26.💚

157 6 4
                                    

Jangan lupa vote n komennya yahhh
Bacanya bisa pake link kok

💚

"Gus Nial mau menyimak saya?" tanya balik Mutiara.

"Boleh," jawab Gus Nial.

Mutiara diam tak berucap apapun. Sedangkan Gus Nial, sudah menyamankan diri duduk di shofa ruang tamu.

Mutiara tetap membisu di tempat. Tidak beranjak ataupun berjalan menyusul Gus Nial untuk setoran.

"Kenapa diam?" tanya Gus Nial heran.

Mutiara hanya diam, membolak-balik halaman Al-Qur'annya.

"Mutiara," panggil Gus Nial.

Yang dipanggil tidak ada jawaban apapun.

"Mutiara Tazkiya," panggil Gus Nial lagi.

Mutiara otomatis menoleh mendengar nama panjangnya dipanggil.

"Setoran kapan? Malah bengong, sini Al-Qur'annya!" Tangan Gus Nial meraih ke sisi Mutiara.

Mutiara malah menggenggam erat Al-Qur'annya. "Yang bilang mau disemak Gus Nial, siapa? Saya kayaknya gak ngerasa bilang mau, deh," celetuk Mutiara.

"Iya, sih," batin Gus Nial.

"Berarti gak mau?" tanya Gus Nial lagi.

"Pertanyaan sekaligus jawaban." Mutiara berjalan menggunakan lututnya menjauh dari posisi duduknya Gus Nial.

"Kenapa? dulu mau-mau aja. Sekarang kok gak mau?"

Mutiara menghentikan jalannya yang menggunakan lutut tersebut. "Keadaannya udah berbeda, Gus. Gus Nial udah punya istri dan saya gak mau punya urusan atau mengukir pengalaman lagi dengan orang yang sudah punya istri," jelas Mutiara lalu pergi begitu saja.

Gus Nial hanya diam seribu bahasa.

Di lain tempat, Mutiara mempercepat langkahnya menuju kamar. Air mata sudah tak lagi bisa dibendung.

Tes

"Lo kenapa jatuh, si? Kenapa lo cengeng banget, Muti. Ingat, semua itu cuma masa lalu. Gak ada yang pantas ditangisin," rintih Mutiara. Namun, bukannya berhenti, air matanya malah meluncur deras membanjiri pipi Mutiara.

Mutiara mengelap sembarang dengan kedua tangannya, "MUTI, kenapa lo menjadi penangis kayak gini! Gus Nial itu masa lalu. Toh, Gus Nial udah bahagia sama Neng Marwa. Lo seharusnya bahagia juga. Tingkat paling tinggi dalam mencintai itu mengikhlaskan dan merelakan, bukan?"

Sesampainya di kamar, Mutiara merebahkan tubuhnya sambil menengelamkan wajahnya didalam bantal.

💚

Setelah dia berteman dengan Shafa, hidupnya sedikit membaik. Senyumnya sering kali terukir di bibirnya. Dia pun bersyukur akhirnya sekian lama ia berteman dengan sepi dan tangis, setitik sinar kebahagian kian muncul kembali.

Ia melihat Shafa yang juga baru sampai di kelas.

"Shaf," panggil Mutiara.

"Hai, Muti," jawab Shafa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MutiarakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang