03 | Last Midnight

2.2K 399 202
                                    

Membuka kedua mata. Tubuh terasa kaku dan nyaris sulit bergerak, Yerim berusaha bangkit. Mengedarkan pandangan ke sekitarnya.

"Jungkook ..." ucapnya pertamakali setelah terbangun.

Cahaya matahari yang mulai terlihat masuk melalui jendela. Jam di dinding menunjukkan pukul setengah enam pagi.

Hati Yerim terasa kosong, melihat sekitarnya kosong. Di atas ranjang dia sendirian. Gaun pengantin semalam masih ada di sisinya, sedikit kusut karena Yerim memeluknya erat.

Yerim terus meanggil tapi tak ada sahutan. Dia perlahan berdiri dan mencari di seluruh ruangan apartemennya. Tapi Jeon Jungkook benar-benar tidak ada.

Dada Yerim semakin terasa sesak. Bertanya-tanya ke mana perginya pria itu. Bahkan ketika mencoba menghubungi melalui ponsel, ponsel Jungkook masih mati. Tidak ada pesan masuk atau panggilan masuk satu kali pun dari pria itu.

Jika setidaknya Jungkook ada urusan mendadak, seharusnya pria itu menghubungi. Tapi ini tidak ada sama sekali. Yerim panik dan air matanya mulai mengalir. Firasatnya kuat bahwa ini bukan hal baik-baik saja. Ketakutannya selama ini perlahan mencekoki kepala.

Yerim memutuskan hendak pergi keluar, mencari di mana pun. Namun ketika dia membuka pintu, sebuah tas besar yang tergeletak di depan pintu apartemennya menghentikan langkahnya.

Yerim ragu untuk membukanya. Tapi itu diletakkan di depan apartemennya padahal semalam tidak ada apa-apa di sana. Gadis itu memutuskan menarik tas itu masuk ke dalam ruangannya. Menutup rapat pintu kembali dan memutuskan perlahan membuka resleting tas besar tersebut.

Ketika tas itu Yerim buka, Yerim seketika menutup mulut terkejut. Tas itu dipenuhi uang. Jumlahnya jelas sangat banyak. Namun, ada satu kertas yang berbeda. Kertas berwarna putih dan Yerim langsung membukanya. Sebuah surat dengan tulisan tangan pena berwarna hitam.

Yerim membacanya dengan tangan bemetar dan mata perih,

'Aku tidak bisa membiarkan anakku kehilangan masa depan hanya karena kau dan anak dalam kandunganmu. Jika anak itu memang kecelakaan dan tidak kalian inginkan sejak awal, maka gugurkan saja. Setidaknya, aku memberimu semua uang di dalam kertas ini untuk kebutuhan hidupmu. Menjauhlah dari putraku dan jangan pernah kembali ke Gurye. Uang ini setidaknya bisa kau gunakan hidup selama tiga tahun ke depan. Kamu yang paling tahu harus menggugurkannya atau merawatnya sendiri. Tetapi jangan berani-berani muncul untuk meminta pertanggungjawaban putraku. Jika kamu muncul, ada akibat untukmu dan anak itu. Jeon Jungkook setuju untuk ikut bersamaku, Ayahnya.'

Tangis Yerim sukses pecah setelah membaca kata-demi kata pada surat itu. Dadanya sesak teramat, memukul-mukul dadanya sendiri dengan kepalan tangan. Menangis tersedu-sedu. Menggeleng-geleng tidak terima.

"Tidak, tidak mungkin. Jeon Jungkook ..."

Kenapa Ayah Jungkook bisa menemukan mereka? Kenapa Jungkook pergi di saat sudah seperti ini.

Tidak mungkin Yerim menggugurkan anaknya yang sebentar lagi akan lahir ke dunia. Tidak mungkin Yerim membunuh anak yang sudah ia cintai. Selama sembilan bulan, Yerim belajar mencintainya bersama Jungkook. Dan ketika Yerim sudah meletakkan seluruh cintanya, bagaimana dia bisa menghancurkannya semudah itu? Tidak mungkin!

Yerim tidak mungkin bepergian dalam keadaan seperti ini.

Inilah ketakutan terbesarnya. Dan sudah terlambat untuk menyerah, sudah terlambat untuk mengakhiri. Tidak mungkin dia berakhir di titik ini. Yerim sudah menerima dan mencintai anaknya sendiri.

Yerim berjalan ke pintu apartmen sambil menggenggam erat surat di tangannya. Dengan tangis dan tubuh gemetar, pikiran kacau dan sangat emosi, membuka pintu hendak mencari Jeon Jungkook. Pria itu tidak boleh pergi. Jungkook tak boleh meninggalkan Yerim seperti ini.

In SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang