19.💚

359 23 9
                                    

Happy reading
Makasih buat kalian yang selalu baca ceritaku.

Love u

💚

"Nama saya Alvian, adiknya Kak Danial. Mau bicara sebentar boleh?"

Mutiara tidak langsung menjawab pertanyaan lawan bicaranya.

Dia tercengang melihat laki-laki di hadapannya ini. Bagaimana dia bisa sama sekali tidak mengenali pria tersebut. Padahal dia adalah anak Kiai Wahid dan Bu Nyai Ruqoyyah.

Mutiara mengingat-ingat berapa lama sudah dia tidak melihat anak ketiga dari pengasuh pondoknya ini. Setelah lima menit kemudian, dia menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri.

Empat tahun yang lalu.

Mutiara bertemu Gus Alvian saat pertama kali mondok di Ponpes Darul Musyawarah. Setelah itu, Gus Alvian pergi mondok keluar kota. Dan baru sekarang, Gus Alvian pulang.

"Mbak." Gus Alvian mengibaskan tangannya di depan wajah Mutiara.

"Astagfirullahal adzim," celetuk Mutiara terkejut karena sedari tadi ternyata dia melamun, "gimana, Gus?"

"Saya boleh ngomong sebentar sama Mbak Mutiara?" tanya Gus Alvian.

Mutiara menganggukkan kepalanya, "boleh, Gus. Mau ngomong apa?"

"Di gazebo aja, ya," ajak Gus Alvian lalu melangkahkan kakinya ke arah tempat yang ditujunya.

Mutiara hanya pasrah dan mengikuti langkah Gusnya tersebut.

Setelah keduanya duduk, Mutiara di bawah dan Gus Alvian di kursi, keheningan mulai terasa.

Tiga menit kemudian, Gus Alvian membuka suara.

"Mbak Mutiara, aku udah tahu semuanya," ucap Gus Alvian.

Mutiara mengerutkan dahinya. "Tahu tentang apa, Gus?"

"Antara Mbak Mutiara dan Kak Danial."

Mutiara langsung menunduk dan meremas tangannya.

"Gus. Itu hanya perihal kecil, jadi jangan dibesar-besarkan," jelas Mutiara dengan mantap.

"Apakah Mbak Mutiara ikhlas dengan sepenuhnya?" tanya Gus Alvian dengan menatap Mutiara.

Mutiara mendongakkan kepalanya lalu membalas tatapan Gus Alvian. "Dari dulu, saya selalu berdo'a agar Gus-gus pondok ini bisa bertemu dengan jodoh yang terbaik untuk mereka. Aku menginginkan kebahagiaan kepada mereka. Tak pernah sekalipun aku mencintai mereka lebih dari aku mencintai kalian sebagai guru saya. Jadi, saya ikhlas sepenuhnya, Gus. Jangan khawatir," tutur Mutiara lalu mengalihkan pandangannya.

Gus Alvian mengangguk-anggukkan kepalanya, tapi sedetik kemudian ia mengeluarkan suara kembali.

"Namun, belum tentu Kak Danial bisa dengan mudah menerima kenyataan ini, Mbak. Karena Kak Danial udah terlanjur cinta sama Mbak Mutiara," ungkap Gus Alvian.

"Bisa! Aku yakin Gus Nial bisa menerima kenyataan ini. Neng Marwa adalah wanita terbaik yang pantas untuk jadi pendamping hidup Gus Nial. Semuanya butuh waktu dan proses. Tapi aku yakin Gus Nial pasti bisa, kok. Udah ya, Gus. Aku mau ke dapur. Tugas saya masih banyak, assalamualaikum." Salam Mutiara lalu beranjak dari duduknya dan meninggalkan Gus Alvian sendiri.

Setelah dirasa Mutiara jauh dari tempat semula, Gus Alvian bergumam.

"Ya pantes Gus Nial bisa jatuh hati sama Mbak Mutiara. Lha dia aja pemikirannya dewasa banget. Bicaranya tidak hanya menganut sudut pandang dari dia aja, tapi dari sudut pandang lain. Aku aja salut sama dia."

MutiarakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang