3.💚💚

544 64 8
                                    

Assalamu'alaikum readers sayang.

Kangen gak sama Mutiara? Atau Gus Nial? Atau Azizah?

Yuk baca kelanjutan cerita ini. Jangan sampe ketinggalan.

Lailiintan_

💚

Sekelebat masa lalu terputar kembali di pikiran Mutiaram

Flashback on.

Kejadian ini saat kelas 7 Mts.

Samar-samar Mutiara mendengar seseorang dibalik pintu kamar menyebut namanya dengan jelas. Telinganya pun tertarik untuk mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.

"Mutiara itu pelit banget. Gue muak lihat dia. Iya, sih. Dia emang pinter, kebanggaan sekolah, sama cepet hafalannya. Tapi sekali pun dia gak mau ngajarin temennya. Tuh, ilmu mau ditelan sendiri biar gak ada yang nyaingin dia," beber Azizah kepada teman-teman ghibahnya.

"Iya. Gue gak suka banget sama dia. Gue baik sama dia, cuman agar gue juga dikenal guru. Alias tumpang nama doang. Kalau gue dikenal guru kan, nilai gue jadi bagus kayak Mutiara," imbuh Fafa.

"Kalo gitu gue ikut, ah. Mau baik-baikin Mutiara biar gue juga ketularan tenar di area Bapak Ibu guru. Kan lumayan," timpal Sari.

"Punya temen yang bisa dimanfaatin, kenapa tidak digunakan!" seloroh Azizah.

"Kasihan banget, ya, dia. Hidupnya sendiri terus. Gak punya temen deket ya?" tanya Sari.

"Maybe. Ayok kita pura-pura jadi temennya aja. Dijamin kalian bakal mudah kalo soal pelajaran. Kalian bisa nyalin tugasnya dia. Jadi, gak perlu susah-susah ngerjain, deh," lontar Azizah.

"Jangan dibocorin misi ini, lo, ya," cakap Fafa.

"Selagi dia ada, kenapa gak kita manfaatin," tambah Sari.

Mutiara memegangi dadanya yang kini terasa amat sesak. Jantungnya kini terasa sulit untuk memompa darah yang ada di tubuhnya. Tangannya gemetar disertai keringat dingin yang mengucur di seluruh area wajahnya.

Ia kecewa ternyata teman yang selama ini ia bantu, yang dia kira tulus mau berteman dengannya, dan yang selalu ia prioritaskan, tak lain hanyalah seorang pengkhianat. Kepercayaannya kini sudah hancur dan sirna setelah mendengar apa yang mereka bicarakan saat ini.

Ia berusaha menetralisirkan kebencian yang menderu hatinya. Ia mengusap seluruh air matanya dengan cepat saat mendengar ketiga orang tersebut beranjak dari duduknya.

Azizah melihat Mutiara yang berdiri di depan pintu. Ia pun memasang raut terkejut dan kaget luar biasa. Namun, Mutiara hanya tersenyum tulus melihat mereka bertiga.

"Lo udah lama di sini?" tanya Azizah dengan menggigit bibir bawahnya.

"Baru, kok." Mutiara menutupi kebenarannya.

"Syukurlah." Azizah menatap Fafa dan Sari dengan menyunggingkan senyum.

"Kita ke aula dulu, ya," pamit Fafa.

Mutiara menganggukkan kepalanya. "Silahkan."

Mutiara berbalik badan menyaksikan ketiga teman palsunya pergi. Ia tak menyangka ternyata mereka pandai akting dan bermain peran.

"Dasar pengkhianat, semua drama kalian udah dibongkar langsung sama Allah," decit Mutiara dalam hati lalu masuk ke dalam kamar.

Flashback off

Tak disangka dirinya kini telah berada di depan gerbang Pondok Darul Musyawaroh. Mutiara menghentikan langkahnya setiap sampai di sana. Kebiasaan itulah yang dari dulu hingga sekarang tak pernah ia tinggalkan.

"Bismillahirrahmanirrohim." Mutiara melanjutkan langkahnya menuju kamar asrama putri.

Perut Mutiara terasa sangat lapar sekali. Sudah beberapa kali organ tubuhnya tersebut mengeluarkan bunyi. Namun, ia tetap masih setia dengan kegiatannya membaca alqur'an tanpa berniat beranjak untuk mengambil makan.

Tak lama kemudian, rasa laparnya semakin tak bisa ia tahan. Mutiara pun mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Dia tersenyum tipis melihat kebersamaan dan kekompakan santri-santri dalam melakukan suatu aktivitas tak terkecuali saat makan.

"Enak, ya, punya temen. Kalau males ngambil makan, ada yang ngambilin. Kalau mau apa-apa, ada yang bantuin. Aku mah ngelakuin semuanya sendiri," gerutu Mutiara dalam hati.

Tak bisa dipungkiri, hati kecil Mutiara timbul rasa iri karena ia juga manusia biasa seperti yang lainnya. Ia ingin punya sahabat yang senantiasa di sisinya saat ia dalam kondisi terpuruk. Ia juga ingin punya banyak teman yang membuat hidupnya sedikit berwarna. Ia juga ingin kasih sayang dari keluarganya agar ia terus kuat untuk menjalani hidup.

Tapi, inilah kenyataannya. Sebisa mungkin Mutiara menerima dengan lapang garis tangan hidupnya. Satu-satunya Zat yang dapat memberikan manfaat dan madhorot hanyalah Allah SWT. Tidak ada yang lain.

Ia akhirnya berdiri menaruh alqur'an terjemahnya di lemari khusus buku. Selesai menaruh alqur'annya, ia berjalan ke dapur untuk mengambil makan. Walaupun ia kini sedang bersedih meratapi nasibnya, ia masih sayang pada tubuhnya.

Sesampainya di dapur, ia melihat Mak Romlah yang sedang mengiris bawang merah dengan air mata yang bercucuran. Dia pun mengurungkan niatnya untuk mengambil makan.

Ia malah berjalan mendekati Mak Romlah. Namun, keberadaanya hanya dianggap sebagai angin malam semata. Mutiara sudah terbiasa dengan perilaku dingin Mak Romlah padanya.

Selama lima tahun mondok, Mutiara senantiasa membantu Mak Romlah memasak masakan untuk santri ataupun untuk keluarga ndalem. Ia dengan ikhlas membantunya seperti halnya ia membantu pustakawan menata buku di perpustakaan.

Tapi, sekalipun Mak Romlah tidak pernah mengucapkan kata terima kasih. Mutiara tidak mempermasalahkan hal sepele tersebut. Hanya diberi ijin untuk boleh membantunya saja, Mutiara sudah lebih dari bersyukur.

"Aku bantuin ya, Mak. Kasihan air mata Mak Romlah tumpah secara cuma-cuma kayak gitu," celetuk Mutiara tanpa ada respon dari Mak Romlah.

Mutiara pun akhirnya mengambil pisau di atas meja kemudian mengiris bawang merah hingga selesai tanpa sisa.

"Aku pergi dulu, ya, Mak," pamit Mutiara.

Ia berjalan ke kamarnya kembali. Namun, saat di depan pintu langkahnya terhenti begitu saja.

"Lhah, kok aku gak bawa makan. Niatku ke dapur kan mau ngambil makan. Dasar tolol," decitnya pada dirinya sendiri.

Ia menepuk dahinya menyadari ketololannya. Perutnya kini sudah tak berbunyi lagi. Mungkin karena sudah kenyang disakiti bawang merah yang berhasil membuat dirinya menitikkan air mata.

Ia akhirnya melangkah ke dalam kamar dan berniat mengambil mukena di dalam lemari bajunya.

Dia membuka pintu lemarinya dengan sangat pelan dan Hati-hati, tapi saat pintu lemari baju Mutiara terbuka....

Bruk

Bruk

Bruk

Seluruh isi lemarinya jatuh ke lantai tanpa ada yang tersisa.

-----

Kalau ada saran, jangan sungkan tulis di komen. Aku juga manusia yang banyak ngelakuin kesalahan. Aku butuh masukan-masukan juga dari kalian.

Mondok itu menyenangkan kok. Jadi jangan takut buat mondok ya.

Publish : 4 Januari 2022

Lailiintan_

-----

MutiarakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang