Wahai para readers. Vote dan komennya jangan sampai ketinggalan. Jangan dibiasain jadi silent readers!
Lailiintan_
💚"Jangan senyum-senyum mulu. Cepetan hafalan santrinya disimak. Mereka udah nunggu dari tadi." suara Gus Nial muncul secara tiba-tiba di ruang tamu tempat setoran hafalan nanti.
"Kenapa ada Gus Nial di sini?" batin Mutiara dengan memasang wajah terkejut melihat Gus Nial yang datang secara tiba-tiba.
"Iya, Gus," jawab Mutiara se tenang mungkin walau sebenarnya jantungnya berirama begitu cepat.
Mutiara berjalan menyusul santri-santri yang akan setoran. Degup jantungnya kini berpacu sangat cepat, sebab di hari pertamanya ia menyimak, Gus Nial malah duduk di sampingnya dengan mengatur jarak.
Karena canggung yang tak kunjung terselesaikan, Mutiara akhirnya memberanikan diri untuk membuka suara.
"Gus Nial gak siap-siap buat ngajar?"
"Kamu ngusir saya?" ketus Gus Nial.
"Ya Allah. Sensi amat, nih, Gus. Lagi PMS kali, ya?" batin Mutiara.
"Bukan gitu Gus, Ta-"
"Saya ingin di sini gak boleh? Ini 'kan rumah saya," ucap Gus Nial menyela perkataan Mutiara.
"Terserah Gus Nial kalo gitu." Mutiara pasrah atas keteguhan pendirian Gus Nial yang sekarang sedang duduk di sampingnya.
"Ya terserah saya, lah," sahut Gus Nial.
Mutiara hanya diam mendengar sahutan ketus dari mulut Gus Nial.
Dia kini sibuk menyimak santri-santri menghafalkan Juz 30 atau biasa yang disebut Juz Amma.
Terlihat Gus Nial sedang memperhatikan Mutiara yang fokus menyimak. Sesekali sebuah garis vertikal tertarik dari bibir Gus Nial.
Setelah Mutiara menyelesaikan tugasnya untuk menyimak santri hafalan Juz Amma, netranya langsung menyiduki Gus Nial yang tengah memperhatikannya.
Tatapan mereka bertemu. Untuk kali pertama Mutiara melihat jeli postur wajah Gus Nial tersebut. Dan tak bisa dipungkiri pula, pahatan mukanya pun juga hampir sempurna dan menarik.
Tak lama kemudian, Mutiara mengalihkan pandangannya. Ia sadar akan kesalahannya yang telah lancang menatap anak Kiai Ponpes Darul Musyawaroh itu.
"Astaghfirullohal adzim. Maafkan aku, Ya Allah," batin Mutiara.
Mutiara akhirnya beranjak dari tempat duduknya. Ia berusaha menetralisir detak jantungnya yang tak karuan. Siapa pun yang melihat Gus Nial pasti akan terpesona dan langsung jatuh hati. Hanya saja, dia seperti bintang di langit malam yang tak pernah dapat digapai.
"Saya pamit dulu, Gus. Assalamualaikum." Mutiara berjalan meninggalkan Gus Nial sendiri.
"Waalaikumussalam. Silahkan."
Ternyata, masih ada satu orang yang belum pergi dari ruang tamu ndalem. Dia yang melihat semua kejadian antara Mutiara dan Gus Nial. Ia tersenyum miring mendapati hubungan Mutiara dan Gus Nial yang sepertinya dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mutiaraku
Novela Juvenil"Gus, lepaskan hijab saya. Gus Nial tidak seharusnya di sini. Tugas Gus Nial sekarang adalah menyalami tamu dan tersenyum bersama dengan Neng Marwa. Bukan ke sini, hanya sebab menenangkan SAYA!" Mutiara menekankan kata "SAYA" diakhir ucapnya. "Kamu...