Langit masih diam mematung dalam kamarnya, mengingat satu persatu kata yang Mas Esa katakan sambil menatap foto ayahnya yang menatapnya dengan tersenyum,
"Apa alasan bapak ndak ngasih tau yang lain karna ini? kenapa bapak tega sama Langit, kenapa Langit harus denger itu dari orang lain, kenapa bukan dari bapak langsung" ucap Langit lirih, wajah Langit yang memerah dan sembab dan terlihat sangat menyedihkan, hingga akhirnya Langit mengingat kalimat Raja malam tadi
"Lalu buat apa dia masih tinggal disini? dia hanya sekedar orang asing kan"
Hal itu membuat Langit yang sedang dalam pikiran kacaunya beranjak berdiri menuju almarinya dengan gelisah, ia menarik koper berwarna hitam dari atas lemari dan memasukkan beberapa lembar pakaiannya ke dalam koper tak lupa ia juga memasukkan obat-obatan miliknya untuk bisa bertahan hingga nanti.
Tak tau kemana tujuan anak berkulit Tan itu akan pergi, ia melangkah begitu saja meninggalkan rumah , ia bahkan meninggalkan si merah kesayangannya untuk tetap di rumah karna merasa kurang pantas jika ia membawa pergi si merah yang bukan haknya lagi. Dengan uang lima puluh ribu tersisa dalam dirinya ia pergi begitu saja menarik koper hitam menyusuri gelapnya malam ditemani dingin nya malam yang menusuk kulit. satu satunya tempat yang Langit tuju untuk bisa beristirahat sebentar adalah rumah pohon dekat danau.
Dengan jarak danau dengan rumah Langit yang cukup jauh serta tak ada satupun kendaraan yang lewat, Langit harus menempuh sekitar dua jam perjalanan dengan jalan kaki. Selama dua jam itu Langit menarik kopernya sambil melangkahkan kaki nya lunglai meratapi nasibnya yang begitu buruk.
Kenyataan bahwa nasibnya yang ia jalani begitu mengenaskan seperti,
Leukemia yang ia derita
Rai pergi meninggalkannya
Sebuah kenyataan jika keluarga yang ia miliki selama ini palsu, mereka bukan keluarga Langit
Langkit terduduk di pinggiran trotoar sambil memeluk kedua pahanya erat, kasih sayang sang Ibu dan Bapak memenuhi memori Langit. Secara bersamaan rasa bersalah terhadap Raja mendekap Langit begitu erat.
Karna dirinya, Raja yang seharusnya lebih pantas mendapatkan kasih sayang malah tersingkirkan. Tangis Langit pecah begitu saja, isakan demi isakan Langit luapkan dengan suara yang memilukan,
"Tuhan, salah Langit apa? apa tuhan sebenci itu sama Langit sampai kasih cobaan kayak gini? Apa langit pernah berbuat salah yang begitu besar di kehidupan masa lalu? " Lirihan yang begitu kacau membuat Langit putus asa, rasa lelah yang ia alami karna berjalan cukup jauh membuat kedua Indra penglihatan nya mengabur, hingga akhirnya kegelapan lah yang Langit temui.
°°°°°
Langit membuka matanya dengan perlahan, sebuah cahaya dari jendela membuat Langit mengerjapkan matanya beberapa kali.
"KIMING KADIEU BURUKEUN ANAKNA NTOS SADAR !(KIMING SINI CEPETAN ANAKNYA UDAH SADAR!)" Sebuah suara yang Langit dengar membuat Langit segera beranjak untuk duduk, dilihatnya seorang pria yang cukup berumur tengah memandangnya khawatir. Tak lama setelah itu seorang remaja muncul dengan balutan seragam abu-abu putih masuk,
"Aya tamu yeu pak,jangan panggil kiming ngera ngerakkuen (Ada tamu atuh pak jangan panggil kiming malu-maluin)" ucap remaja itu membalas dengan nada sedikit kesal saat pria yang di duga ayahnya itu memanggilnya dengan sebutan kiming.
"Cobada maneh anu nanya ,maraneh katempo saumuran sieun canggung lamun bapak anu nanya (Coba deh kamu yang tanya, kalian keliatan seumuran takut canggung kalo bapak yang tanya)" balas nya yang beranjak keluar dari sebuah kamar serba abu hitam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT DAN SEMESTA
FanfictionJangan lupa follow dulu karna mungkin ada beberapa yang di privat Seseorang pernah bertanua pada saya "kak kenapa si harus Langit?" Membaca komentar itu, aku sedikit terhenyak dan tersenyum. Jemari ku mulai mengetik sebuah jawaban yang tersimpan dan...