DETAK KE 2 - JERIT SENYAP

924 114 0
                                    

 AUTHOR'S Point Of View

"Sial..."

Alis berkerut Airi mencetak lipatan seperti aliran sungai diantara kedua alis abu-abunya, wajah kecilnya meggembung. Berkacak pinggang, gadis remaja itu mengumpat sambil memandang kesal pada benda yang berantakan didepannya. 

Pagi ini ia mendapati rak penyimpanan makanan miliknya rusak, dilubangi ratusan makhluk kecil pemakan kayu. Parahnya, beberapa roti dan buah-buahan persediaan miliknya jadi tak layak makan.

Awalnya ia bersyukur karena menemukan pekerjaan untuk mengisi waktu luangnya disore hari, tapi sekarang Airi frustasi karena ia gagal memperbaiki raknya, bukannya lebih baik, raknya menjadi tak bisa dibuka karena ia salah memaku.

"Bodoh..." Ya, ya kali ini Airi memang melakukan kebodohan.

Hah, sebenarnya apa sih yang kufikirkan, gerutu Airi.

Alhasil, mau tak mau Airi harus merelakan raknya menjadi potongan kayu bakar. Besok, ia harus mencari kayu yang bagus dan membuat rak makanan yang baru. Gadis itu kemudian melenggang pergi melanjutkan aktivitasnya sebelum malam. Sambil berjalan, Airi menyelingi langkahnya dengan beberapa peregangan kecil. Menyusuri hutan sambil membawa beban sepanjang hari tentu akan meninggalkan pegal yang menjadi-jadi dipundak dan kakinya. Karena itu, yang ada diotak Airi saat ini hanyalah keinginaan berendam lebih lama di air terjun.

Sebelum menceburkan dirinya pada kolam alami air terjun, Airi membasuh tangannya dari sisa-sisa debu dan serpihan kayu. Diam-diam gadis itu memandangi pantulan wajahnya di air, menatap lekat pada mata peraknya, kemudian menoleh sedikit seolah memastikan antingnya masih utuh.

"Tidak ada yang berubah" gumamnya pelan.

Tak ingin melamun, Airi segera menceburkan dirinya. Sensasi dingin tetapi sangat menyegarkan itu terasa menyenangkan dikulit. Perlahan, Airi memantapkan kakinya berjalan didasar bebatuan kolam, menuju batu berukuran sedang tepat dibawah air terjun. 

Duduk sambil meluruskan kakinya, Airi menarik nafas panjang, memejamkan mata, merilekskan tubuhnya dan menikmati 'pijatan alami' dari air yang jatuh menghantam tubuhnya.

Ah, mandi, makan, lalu tidur, boleh juga...

Harusnya seperti itu, tapi meski sudah hampir tengah malam, Airi masih tak bisa mengistirahatkan tubuhnya. Gadis itu mendudukkan dirinya diatas tempat tidur, bibirnya gemeretak dengan umpatan samar-samar. Tak berselera memetik qin, Airi keluar dengan selimut tebal di pundaknya. Duduk dan bersandar pada dinding gua, Airi menengadahkan kepalanya melihat angkasa.

Langit sangat indah malam ini, benar-benar cerah. Gugusan bintang itu bertaburan tak beraturan tapi juga seolah membentuk sebuah jalan tak berujung yang entah kemana.

Kapan terakhir kali aku mengagumi bintang? Hm, satu? Dua? Tidak, tiga tahun lalu? Kapan, ya? Aku tak bisa mengingatnya...

Bukan tak bisa mengingatnya, Airi hanya terlalu sibuk untuk mengubur semua masa lalunya rapat-rapat agak tak kembali muncul ke permukaan dari hari-harinya yang bagai tak ada arti.

Tiga tahun belakangan ini, waktu terasa berlalu begitu lambat bagi Airi.

Hari-hari membosankan dengan aktivitas yang sama. Bagi Airi, hari di dunianya hanya ada tiga. Jika kemarin ia pergi ke kota lalu mencari kayu bakar hingga malam, hari ini ia berkeliling hutan untuk 'mencomot' sumber daya hingga malam. Maka besok, ia akan berburu hingga malam.

Jika aktivitasnya selesai sebelum malam, Airi berusaha menyibukkan diri dengan pekerjaan apapun, entah itu melatih fisiknya dengan memukuli samsak-samsak kayu, melatih super hearingnya, mengasah ilmu medis turunan klannya, membersihkan rumahnya, menyiangi rumput, membuat perkakas baru yang sebenarnya sangat tak dibutuhkan, membuat lonceng angin, bermain qin, atau apapun yang bisa menahannya untuk tidak mengiris nadinya sendiri setiap sore.

MELLIFLUOUS BEAT I [LEVI X OC] I SHINGEKI NO KYOJINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang