS BEAT I [LEVI X OC] I SHINGEKI NO KYOJIN
FanfictionDunia hanya mengenal Asia dan Ackerman, sebagai klan yang dipersekusi oleh Kerajaan. Namun, tidak ada yang tau bahwa Kerajaan sebenarnya telah mempersekusi tiga klan. Asia, Ackerman, dan Aneeska. Nama klan itu telah tenggelam sejak seratus tahun yan...