Seorang gadis tengah sibuk khawatir menatap ponsel di hadapan nya dengan tatapan gelisah, sang kakak yang menyadari tingkah sang adik pun menghampiri gadis itu perlahan,
"Rai? Kenapa?" Naresh bertanya pada sang adik dengan nada pelan, menepuk bahu adik nya yang tengah terduduk di lantai.
"Langit"
"Langit udah ketemu?"
Rai menggeleng, itulah yang sedang ia khawatirkan saat ini. Langit benar benar hilang bagai di telan bumi lagi setelah ia muncul untuk mengikuti olimpiade Sains bersamanya.
"Kak, kenapa Langit bohong?" Rai bertanya dengan tiba-tiba pada sang kakak diiringi tatapan sendu nya.
"Bohong soal apa?" balas sang kakak tak mengerti dengan kebohongan apa yang di maksud sang adik.
"Langit sakit, ditambah kakak juga yang nanganin Langit sejak dulu,terus kenapa kalian bohong ke Rai?" Rai melanjutkan tanya nya pada sang kakak membuat Naresh segera membantu Rai untuk duduk di ranjang nya. Naresh kemudia duduk di samping sang adik,
"Kata ayah dulu ada dua jenis kebohongan, yaitu kebohongan untuk kebaikan ada juga kebohongan untuk kejahatan begitu pula dengan sebuah kejujuran, lalu mana yang salah? yang salah itu adalah yang tidak pernah bertanya kenapa dia berbohong dan yang tidak menghargai sebuah kejujuran"
"Untuk masalah Langit kakak gabisa jelaskan karna cuma Langit yang tau semua jawaban untuk alasan itu, tunggu Langit pulang dan kamu bisa tanya in itu" balas sang kakak pada Rai membuat gadis itu menghela nafas berat.
Naresh yang menyaksikan adik satu-satu nya itu terlihat terbebani membuat batin nya sebagai seorang kakak tersakiti namun itulah resiko yang harus di tanggung Rai atas apa yang telah ia lakukan pada Langit, setidaknya itu akan menjadi pelajaran hidup bagi Rai.
Setelah kakak nya keluar dari kamar Rai ia lalu menghampiri sebuah tirai jendela di sisi kamar nya, ia menarik sebuah tali yang menjuntai di sisi tirai dengan cepat membuat tirai berwarna cream itu terbuka menampilkan sebuah pajangan kecil berisi kumpulan foto usang yang terpajang rapi dan bersih serta sebuah boneka kodok hijau kecil yang ada di tengah tengah kotak kaca tersebut. Foto foto absurd nya bersama Langit dari awal pacaran hingga terakhir kali terpajang rapi dengan begitu indah, semua barang yang Langit pernah berikan padanya ia simpan dengan baik dalam kotak khusus yang ia siapkan.
"Langit kayak nya aku beneran bodoh ya, aku ninggalin kamu cuma karna rasa bosan sementara yang aku alami""Aku dengan segampang itu lupain semua kenangan kita padahal di bawah hujan dekat danau kamu bilang mau bawa aku jadi menantu keluarga mu kan? Tapi aku sendiri yang malah kayak gini" ucap Rai menatap sebuah boneka kodok dengan warna yang telah memudar, bercakan lumpur kering masih ada di sana memperlihatkan betapa buruk nya pemandangan boneka itu. Tapi bagi Rai, kodok usang itu telah menjadi bagian kenangan dalam hidup nya, dimana Langit hampir kehilangan kedua kaki nya karna menyelamatkan sebuah boneka usang kesayangan Rai yang terjatuh di jalanan yang basah dengan hujan.
Hampir
Untung saja
Itu sebuah kata "hampir"
"Langit, kamu hebat udah bisa bertahan sejauh ini, tapi aku benci kamu saat kamu tidak mau berbagi rasa sakit itu padaku sedangkan aku selalu membebani mu dengan rasa sakit yang aku derita pada mu, bodoh"
°°°°°
Di sisi lain di kediaman Pak Hadi terlihat Raja yang tengah menatap Biru yang mengendap keluar dari kamar Langit, membuat Raja yang baru saja dari dapur menghentikan langkahnya dan menatap sang kakak heran.
"Kakak habis ngapain?"
Mendengar suara Raja dari arah belakang sontak membuat Biru menolehkan kepalanya dan mengantongkan kedua tangan nya masuk ke dalam saku Hoodie abu yang ia kenakan.
"Mau ambil jaket tapi gajadi, udah ga ada" balas Biru begitu saja, ia lalu meninggalkan Raja dari sana dan pergi ke bawah menghampiri Mas Esa dan kak Saka yang tengah membahas keuangan keluarga mereka untuk bisa mencari pengacara,
"Gimana kalo kita ajukan pinjaman dana?" Usul Saka pada kedua kakak nya ketika ia mendapati minus saldo yang mereka butuhkan masih benar-benar banyak.
"Nggak Saka, kalo mau ajukan pinjaman dana kita harus punya jaminan sedangkan satu satu nya harta yang kita punya itu cuma rumah ini, Kakak ga mau ambil resiko untuk rumah ini , rumah sederhana ini adalah satu satunya peninggalan bapak yang tersisa kakak takut kita bakal kehilangan ini" ucap Biru tegas, ia benar-benar menentang keras jika yang di bahas adalah rumah.
"Gimana kalo kita jual bengkel"
"Kita jual semua barang yang ada dengan harga terjangkau" lanjut Mas Esa mengusulkan untuk menjual bengkel yang ia tekuni. Lagi lagi Biru menggeleng tak setuju,
"Itu mata pencaharian buat sekolah adek adek, jangan sentuh bengkel atau rumah untuk masalah uang kita pikirin lagi nanti, jangan sampai stress biar kakak yang urus" ucap Biru final, Biru lalu mengambil jas putih serta tas kerja nya yang telah siap di atas meja.
"Kakak berangkat, kalian baik baik di rumah" lanjut Biru yang beranjak keluar dari rumah dengan kantung mata yang terlihat menghitam.
Keluarga kecil itu sedikit demi sedikit mulai runtuh.
______________________________________𝚂𝚒𝚗𝚌𝚎®𝙰𝚐𝚝 𝟸𝟶𝟸𝟶
More Info
𝐢𝐧𝐬𝐭𝐚𝐠𝐫𝐚𝐦 @𝐡𝐚𝐝𝐞𝐬𝐩𝐞𝐫𝐬𝐞𝐟𝐨𝐫𝐢𝐚
_____________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT DAN SEMESTA
FanficJangan lupa follow dulu karna mungkin ada beberapa yang di privat Seseorang pernah bertanua pada saya "kak kenapa si harus Langit?" Membaca komentar itu, aku sedikit terhenyak dan tersenyum. Jemari ku mulai mengetik sebuah jawaban yang tersimpan dan...