Sejak pagi aku merasa galau. Tiba-tiba saja pikiran tentang masa depan kami membebani batinku. Aku tahu pasti, perjalanan kami tak berujung, dan perpisahan bisa tiba-tiba saja datangnya. Tak ada satupun kepastian yang bisa kugenggam. Kurasa kami saat ini sedang terbelit halusinasi tingkat tinggi.
Justin menyapaku tadi lewat pesan WA. Dan aku curhat sedikit padanya. Ujung-ujungnya kami janjian bertemu sore nanti karena pagi dan siangnya kami sama-sama ada kesibukan.
Menjelang sore, aku meluncur menuju taman dekat perpustakaan universitas. Aku tiba duluan karena aku tak melihat motor Justin di manapun di parkiran. Udara agak hangat, jadi aku memilih duduk di bangku taman yang agak teduh. Kolam ikan di seberang sana tampak permukaan airnya tertiup angin. Beberapa orang dan anak-anak mereka hilir mudik memberi makan ikan-ikan tersebut dengan pelet yang dijajakan dekat situ.
Saat kutolehkan kepala ke parkiran, aku melihat Justin baru saja tiba dan memarkir motornya. Sesaat dia melempar pandangan ke sekeliling, kemudian melihatku. Kulambaikan tangan padanya yang juga dapat balasan darinya. Kembali kulayangkan pandangan ke kolam. Lalu hanyut akan lamunan. Sejujurnya hari ini aku sedang galau memikirkan masa depan hubungan kami.
"Mikir apa?" Tanyanya sambil menepuk pundakku.
Pandanganku tetap lurus ke depan. Memandangi kolam ikan itu. Tapi pikiranku tidak di situ."Baby.. what's wrong ?" Tanyanya lagi. Mungkin khawatir karena aku tak memberi respon segera.
Kutarik tangannya dan kugenggam jemarinya."Suatu hari nanti, kamu akan menikah. Sekarang mungkin kamu juga lagi menyukai seseorang."
Kataku dengan suara sedikit parau. Ada hati bicara di sana.Hening. Nah, kan. Kena di hatimu juga kan.
Justin tertunduk."Perempuan... Diciptakan menarik untuk laki-laki... " Katanya, " Tapi juga melengkapi separuh hidupnya. "
Aku diam mendengarkan. Aku tahu ada lanjutan kalimatnya. Tapi lama ku menunggu belum juga dilanjutkan.
Kulirik dia. Tangan kirinya mengucek rambut. Tangan kanannya tersandera dalam genggamanku.
"Kita takkan pernah bisa bersatu, Sweet Angel.." bisikku.
Jatuh sudah setetes airmata. Ah, mengapa angin sore ini tiba-tiba kencang dan dingin sih...dan mengapa juga di barat sana langitnya mulai berwarna biru semburat jingga.
"My girl.." Genggaman tangannya kurasakan menguat.
"Kamu kan tahu aku memilih sendiri dulu sejak cerita yang dulu itu. Aku lalu ketemu kamu, aku berusaha menjauh, tapi aku tak mampu melepaskan pesonamu. Semakin jauh aku pergi, semakin aku ingin selalu bersama kamu.."
Satu kecupan dihadiahkan di pelipisku. Tipis, selintas... Karena area ini masih dilintasi beberapa orang, Justin tak suka menarik perhatian orang.Aku tertunduk..menangis lagi. Segera kedua tangannya menghapus airmata yang berlinang di pipiku.
"I love you, sweet angel.." bisikku.
"Aku tahu..aku juga.." Katanya.Sejenak hanya suara angin yang terdengar.
Beberapa saat kemudian Justin mengecek ranselnya kemudian menggenggam tanganku."Yuk, temenin aku ke teras perpus. Ada teman mau foto-foto di situ. " Ajak Justin. Dia mengacungkan kamera milik temannya, si Alex.
"Jadi tukang foto sekarang ?" Godaku.
"Enggaklah.. Ini cuma bawain kamera si Alex. Dia tak sempat pulang tadi untuk ambil kamera. Jadi dia minta tolong aku."
"Owh." Kataku. Lalu mengikuti langkahnya menuju bagian depan teras perpus yang menghadap pintu masuk kampus Fisip. Kampus si Justin. Sesampainya di sana, memang ada beberapa mahasiswa yang berkerumun. Ada yang tengah menyandang selempang dalam busana putih hitam. Ada yang repot menata segala kado dan buket. Ada juga yang sibuk merapikan standing banner.
![](https://img.wattpad.com/cover/283867976-288-k443134.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Justivia
RomanceKatakanlah aku harus move on dari segala kekusutan ini... Maka akan kukatakan " Andai dapat mengulang waktu, aku tak ingin mengenalmu, Justin. " Kenyataan adalah sebuah lukisan besar yang kadang tak dapat dimengerti alirannya. Kadang sebuah sketsa h...