Part 7 : Cemburu?

76 9 1
                                    

   "Jangan sentuh dia." Ujar arseno dengan nada dingin yang menusuk, tatapan tajam bak elang serta eratan pada bahu adriana yang semakin kencang, hingga tak sadar telah membuat adriana meringis menahan rasa sakit.

     "Ah, anda adalah suami adriana? Perkenalkan saya giandra, teman kuliah adriana." Ucap ian dengan santai, ia tidak terlalu menanggapi gertakan arseno padanya, dan berusaha untuk bersikap tenang.

     Arseno tidak menjawab ucapan lelaki itu, tatapan dingin arseno tetap fokus pada ian, seakan ingin mencabik-cabik lawannya dan memakannya langsung. Seperti itulah kira-kiranya gambaran wajah arseno saat ini.

     "Baiklah, semoga pernikahan kalian selalu bahagia, saya akan pergi." Pamit ia mengalah, mulai membawa langkahnya menjauh dari arseno serta adriana.

   Adriana hanya terdiam menatap punggung ian yang semakin menjauh, tak ia sangka arseno akan seprotektif ini dalam menjaganya. Padahal ia merasa, tak ada yang perlu ditakutkan dari hubungan mereka, semuanya hanya sandiwara semata, apakah ini demi sebuah pencitraan serta anggapan orang lain pada mereka? Setidaknya jika memang itu alasannya, terdengar lebih masuk akal.

    "Mas... Sss, lepas." Desis adriana, melepaskan dengan paksa tangan arseno yang mencengkeram bahunya dengan sangat kuat.

   Arseno airlangga, tersadar dari lamunannya, ia dengan cepat menjauhkan tangannya dari bahu adriana, membuat gadis itu menghela nafas panjang, sedikit menjauhkan diri sembari memeriksa kondisi bahunya. Arseno meringis, ketika ia melihat cetakan telapak tangan tertera jelas pada bahu adriana, tidak bermaksud berlaku kasar, ia hanya terbawa suasana.

    "Maaf... Apakah itu sakit? Saya akan mengambilkan obat." Ujar arseno yang dibalas dengan tatapan tajam lemah dan lembut oleh adriana.

    "Tidak perlu mas, masih banyak tamu yang perlu kita sapa." Jawab adriana, memberikan senyum terbaiknya, meski denyutan yang luar biasa karena cengkraman tangan arseno masih terasa.

    "Apakah kau yakin? Itu terlihat cukup parah." Kekeh arseno, mengusap pelan bahu adriana yang memerah.

    "Tidak apa."

   Setelahnya adriana memilih menjauh dari arseno, menyapa tamu-tamu lain meski dengan rasa canggung karena beberapa tatapan aneh dari para tamu undangan. Akan tetapi, hal tersebut tak melunturkan semangat adriana, sebagai seorang istri keluarga airlangga, adriana harus mempunyai mental yang kuat, dirinya tak boleh terlihat lemah.

        Dan dikejauhan, arseno hanya bisa menatap dengan sendu punggung istrinya itu, setelah sebuah rasa sakit berdenyut pada hatinya.

     "Dia semakin jauh untuk dapat ku gapai."

  ***

     Hari minggu seharusnya bisa dihabiskan dengan rasa tenang, waktu untuk beristirahat dari penatnya kegiatan dari senin hingga sabtu. Namun berbeda rasanya jika menjadi adriana, wanita berkacamata itu sudah disibukan dengan persiapan acara yang akan ia hadiri nanti siang. Bahkan selepas acara resepsi semalam, ia tidak dapat tidur dengan nyaman, sebab jadwalnya yang begitu padat.

      "Mas, berkasmu ingin ku taruh dimana? Jangan berceceran seperti ini." Keluh adriana, memindahkan berbagai macam berkas yang bertumpuk diatas nakas, padahal itu bukanlah tempat yang seharusnya.

      Arseno hanya berdehem tanpa memberikan jawaban, lelaki itu juga sama sibuknya dengan adriana, berkutat dengan laptopnya sedari pagi, bahkan ia belum membasuh diri, dan tetap bergulat diatas kasur bersama benda pipih besar itu.

     "Hh, baiklah. Saya letakan disini." Pasrah adriana, memilih maklum dan meletakan berkas-berkas yang bertumpuk itu diatas meja lain dikamar mereka.

Two FaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang