Bab 16 Malam Yang Menyakitkan

974 26 1
                                    

"Kamu nggak akan bisa mengerti jika kamu belum merasakan di posisi yang sama. Sakitnya hati, tidak mudah untuk pergi."

–KHSB–

Aisyah Pov

Seminggu yang lalu, ibu telah pulang ke Jakarta. Kulihat, setelah kepergian ibu hingga sekarang, mas alkaf tak lagi membawa Ratu ke rumah ini. Aku bersyukur, semoga Mas Alkaf bisa berubah secara perlahan. Dan bisa menghargai aku walau dengan pelan-pelan.

Kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Aku begitu khawatir sebab mas alkaf tidak kunjung pulang dari Kantor. Biasanya ia paling telat pulang pada pukul sembilan malam. Tetapi ini? Sudah melebihi waktu jam kantornya.

Aku berinisiatif untuk tetap menunggunya di sofa ruang tengah. Sudah ku telpon berkali-kali, tetapi tidak diangkat juga. Aku sungguh khawatir. Bagaimana tidak? Aku takut sesuatu hal yang buruk terjadi kepada suamiku.

^^^

Sesaat aku memejamkan mata karena sudah tak kuat menahan rasa kantuk, tetiba bunyi bel menginterupsi untuk aku bangun. Aku yakin dengan pasti, itu adalah Mas Alkaf. Aku dengan cepat beranjak untuk melihatnya.

Benar saja, sebuah mobil masuk ke garasi, perlahan seseorang keluar dari bangku supir. Kulihat, bukan Mas Alkaf. Ada rasa takut menyergapku. Laki-laki itu perlahan membuka pintu sebelah, dan muncul sosok Mas Alkaf yang begitu lemah. Aku berlari menghampiri mereka.

"Mas!" panggilku. Namun, setelah aku mendekat dan membantu memapahnya, aku mencium sesuatu yang asing. Rasa sesak menerpaku.

Setelah tiba di kamar, Mas Alkaf diletakkan di atas kasur.

"Kamu siapanya Alkaf?"

"Saya istrinya, kalo kakak?" jawabku dengan menunduk.

"Saya teman SMA nya Alkaf. Nama saya, Reno."

"Terima kasih kak Reno, maaf sudah merepotkan!"

"Em enggak papah kok! Santai aja, btw aku langsung pamit aja ya?"

"Iya, Kak."

Setelah kepergian tamu Mas Alkaf, aku kembali beranjak ke kamar. Aku lihat Mas Alkaf terbangun dengan sorot mata yang tak bisa di deskripsikan. Aku perlahan melangkah dengan rasa takut. Baru satu langkah aku maju, Mas Alkaf berdiri dan menyamperiku. Badanku bergetar hebat, aku takut, entah apa yang mau di lakukan Mas Alkaf terhadapku.

"Sayang," sapanya seraya mengembangkan senyum yang begitu lebar. Aku baru pertama kali melihat suamiku tersenyum selebar ini. Ada perasaan senang, dan juga ada perasaan deg-degan.

Perlahan Mas Alkaf, mengunci pintu kamar. Dan mulai menarik tanganku begitu lembut. Dan perlahan memajukan tubuhnya lebih dekat denganku. Hingga membuat jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Aku ingin meminta hakku boleh?" ucapnya seraya berbisik di telingaku. Ia mengelus pipiku lembut membuat aku menggeli dengan tersenyum kecil. Perlahan, hembusan nafas kami begitu dekat, hingga saling tercium aroma nafas masing-masing.
Namun, aku begitu terkejut, ketika aroma alkohol menyergap hidungku.

"Ma-Mas, ka-kamu mabuk?"

Tak ada jawaban, namun aku sedikit takut. Aku memukul-mukul dada bidang Mas Alkaf. Jujur aku tidak mau memberikan hak Mas Alkaf di keadaan seperti ini. "Mas, aku nggak bisa! Kamu mabuk!" ujarku seraya memberontak. Namun Mas Alkaf mengunciku, dan memulai aksinya.

Aku menangis sejadi-jadinya. Ya, aku menangis tanpa ada suara. Dalam isakan pilu, menjadi saksi bahwa kehormatanku telah diregutnya dalam keadaan yang tidak pernah aku inginkan.

Setelah beberapa waktu, aktifitas kami selesai. Aku dengan sigap menutup seluruh tubuhku dengan selimut. Mas Alkaf, dia sudah tergeletak di sampingku. Seraya menatapku begitu lembut, "terima kasih Ratu, aku cinta dan sayang sama kamu."

Bagai benteng yang runtuh, pertahananku seolah ambruk begitu ia mengucapkan kalimat tadi. Apa katanya? Ratu? Padahal aku, istri kamu Mas. Aku istri kamu, dalam keadaan seperti ini kamu hanya ingat Ratu? Dimana perasaan kamu Mas? Aku yang terluka, tapi kamu yang merasa bahagia. Begitu kamu puas dengan terpenuhinya hasrat kamu, dengan teganya kamu mengucapkan nama Ratu? Berarti, dari awal, kamu melihat Ratu, bukan Aisyah, Bukan wanita yang kini ada di sampingmu? Tega, kamu Mas.

Dalam kepiluan aku menangis. Terisak sendiri, sambil menatap suamiku yang telah pulas. Aku memandangi wajahnya, mungkin ini akan menjadi terakhir kalinya Mas kita sedekat ini. Setelah ini, aku akan menjauh, sejauh-jauhnya. Aku akan pergi dari kehidupanmu. Hingga kamu pun bisa berbahagia bersama Ratu. Yang lebih pantas untuk mendampingimu.

Dan, untuk kamu yang kelak akan hadir di rahimku, aku akan menerimamu Nak. Aku akan menjaga titipan dari Tuhanku dengan sebaik-baiknya.

Aku mengelap seluruh air mataku yang ada di pipi. Aku mulai beranjak untuk bersih-bersih. Setelah rapih, aku ambil secarik kertas yang ada di meja. Mulai kutulis kata-kata yang akan di baca oleh suamiku nanti.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Mas. Aku, izin untuk pamit dari sini. Bukan hanya dari rumah ini, tetapi ... Dari kehidupanmu Mas. Aku sadar, aku bukanlah wanita yang tepat untuk kamu cintai. Oleh sebab itu, aku harus sadar diri untuk harus segera pergi. Semoga, dengan kepergianku, membawa sesuatu yang telah terikat denganmu, kamu meridhoinya.

Jika kamu membaca surat ini, aku harap kamu tidak marah. Dan murka, karena aku takut Allah akan mengutuk setiap langkahku. Dengan menulis surat singkat ini, aku harap kamu membaca dengan baik. Dan mengerti perasaanku. Aku wanita yang begitu lemah, Mas. Sehingga, aku sudah tidak sanggup untuk tetap berada di samping kamu. Aku pamit untuk selamanya. Biar dia, tetap bersamaku. Dan kamu, tidak perlu tahu. Karena aku takut, dia akan menjadi beban untuk kamu dan Ratu. Biar aku mengurusnya hingga ajalku datang menjemput.

Jangan cari kita ya, Mas. Kamu bisa kok, bahagia tanpa adanya kita. Cukup Ratu yang menjadi kebahagiaan kamu. Dan cukup Anakku, yang menjadi sumber kekuatan dan juga kebahagiaanku. Terima kasih telah mengizinkanku menetap menjadi seorang istri walaupun tak kamu anggap kehadirannya. Walaupun kamu benci semua yang ada pada dirinya.

Jujur, aku sangat ingin mempertahankan rumah tangga kita Mas. Tetapi, rasanya aku sudah tidak sanggup. Malam itu, menjadi malam yang sangat menyakitkan bagiku. Dimana kamu menyebut nama wanita lain saat aku telah memberi hakmu. Tetapi, semua yang telah terjadi aku hanya bisa menjadikannya pelajaran.

Terima kasih, Mas. Terima kasih, atas semua cerita yang telah ada dalam memori singkat rumah tangga kita. Bahagia selalu ya, Mas. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tertanda

Adinda Putri Aisyah.

"Luka di hati, akan sulit untuk di obati. Mencari cinta sejati itu sulit, tidak semudah perlakuan engkau yang telah membuat cinta sejati itu pergi."

KHSB

Semoga suka terus sama KHSB❤️ btw udah baca ceritaku sejauh ini, bagaimana perasaan kalian? Dan kesan setelah baca dari cerita aku sejauh ini apa? Komen dong ya, di kolom komentar! Hihi.🥰 Terima kasih guys🤗🙏

See you next part 🔥❤️

Keteguhan Hati Seorang Bidadari [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang