Capek dan pegel plus ngantuk, malas-malasan kulihat jam. Rupanya baru jam 09.30 pagi. Sejak datang tadi aku sudah sibuk dengan kerjaan administrasi dan memberikan tugas ke siswa melalui grup wa kelas. Dalam masa pandemi ini proses belajar memang diubah menggunakan sistem pembelajaran jarak jauh.
Guru tetap hadir di sekolah tapi minus ramainya murid-murid yang biasanya ribut dan pecicilan ke sana ke mari. Suasana jadi sepi dan hening. Hanya musik saja yang terdengar di kelas ini dari playlist hapeku.Kukemasi barang-barang dan beranjak pindah ke ruang guru. Ingin tukar suasana sejenak dan mengisi ulang botol minumku. Dispenser adanya cuma di ruang guru. Aku berjalan keluar sambil mendekap buku absen dan lain-lainnya. Tapi, eh, kok rame ?
Motor berderet di tepi halaman. Tepat di bawah rimbunan pohon-pohon di tepi koridor kelas. Aku bertanya pada diriku sendiri, kok sampe nggak 'ngeh' sama kehadiran mereka ? Ah, dasar aku. Selalu saja cuek dan fokus pada kegiatanku sendiri.
Kulihat beberapa cewek berdiri bergerombol di pojokan koridor tepat di depan kelas bu Ika. Mereka semua memakai jaket almamater warna biru tua. Terlihat begitu familiar, seolah 20 tahun lalu saat aku masih seperti mereka di kampusku sendiri.
Kulewati mereka sambil bilang, "Permisi, numpang lewat." Disertai senyum manis. Aku tau senyumku manis banget. Sudah terbukti dan sudah teruji. Hahaha...
Mereka pun membalas beramai-ramai, "Iya bu, silahkan."
Kulanjutkan melangkah melewati mereka dan memasuki ruang guru.
Di dalam ruang guru, ada yang lagi berbenah atur kursi dan meja di tengah ruangan. Mereka pun memakai jaket almamater yang sama. Biru tua. Rame juga mereka ini, pikirku.
Tapi ini dari fakultas apa ya ? Dan perlunya apa ya ? Aku parkir di mejaku yang ada di pojokan. Aku bertanya pada bu Rut dengan pandangan mata yang disambut dengan pandangan mata yang artinya dia juga tidak tahu. Akhirnya ketahuan juga.
Setelah kumpul semua dan ada penjelasan dari juru bicara kelompoknya, mereka tuh mau KKN di sini. Lalu mulailah pembagian guru pendamping dengan cara diundi. Ih, masa anak orang diundi ? Aku protes. Tapi disuruh diam sama yang lain. Ya sudahlah. Aku mending merem aja sebentar. Ngantuk berat.
Eh, tiba-tiba ada yang mendatangi aku sambil menenteng ransel hitam. Dia bertanya, "Ibu guru kelas 3 ?"
Aku kaget, ya Tuhan. Bukan apa-apa, tapi ini apa ya ? Mimpi jadi nyata ? Atau apa ?
Kan semalam baru saja kuselesaikan novelku. Biasa, novel percintaan. Lalu langsung kukirim ke teman yang berjanji meneruskan ke penerbit. Lalu kenapa yang berdiri di hadapanku ini bisa plek mirip gitu sama karakter cowok di novelku itu ? Kok bisa ? Ini keajaiban, apa kutukan ?
Nah, kalimat yang berikutnya keluar dari mulutku adalah, " Ambil kursi."Ya, supaya dia bisa duduk kan ? Masa berdiri. Capek nanti. Lalu dia duduk di sebelahku. Rasa ngantukku hilang entah kemana.
"Namanya siapa ?" Tanyaku.
"Justin, bu." Jawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Justivia
RomanceKatakanlah aku harus move on dari segala kekusutan ini... Maka akan kukatakan " Andai dapat mengulang waktu, aku tak ingin mengenalmu, Justin. " Kenyataan adalah sebuah lukisan besar yang kadang tak dapat dimengerti alirannya. Kadang sebuah sketsa h...