Yerim sempat menangis di dalam kamar mandi. Membuatnya menghabiskan waktu cukup lama di dalam sana. Dia masih tidak menyangka dengan kejadian yang menimpa hidupnya saat ini.
Kabur bersama seorang pria yang belum dia cintai sepenuhnya, dan bayi di dalam perutnya. Walau begitu, Yerim sangat mencemaskan Jungkook jika pria itu tidak kembali. Hanya pria itu satu-satunya yang bisa ia percaya saat ini. Hanya pria itu yang bisa menjadi petunjuk kemana Yerim akan membawa hidupnya.
Sekitar setengah jam di dalam kamar mandi, ketika Yerim keluar ke kamar, dia sangat bersyukur dan bernapas lega begitu melihat Jungkook sudah datang. Sedang menyajikan makanan di atas meja yang ada di sudut ruangan kamar sederhana itu.
Sebuah ruangan kecil, satu meja dan dua kursi, dan satu ranjang tidak berukuran luas namun tidak sekecil single bed. Setidaknya ranjang itu cukup untuk tidur dua orang dewasa dengan saling berhimpitan.
Melihat eksistensi Yerim yang sudah berganti pakaian baru dengan tubuh segar habis mandi dan rambut basah, Jungkook segera menyapa. "Oh sudah selesai? Aku belikan bubur abalone dan ayam. Sekiranya dapat menghangatkan tubuh."
Yerim tersenyum, "Terimakasih. Mandilah sunbae. Kamu harus segera mengganti pakaianmu."
Jungkook mengangguk dengan senyuman. Binar matanya penuh keteduhan dan ketulusan. Yerim merasa hangat ditatap begitu. Tatapan Jungkook seperti mengirim ketenangan supaya Yerim tidak perlu mengkhawatirkan apapun.
"Aku akan mandi dulu. Kamu makan duluan saja, ya." mengusak lembut puncak kepala Yerim dan berlalu ke kamar mandi.
Yerim duduk di salah satu kursi itu. Menatap ke luar jendela di mana hujan terlihat semakin lebat dan langit semakin larut. Bintang-bintang dan bulan bersembunyi, enggan menerangi, membiarkan kesenduan semakin membuncah tinggi.
Yerim terus seperti itu sampai Jungkook selesai mandi dan menghampirinya.
"Kenapa tidak makan dulu?" pria itu duduk di hadapan Yerim.
"Menunggu sunbae."
"Seharusnya tidak perlu menungguku." Jungkook tersenyum dan membukakan kotak bubur di hadapan Yerim. Meletakkan sendok dan sumpit di sampingnya. Mempersiapkan senyaman mungkin untuk Yerim bisa makan dengan nyaman.
"Sekarang hanya kita. Tidak bisa meninggalkan salah satu. Harus selalu bersama." ucap Yerim menatap bubur yang mengepulkan asap hangat di hadapannya.
Jungkook terdiam sesaat, kembali mengulas senyum memahami. "Iya, baik, aku paham. Kita akan selalu bersama."
Yerim mulai memakan buburnya meskipun tidak bernafsu sama sekali. Dia hanya merasakan enggan, hampa, dan mual. Setidaknya, kepulan asap makanan itu, penghangat ruangan, dan tatapan Jungkook bisa meredakan hawa dingin yang menyerangnya.
Yerim tak sanggup menghabiskan makanannya ketika merasa semakin mual. Sesuatu mendorong isi perutnya dan ingin dimuntahkan. Dia segera berlari ke kamar mandi sambil membungkam mulut.
Jungkook sukses khawatir dan mengikuti. Yerim mengisyaratkan agar Jungkook tak mendekat ketika gadis itu memuntahkan sesuatu ke dalam closet.
"Yerim-ah," Jungkook tidak bisa menjauh begitu saja. Dia memaksa mendekat dan mencoba memijat tengkuk Yerim yang terlihat kesusahan sekali.
Yerim menekan tombol untuk menyiram bekas muntahannya di dalam closet itu. Kemudian beralih ke sebuah wastafel untuk berkumur dan mencuci wajahnya.
Napasnya tersenggal-senggal dan wajahnya memerah. Jungkook berusaha tidak sangat panik karena hal seperti ini pasti akan mereka hadapi bersama.
Pemuda itu meraih pundak Yerim dan menuntunnya untuk duduk di atas ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Silence
FanfictionPUBLISHED SINCE : 18 DECEMBER 2020 -DON'T DO PLAGIARISM!- ❝ Setiap sedang disuguhi harapan untuk belajar mencintai, harapan itu dipatahkan. Berulangkali, sampai pada malam di mana ia ditinggalkan bersama seorang bayi di dalam perutnya. Kim Yerim tah...