Makan malam kami adalah ayam geprek dari warung langgananku di depan gang juga. Aku cabe level 3 dan Justin level 5. Beli bungkus untuk makan di rumah.
Selesai makan, kami bersantai di ruang tamu sambil menyalakan televisi agar ada latar suara.
Walau sudah kutawarkan, Justin menolak untuk numpang mandi di rumahku. Katanya lagi malas mandi. Rupanya ada ya kebiasaan malas mandi. Aku geleng-geleng kepala.
"PHBS Justin. Mandi itu untuk kesehatan." Kataku.
"PHBS ?" Tanyanya.
" Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. " Jawabku.
" Ah, teori. Aku ga mandi juga ga apa-apa. Masih ganteng juga. Iya kan ? " Katanya sambil tersenyum.
" Kepala batu. Sini biar kuketok dulu kepalamu. " Sahutku.
Justin mendekatkan kepalanya padaku dan kuketok pelan. Sekedar gurauan saja. Setiap saat serius itu capek dan membosankan.
Aku mundur ke ujung sofa dan meminta Justin berbaring lalu meletakkan kedua kakinya di pangkuanku. Aku lalu mulai memijiti telapak kakinya. Awalnya Justin meringis, tapi kemudian menikmati rasa nyaman dan memberiku jempol.
Aku perlu membuatnya santai dulu sebelum kuajak bicara suatu topik yang lumayan berat menyangkut hubungan kami.
"Bekas lukanya masih ada." Ujarku sambil meraba bekas luka memanjang akibat kecelakaan motor waktu itu. Tentu saja warnanya belum memudar.
"Cowok luka ga apa lah. Masa luka segitu aja cemen." Katanya.
"Tapi kamu bikin aku takut kamu kenapa-kenapa." Kataku.
Justin menatapku dengan rasa sayang.
" Kamu sayang sama aku ya ? " Tanyanya.
" Udah tau masih nanya. " Jawabku.
"Aku juga. Ga tau gimana kalo enggak sama kamu ke depannya." Kata Justin. Aku berhenti memijit kakinya. Aku menghela napas.
"Aku tau, aku membuat kamu nyaman. Tapi aku juga merasa itu salah." Kataku pelan.
" Apa ? " Tanya Justin memintaku mengulang ucapanku. Dia tadi sepertinya tak konsen karena pegang hape.
" Ah, enggak. Nggak apa-apa. " Kataku.
Berbarengan dengan itu, ada suara motor berhenti di depan rumahku. Aku beranjak, namun Justin lebih cepat melompat dan melarangku keluar." Kamu ga pakai jilbab, aku aja yang keluar. " Katanya.
Tak lama dia masuk lagi menenteng dua kantong plastik berlogo minimarket depan gang itu.
" Aku tadi pas nunggu kamu, pesan belanjaan online." Katanya.
" Udah dibayar ? " Tanyaku was-was.
" Udah. Kan transfer tadi. "
Katanya sambil mengeluarkan isi kantong.
Ada minuman botolan, biskuit, keripik, kopi, milo saset, susu kotak, gula, dan sirup. Ya ampun ! Justin belanja cemilan semua."Mogu-mogu kelapa buat kamu." Katanya sambil menyodorkan sebotol padaku. Aku terkesima. Betapa dia ingat saat itu, saat kami bertemu pertama kalinya di minimarket setelah program KKN mereka selesai.
"Makasih." Kataku.
Kubuka tutupnya dan kunikmati isinya. Segar mengguyur kerongkonganku. Manisnya pas. Namun momen inilah yang manisnya akan selalu terkenang. Justinku yang ternyata juga memanjakan aku. Mengingat hal-hal yang aku suka.
Sesaat kemudian terdengar suara langkah kaki di halaman diikuti suara salam dari seorang perempuan.
"Assalamu'alaikum, " katanya. Aku mengenali suara itu. Itu suara bu Rumi, ibunya Opik, tetangga tiga rumah sebelah kanan dari rumahku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Justivia
RomanceKatakanlah aku harus move on dari segala kekusutan ini... Maka akan kukatakan " Andai dapat mengulang waktu, aku tak ingin mengenalmu, Justin. " Kenyataan adalah sebuah lukisan besar yang kadang tak dapat dimengerti alirannya. Kadang sebuah sketsa h...