"Pa-pa?"
Suara lirih tercekat dipupuk rindu mendalam yang tak pernah tersampaikan sekaligus ragu itu mengudara menyahat hati.
Kedua netra si kecil dipenuhi cairan bening bagai balon kaca yang siap pecah dalam hitungan detik.
Pada saat yang sama, satu-satunya pria dewasa yang menjadi pusat perhatiannya, yang baru saja dipanggilnya, membalikkan tubuh kokoh yang menjulang tinggi di hadapan si kecil.
Runa sukses tercekat kuat. Bibirnya gemetar, balon kacanya pecah, mengalir menganak sungai di pipinya. Gadis cilik itu tekejut bukan main, tak bisa dijabarkan dengan ungkapan.
"Dokter Jeon?" lanjut suaranya lirih ketika pria yang didapatinya adalah sosok yang telah ia kenal dan tidak pernah ia sangka akan bertemu dengannya di sini.
Dokter Jeon di hadapannya. Berjarak hanya dua jengkal kaki dengannya. Tersenyum begitu teduh, mengirim perasaan hangat lebih daripada yang pernah Runa terima darinya. Senyuman Dokter Jeon pada detik itu, tidak pernah Runa lihat sebelumnya. Senyuman kelewat teduh bertabur kerinduan pekat yang tak terdefinisi.
Sebelum Runa dapat mengumpulkan suaranya lagi, Dokter Jeon melangkah mendekat. Mengikis jarak dan menekuk lutut tepat di hadapan si kecil. Mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Runa.
Runa segera mengusap air matanya. Senyumnya tiba-tiba mengembang, "Wah, Runa tidak menyangka akan bertemu Dokter Jeon di sini." Gadis cilik itu terkekeh kecil seraya memastikan air matanya di wajah telah ia sapu bersih dengan punggung tangan kecilnya. Tidak ingin dilihat Dokter Jeon bahwa ia baru saja menangis. Tangisan yang ia khususkan untuk Papa. Menarik napas lembut, mencoba bersuara ceria seperti setiap ia berbicara dengan Dokter ini, "Bagaimana kabar Dokter? Lama tidak bertemu Runa. Hehee. Tahu-tahu bertemu di sini."
Dibalik nada suara ceria serta senyuman manis yang berusaha ditunjukkan senormal mungkin, ada peperangan batin kuat dalam diri si kecil Runa. Keberadaan Dokte Jeon di sini begitu janggal. Tidak mungkin, bukan, jika sosok yang dimaksud Mama adalah Dokter Jeon? Tunggu. Runa mendadak teringat kejadian di rumah sakit ketika Mama menggendongnya berlari di hari pertama bertemu Dokter Jeon ini.
Huh, tunggu. Tidak, tidak mungkin. Lagipula, Dokter Jeon sudah punya istri dan anak.
Namun, obsidian Dokter Jeon yang berbinar lekat, nyaris sama pecahnya seperti milik Runa, mengirim sendu yang menguliti jiwa, membuat Runa terkekang dalam kebingungan serta perasaan tak mengerti yang menyiksa kuat. Kenapa? Kenapa Dokter Jeon terlihat sesedih ini ketika memandangnya?
Pria itu bahkan terbungkam setelah Runa menyapanya dengan sedemikian ceria.
Runa segera mencoba mengalihkan perhatian, menengokkan kepala kecilnya ke berbagai arah guna mencari keberadaan sosok lain yang dimaksud Mama.
"Runa mencari apa?" suara berat serak itu akhirnya mengalun merasuk dalam pendengaran Runa. Terasa menyimpan getir yang begitu kuat, membuat Runa memandang lekat lagi obsidian yang nyaris pecah menjadi kepingan permata kesedihan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Silence
FanfictionPUBLISHED SINCE : 18 DECEMBER 2020 -DON'T DO PLAGIARISM!- ❝ Setiap sedang disuguhi harapan untuk belajar mencintai, harapan itu dipatahkan. Berulangkali, sampai pada malam di mana ia ditinggalkan bersama seorang bayi di dalam perutnya. Kim Yerim tah...