Langit kini kembali ke kamar nya, menikmati sensasi ruang yang sangat ia rindukan.
Dengan memori yang masih melekat dalam benak nya Langit mulai berjalan ke arah jendela. Meraba bagian-demi bagian untuk bisa menemukan pengait jendela.Krek
Langit membuka jendela kamar nya dengan perlahan, Ia memejamkan matanya dengan perlahan menikmati hembusan angin yang menerpa wajah nya. Mungkin jika sekarang ia masih ada di rumah Mingyu, maka dengan gerakan cepat ia akan mengambil selimut tebal lalu membungkus tubuh nya sambil memarahi nya.
Rasa sesak dalam dada nya kembali melingkupi dada Langit, meski kini ia telah kembali ke keluarga nya dengan segenap kebahagian yang ia harap kan. Hati nya masih saja tetap merasakan sakit yang sangat tak terkira.
Isakan tangis di gelap nya kamar Langit serta penglihatan nya yang sama sekali tak berfungsi membuat langit menduduk kan diri nya dengan rasa yang menyakit kan.
Langit memeluk tubuh nya sendiri dengan isakan tangis yang makin keras.Dug dug
"Bapak Langit sesak" isak nya pelan sambil memukul-mukul dada nya yang terasa sakit.
Entah bagaimana sekarang ia mengenali emosi yang sangat tak beraturan pada pikiran nya.
Tes
Tetesan berwarna merah mulai terjatuh diatas dingin nya lantai, Langit yang merasakan sebuah aliran yang turun dari bawah hidung nya sontak saja mengusap aliran darah yang keluar dari sana dengan cepat.
Rasa pusing yang begitu hebat menghampiri tubuh Langit dengan perlahan, lahi-lagi ia harus mengalami rasa mengerikan ini lagi.
"Akhh" Langit mencengkram rambut nya cukup keras saat pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi. Tubuh nya yang harus dijaga karna rapuh harus teru-terusan memikul beban yang seharus nya tak boleh ia pikul sendirian. Tubuh yang seharusnya ia jaga agar makin sehat, kini hari demi hari malah semakin rusak dan menjadi-jadi.
"Akhh Sakit!" Langit merintih kesakitan, tubuh nya melemas. Jambakan dari rambut nya masih tetap ia lakukan dan berharap jika rasa sakit itu akan teralihkan.
Dug dug dug
"Kumohon, ini sakit!" Langit menubrukkan dahi nya ke lantai berkali-kali membuat aliran darah baru keluar dari sana.
"Langit, sebentar lagi kamu akan masuk dalam fase yang sangat sulit, bagaimana pun juga bapak juga harus mengatakan ini, tubuh kamu sama sekali sudah tidak bisa di selamatkan lagi"
"Aku tau pak" balas Langit pelan pada Pak Rafa yang tiba-tiba mengajak nya berbicara sebelum ia kembali dari rumah sakit ke rumah Mingyu.
"Mungkin saja, kamu akan memasuki masa sekarat dimana tubuh mu akan mulai melemah dengan perlahan, yang berarti waktu kamu sudah tidak lama lagi Langit, leukemia kamu bahkan sudah menginfeksi bagian otak kamu, setelah penglihatan kamu mungkin saja infeksi itu akan merenggut pendengaran bahkan pergerakan kamu, alasan bapak bicara ini ke kamu agar kamu bisa melakukan semua kemauan kamu sebelum waktu nya tiba, dan bapak juga semaksimal mungkin akan memperlambat masa itu" ucap pak Rafa sambil mengusap rambut Langit dengan kasih sayang sama sperti yang ia lakukan pada Mingyu.
"Tidak perlu pak, biarkan seperti ini saja toh kalau sudah waktu nya ya sudah, tidak perlu mencoba menentang takdir hehe lagian juga ekspektasi saya serakah soal nya pak jadi takut realita nya gak kebagian kaya biasanya" balas Langit dengan senyuman halus milik nya itu.
Ingatan itu kembali memutar dalam pikiran Langit membuat nya tersadar jika mungkin saja kini ia telah berada dalam fase mengerikam yang dimaksud Pak Rafa padanya. Dan langit menyesali perkataan nya,
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT DAN SEMESTA
Fiksi PenggemarJangan lupa follow dulu karna mungkin ada beberapa yang di privat Seseorang pernah bertanua pada saya "kak kenapa si harus Langit?" Membaca komentar itu, aku sedikit terhenyak dan tersenyum. Jemari ku mulai mengetik sebuah jawaban yang tersimpan dan...