Bab 2 Rencana

494 27 0
                                    

"Permisi Bu, aden Alkaf teh lagi nungguin ibu di sana." sambil menunjuk ke arah taman.

Tari pun mengikuti arahan dari asisten rumah tangganya, yakni Bi Inam.

"Oh oke bi, makasih ya, saya ke sana dulu."

"Iya Bu,"

"Assalamualaikum," salamnya dan membuat papah dan anak itu menoleh bersamaan.

"Waalaikumsalam, Mah." jawab keduanya.

Tari beranjak menyium punggung tangan sang suami. Lalu Alkaf beranjak untuk mencium punggung tangannya.

"Maaf Alkaf ya, Mah?" pinta Alkaf dengan mimik wajah yang sangat pasrah.

Tari menatap anaknya, "Apa kamu sudah memutusi Ratu?"

Mendadak Alkaf kaku. "Alkaf belum putusin Ratu, tapi Alkaf sudah berjaga jarak dengan Ratu. Kalaupun Alkaf harus menjauh dan memutusi Ratu, butuh waktu Mah. Karena Alkaf menjaga perasaan Ratu," jelas Alkaf

"Terus kamu nggak menjaga perasaan mamah? Kamu masih mau menomor duakan orang tua kami dari Ratu?"

"Nggak gitu Mah, Alkaf juga menjaga perasaan Mamah. Kalo Alkaf nggak menjaga perasaan Mamah, nggak mungkin sekarang Alkaf kesini Mah."

Akhirnya karena penuturan Alkaf, hati Tari pun melunak. Di dalam hatinya juga ia sebenarnya tidak tega untuk mendiamkan anak semata wayangnya itu.

"Benar Mah, Alkaf sedari tadi udah nungguin mamah pulang. Alkaf serius mau minta maaf sama Mamah. Jadi maafkanlah Mah," nasehat pak Adi, suaminya.

"Iya, mamah maafin Alkaf, dan kejadian kemarin mamah tidak mau melihat lagi?! Dan jangan izinkan wanita itu menginjakkan kaki di perusahaan kita, kalau nggak, kamu akan mamah turunkan jabatan, paham nggak Alkaf?"

Tari begitulah tegas, ia benar-benar mau merubah Alkaf dengan keras. Sudah cukup ia merubah Alkaf dengan cara halus. Anak satu-satunya ini memang cukup keras kepala seperti dirinya. Jadi tak heran, anaknya menuruni sifat keras kepalanya.

"Iya Mah... Alkaf akan pastikan itu,"

"Sekarang mamah udah nggak marah kan sama Alkaf?" tanya Alkaf dengan hati-hati.

"Mamah sudah nggak Marah. Tapi mamah minta besok kamu temani mamah untuk bertemu sahabat Mamah."

Alkaf berpikir sejenak, ia pertimbangkan ajakan sang mamah.

"Bagaimana Alkaf?"

"Iya mah, Alkaf mau!"

Tari mengangguk dan beranjak dari hadapan keduanya, tanpa mereka tahu, sebuah senyuman bahagia terbit diwajahnya. Rencananya untuk mempertemukan Alkaf dan Aisyah pasti berjalan mulus.

"Alkaf, kamu nginap di sini kan?" ujar Adi pada anaknya.

"Iya pah. Alkaf nginap. Seminggu Alkaf akan disini."

Alkaf, memang selalu bergantian jadwal menginapnya. Terkadang seminggu di apartemennya, dan seminggu di rumah orang tuanya. Padahal ada satu rumah mewah yang diwariskan untuk Alkaf. Tetapi laki-laki itu belum mau menginjakkan kaki di sana. Rencananya, ia akan tinggal bersama istrinya suatu hari nanti di rumah warisan dari keluarganya itu.

^^^

Pagi ini, Aisyah nampak semangat seperti hari-biasanya. Langkahnya gontai menuruni anak tangga. Seperti biasa, ia melakukan sarapan pagi dulu. Itu sudah menjadi rutinitas awal harinya.

Selepas sarapan, Aisyah langsung pamit. Hari ini ia di tugaskan oleh kepala sekolah, untuk menghandle tugas kepala sekolah yang ngajar di jam sore. Padahal Aisyah mengajar batasnya dari pagi hingga siang. Jadi hari ini ia benar-benar mendapatkan sif yang dobel.

Keteguhan Hati Seorang Bidadari [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang