Bab 4 Perkenalan Pertama Mereka

443 19 3
                                    

"Aku hanya bisa pasrah dengan bagaimana takdir berkata di kehidupanku. Biarlah takdir yang menuntun. Aku percaya, Dia lebih mengetahui yang terbaik untukku."

- KHSB -

Suasana malam menjadi saksi sebuah kunjungan yang telah disusun oleh kedua orangtua mereka. Tanpa mereka tahu maksud didalamnya. Alkaf, laki-laki itu menuruti semua permintaan sang ibu. Begitu juga dengan gadis bernama Aisyah. Gadis yang amat penurut. Aisyah kini telah begitu rapih dengan balutan gamisnya yang bercorak bunga mawar putih dan hiasan panjang yang menjuntai di sebelah pundak kanan dan kirinya. Membuatnya seperti seorang bidadari yang amat sangat cantik.

Mobil sport berwarna hitam itu kini telah terparkir sempurna di halaman rumah yang tak asing lagi di mata Alkaf. "Rasanya aku pernah kesini," gumam Alkaf seraya mengingat memorinya.

Kelopak mata yang tegas terus mengamati rumah tersebut. Tanpa ia tahu, kedua orangtuanya telah beranjak memasuki rumah tersebut.

"Alkaf!" panggilan itu membuatnya berhenti dari aktifitas pengamatannya.

"Ayok masuk!" ajak keduanya.

"Iya Mah, Pah."

Alkaf pun akhirnya mengekori kedua orang tuanya.

Setelah bel di pencet, keluarlah sang empunya rumah.

"Ehh selamat datang ya..." Seraya salaman satu sama lain.

"Terima kasih War," jawab keduanya.

"Silahkan duduk,"

"Abi, Pak Adi dan keluarganya sudah datang ni...,"

Dari arah ruang keluarga muncul sang suami yang ia telah panggil.

Mereka saling bersalaman, begitu juga Alkaf yang menyalimi Abi Riyan.

Alkaf tersenyum ramah menyambut dua orang sang empunya rumah. Lagi-lagi ia terpaku dengan foto yang pernah ia lihat sebelumnya itu. Sejujurnya dalam benaknya ia benar-benar penasaran akan sosok aslinya.

Setelah lama mengobrol, Aisyah tak kunjung dipanggil. Membuat Tari berbisik kepada sang suami. Sang suami mengangguk. Detik berikutnya Adi berucap, "Mohon maaf Pak Riyan, apa kami boleh melihat putrimu?" tutur Adi seraya tersenyum ramah.

"Boleh-boleh, sebentar. Mi, tolong panggilkan Aisyah ya?" titah Riyan pada sang istri. Yang langsung diangguki oleh Umi Wardah.

Langkah wanita yang menjelang usia lansia itu gontai sekali menaiki anak tangga satu persatu. Perlahan ia ketuk pintu kamar anak gadis tunggalnya.

Sang empunya kamar nampak sedang membuka pintu, ceklek. Tertampilah Aisyah yang sangat cantik dengan gamis yang ia pakai serta khimar yang senada. Dan polesan make up yang sangat tipis. Namun, tidak mengurangi parasnya sama sekali. Dialah Adinda Putri Aisyah. Anak satu-satunya dari pasangan Ahmad Riyanto dan Wardah Indah Permata.

"Nak, dipanggil Abi untuk segera ke bawah. Yuk, umi antar!" tutur sang umi dengan lembut. Aisyah mengangguk tersenyum manis.

Dari arah tangga, Alkaf terpaku akan sosok wanita yang sedang digandeng oleh sang ibu.

"Aslinya, sungguh lebih cantik." Batin Alkaf takjub. Namun dengan cepat ia coba tepis rasa kekaguman itu. Dan mencoba mengingat Ratu, kekasihnya.

Setibanya Aisyah, kedua orang tua Alkaf nampak tersenyum bahagia. Keduanya merasa, bahwa benar Aisyah sangat amat cocok untuk dijadikan menantu.

Aisyah duduk di samping abi dan uminya setelah menyalimi kedua orang tua Alkaf. Gadis itu tetap menjaga kehormatannya dengan tidak menyentuh Alkaf saat salaman. Walau Alkaf telah mengulurkan tangannya, dengan cepat dan santun Aisyah membalasnya dengan sebuah tangkupan kedua telapak tangan di depan dadanya.

"Alkaf, bila kamu mau ajak anak Abi ngobrol, silahkan Nak. Tapi ingat, jagalah kehormatan yang sedang Aisyah jaga, paham ya, nak?"

Tatapan Alkaf kaku, dia bingung antara mengiyakan atau menolaknya. Sejujurnya ia sangat grogi. Terlebih mendengar penuturan orang tua yang ada dihadapannya. Walau kata-katanya singkat, namun, begitu banyak makna menurut Alkaf.

"Baik, Om Abi," ujar Alkaf sopan seraya tersenyum simpul.

Tari dan Adi yang melihat respon Alkaf sungguh senang. Ia bersyukur dalam hatinya, rencananya berjalan dengan lancar.

Setelah melangkah meninggalkan ruang tamu, keduanya sepakat untuk mengobrol di balkon paling atas rumah. Dengan Alkaf yang berjalan mendahului Aisyah. Lalu dengan Aisyah sembari memberitahu arah menuju balkon rumahnya kepada Alkaf. Laki-laki yang kelak akan menjadi imamnya tanpa ia sadari.

Angin sepoi-sepoi yang masuk dan meresap hingga ke pori-pori kulit keduanya. Menambah kegrogian satu sama lain. Mereka masih diam, saling menunggu siapa yang bersuara duluan.

"Ka-" ujar keduanya secara bersamaan.

"Kamu duluan aja," ucap Alkaf mempersilahkan.

"Nggak, kamu saja," sahut Aisyah santun seraya menjaga pandangannya. Alkaf yang melihat Aisyah sedari tadi hanya menunduk keheranan dan bingung sendiri. Alkaf sampai berpikir, "apa wajahku sejelek itu sehingga tak sudi melihat aku?" Entahlah, Alkaf hanya bisa menerka-nerka saja.

"Tidak, kamu saja!"

Alkaf menghembuskan nafasnya pelan, "Baiklah, aku yang mulai duluan!" sahut Alkaf seraya membenarkan jasnya.

"Kamu ... Sekarang sedang memfokuskan apa dalam hidup kamu? Apakah ada target kedepannya?"

Pertanyaan yang spontan, dan menurut Alkaf, itu adalah pertanyaan yang jarang ia lontarkan kepada wanita manapun terlebih kekasihnya, Ratu.

"Yang menjadi fokus sekarang ialah, aku hanya ingin menjadikan hidupku lebih bermanfaat, dan berusaha menjalankan tugasku dengan baik di dunia ini!" seraya tersenyum lebar dengan menatap pemandangan malam yang ada di balkon atas rumahnya.

"Satu jawaban singkat, yang jelas dan bermakna," batin Alkaf seraya tersenyum kecil.

'"Hmm, good juga."

"Kalau kamu sendiri?" tanya Aisyah bergiliran bertanya.

"Em, yang pasti keluarga dan bisnis!"

Aisyah hanya mengangguk, seraya tersenyum kecil.

"Sepertinya kita sudah cukup untuk mengobrolnya. Ayok kita kembali ke ruang tamu!"

"Iya, ayok!" jawab Aisyah.

Sesampainya di ruang tamu, kedua orang tua mereka kompak memandangi mereka seraya tersenyum lebar. Membuat Alkaf keheranan.

"Alhamdulillah acara singkat berjalan dengan lancar, Dua Minggu lagi kalian harus bersiap-siap!" imbuh Pak Adi dengan senyuman.

Keduanya tersenyum kikuk, Alkaf. Dia bingung dengan semua ini.

"Maksud kata-kata Papah apa?" batinnya.

"Baik Pak Riyan, waktu sudah semakin malam. Dan kami ingin pamit pulang, terima kasih sudah di jamu dengan baik!" tutur Adi.

"Sama-sama pak Adi," sahut Abi Aisyah.

Kini dua keluarga itu saling bersalaman, dan sebelum pergi keluar dari rumah Aisyah, Alkaf kembali menatap Aisyah. Kini pandangan keduanya bertemu. Namun, tiba-tiba Aisyah mendadak memutuskan pandangan tersebut.

"Dia aneh, tapi ... Entah mengapa ada rasa sedikit tenang saat bersama dia tadi!" batin Alkaf.

"Pada akhirnya bila kamu bersabar dalam menanti, kelak akan datang seorang yang terbaik diwaktu yang tepat nanti."

- KHSB -

Yeay akhirnya bisa nulis juga!!🥺 Stok bab menipis.😭 Bantu aku biar semangat dengan cara vote dan coment yuk!^^ Thanks yang udah vote & coment🙏❤️ See you next part guys 👋🏻🌹🥰

Keteguhan Hati Seorang Bidadari [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang