37. | Main Hujan

5 0 0
                                    

Di situ, di bawah pohon yang rindang, memang sengaja dibuat tempat untuk duduk yang permanen dari semen dan permukaannya dilapis keramik. Bersih dan nyaman untuk santai. Kadang aku dan Justin duduk di situ. Namun kali ini yang sedang duduk di situ adalah kak Heru. Dia sedang memetik gitarnya sendirian. Di kelompok Pramuka, dia emang satu dari beberapa yang mahir bermain gitar. Dengan t-shirt putih dan jeans biru, dia tampak segar.

"Hai." Sapaku.

"Eh, bu Via." Heru tersenyum sambil jemarinya memetik senar dengan nada-nada acak.

"Bisa main Def Leppard ?" Tanyaku.

"When Love and Hate Collide ?" Tawarnya.

Kami tertawa bersama. Tak ada jeda usia di sini. Yang masih mahasiswa semester akhir dan wanita prehistorik ini ternyata mengenal lagu yang sama.

Lalu intro dimulai, dan kami bernyanyi bersama. Merdu tidak, seadanya saja. Kami hanya sedang memikmati waktu santai sejenak sebelum kembali disibukkan dengan beragam aktivitas khas relawan.

Saat lagunya selesai, tiba-tiba saja Justin menghampiriku. Tampangnya terlihat murung dan suram. Mungkin sedang ada masalah atau mungkin tak suka dengan kenyataan aku duduk-duduk sama Heru.

Tanpa basa-basi dia berkata, "Via, ikut aku ya, sekarang." Gitu aja. Singkat, padat, jelas, dan lebih berupa perintah yang tak boleh dibantah. Heru sama sekali tak ditegurnya.

"Pergi dulu, ya Heru." Pamitku. Heru tersenyum saja, seolah paham apa arti diam seorang Justin.

Justin menggamit tanganku, lalu menggenggam jemariku, dan menarikku untuk ikut langkahnya ke parkiran.

"Kemana kita, Justin ?"
Tanyaku.

"Mau antar berkas." Singkat jawabnya. Mukanya masih kusut.

"Sweet angel kan ga boleh cemberut gitu." Ujarku.

Justin berhenti. Menatapku. Tampangnya emang agak menyeramkan gitu sih.

"Aku ga suka kamu duduk-duduk sama cowok lain."

"Iya, gak lagi. Suer deh." Dua jariku bikin tanda V.

Justin menarikku lagi menuju motornya. Motornya udah ganti. Bukan KLX lagi. Tapi yang lebih tinggi semacam CRF.

"Wah, ganti motor nih ? " Seruku.

"Iya." Sahutnya pelan.

"Kok milih yang ini sih, ga yang matic matic gitu. " Komentar cerewet yang ga penting sama sekali.

"Sebenarnya mau ganti BMX. Kamu mau ? " Justin menahan tawa.

"Ayo, udah. Naik. " Tariknya. Satu helm diberikan padaku.

Duduk berboncengan di jok yang mepet lagi. Pelukan lagi. Mmmhh... Aku suka Justinku.

Sampai di kantor Bappeda itu, Justin masuk untuk menyelesaikan urusannya. Aku menunggu di lobby saja. Sejuk sih ruangannya, tambahan lagi ada AC sentral dan di luar sana sepertinya mendung.
Tak lama urusannya selesai. Saat ia berjalan menghampiriku, hujan tiba-tiba saja turun.
Kami lalu berpandang-pandangan.

"Kamu ada urusan gak siang sampai sore ini ?" Tanya Justin.

Aku menggeleng sebagai jawaban.

"Ayo kita main hujan! " Ajaknya di luar dugaan.

Aku melongo. Justin tersenyum.

" Iya, main hujan. Tapi hape diselamatkan dulu." Katanya seraya mengeluarkan satu plastik klip ukuran sedang. Cukup untuk hapeku dan hapenya.

Dan kemudian kami memang hujan-hujanan. Air hujan perlahan membuat pakaian basah dan rasanya dingin. Aku semakin erat memeluknya. Rasanya lucu dan seru.
Entah sudah berapa jauh jarak tertempuh, hingga akhirnya Justin berhenti di sebuah rumah.

JustiviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang